A.
Kayu
Bitti
1. Deskripsi
Kayu
Bitti atau Gufasa (Vitex Cofassus)
yang merupakan flora identitas Provinsi Gorontalo ini memiliki sifat dan
kegunaan yang hampir mirip dengan kayu Jati (Tectona Grandis). Khusus untuk kawasan timur Indonesia, kayu ini
sudah cukup melegenda. Hal ini disebabkan karena kayu jenis ini memiliki serat
yang rapat dan tidak disukai oleh rayap. Kayu Bitti bisa tumbuh dengan tinggi
mencapai 40 hingga45 meter dan biasanya tanpa banir. Diameter batang dapat
mencapai 80 hingga 130 cm, beralur dalam dan jelas, kayunya padat dan berwarna
kepucatan. Kayunya tergolong sedang hingga berat, kuat, tahan lama dan tidak
mengadung silika. Daun yang bersilangan dengan atau tanpa bulu halus di sisi
bawahnya. Susunan bunga terminal, merupakan bunga berkelamin ganda, dimana
helai kelopaknya bersatu pada bagian dasar membentuk mangkuk kecil, sedangkan
mahkotanya bersatu pada bagian dasar yang bercuping 5 tidak teratur. Mahkotanya
berwarna putih keunguan, terdapat tangkai dan kepala sari di dalam rongga
mahkota, bakal buah terletak di atas dasar bunga.
Buahnya
berdaging, berwarna hijau ketika masih muda dan ungu tua saat sedang masak.
Ukurannya biasanya berdiameter kira- 5 hingga 12 mm, dengan berat 0,3-1,5 gram.
Dalam setiap buahnya biasanya terdapat 1 sampai 4 biji di dalamnya. Biji atau
benihnya berbentuk bulat telur, sangat kecil, dalam satu kilogram biasanya berisi
hampir 11.000 biji, berwarna coklat pucat kehitaman(Bayu A. Turuska,2010).
Menurut Whitmore dkk (1989) kayu
bitti diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Class : Angiospermae
Ordo : Tubiflorae
Famili : Verbenaceae
Genus : Vitex
Species : Vitex
Cofassus Reinw.
Di
Pulau Sulawesi marga bitti yang paling banyak ditemukan yaitu spesies Vitex Cofassus Reinw., Vitex Celebica, dan Vitex Pubescens. Bitti memiliki nama tersendiri di masing-masing
daerah. Di Jawa dikenal dengan nama Gandaria, atau Jatake; di Gayo dikenal
dengan nama Remein; suku Dayak Ngaju mengenalnya dengan nama Barania; di tanah
Minangkabau orang menyebutnya Dandoriah; Wates untuk daerah Sulawesi Utara, dan
di Tanah Gorontalo dikenal dengan nama Wolato' sedangkan di Papua Nugini dan Kepulauan Solomon dikenal dengan nama New Guinea Teak atau Jati Nugini. Terkhusus di daerah Sulawesi
Selatan dikenal dengan nama Kalawasa, Rappo-Rappo Kebo’, Buwa Malawe, Katondeng
dan Aju Bitti. Secara umum bitti di Indonesia dikenal dengan nama Gofasa,
Bitti, Bitum, Biti atau Bana (Bayu A.
Turuska,2010).
2. Penyebaran
Dan Habitat
Kayu
Bitti tersebar di Kepulauan Bismarck, Papua Nugini, Pulau Salomon, Philipina,
dan indonesia kawasan timur yamg meliputi Sulawesi, Maluku dan Papua. Di
Sulawesi Selatan tersebar di Kabupaten Bone, Enrekang, Luwu, Barru, Jeneponto,
Bantaeng, Soppeeng, Sidrap, Bulukumba dan Selayar. Pada umumnya tanaman Bitti
tumbuh sebagai pohon pohon kodominan di hutan dataran rendah. Jenis ini masih
bisa ditemukan di daerah dengan ketinggian 2.000 mdpl, namun peretumbuhannya
lebih bagus jika ditanam di daerah di bawah ketiggian 800mdpl . Vitex Cofassus memerlukan pencahayaan
yang penuh. Pada musim kemarau spesies ini menggugurkan daunnya
Bitti
tumbuh pada berbagai tingkat kesuburan tanah, mulai dari tanah yang kering,
dengan tekstur liat sampai liat berpasir, berbatu, berkapur, dan tandus.
Tersebar di daerah yang memiliki usim basah dan musim kering yang nyata.
Terkhusus di Kabupaten Bulukumba, Bitti dibudidayakan secara meluas untuk hutan
rakyat(Bayu A.Turuska).
3. Pemanfaatan
Seiring
semakin berkurangnya Jati (Tectona
Grandis) dan harganaya di pasaran yang semakin meroket, maka masyarakat
mulai mencari alternatif lain yang mudah di jangkau dan gampang diperoleh.
Karena kayu Bitti memiliki sifat yang mirip dengan Jati yaitu memiliki daya
tahan yang kuat, lentur dan tahn terhadap rayak, sehingga kayu Bitti di peroleh
sebagai alternatif yang tepat. Di kalangan masyarakat luas kayu Bitti dijadikan
sebagai bahan baku untuk konstruksi rumah, baik berupa papan maupun balok atau kuseng,
di gunakan dalam industri pembuatan kapal dan perahu, karena memiliki daya
tahan di dalam air. Sedangkan untuk industri meubel seperti pembuatan lemari,
meja, kursi dan lain sebagainya, kayu Bitti di pilih karena memiliki tekstur
yang baik dan tahan terhadap rayap. Tidak jarang pula kayu ini dibuat tangga, jembatan,
ukiran, bahkan di Kepulauan Solomon, Bitti digunakan sebagai bahan baku untuk membuat
gendang yang besar yang mereka namanakan Gundu. Selain itu Kayu Bitti juga merupakan
komuditas expor utama dari Sulawesi, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon dengan tujuan
ke Jepang.
sumber :
7.Studi Pustaka di Perpustakaan Umum Universitas Hasanuddin Makassar. Sul-Sel