Samar-samar adzan subuh mulai terdengar, saya dan teman-teman yang
lain satu persatu terjaga. Saya, Ucu, Dedy, Gusti, Ammink, Budi dan
seorang teman yang saya lupa namanya. Setelah shalat subuh. kami
langsung grasak-grusuk mempersiapkan perlengkapan yang akan dibawa ke
Pulau Panambungan. Ucu langsung berangkat untuk menjemput Taufik,
sementara Echa dan Rian lagi diperjalanan menuju ke tempat ngumpul kami sekarang. Pagi mulai
menyingsing, teman-teman juga sudah lengkap, dan barang bawaan sudah
dicek ulang, saatnya berangkat menuju ke pelabuhan Paotere. Sebelum
sampai di Paotere, kami menjemput Vega, doi adalah yang paling cantik di
Trip kali ini. Di perjalanan menuju Pelabuhan Paotere, pemilik kapal tak henti-hentinya menelpon, menanyakan posisi kami sudah dimana
serta menginformasikan jika dia sudah standby di Pelabuhan Paotere. Pukul tujuh lebih sedikit, kami tiba di Pelabuhan Paotere. Pak Kasim
sang pemilik kapal yang kami carter sudah menunggu di sekitaran
mushallah yang ada di dalam kawasan pelabuhan Paotere. Saya dan Gusti
langsung berkenalan dengan beliau, karena sebelumnya kami hanya
berkomunikasi melalui telpon saja. Beliau menunjukkan posisi dimana
kapalnya tertambat. Satu persatu perlengkapan dan barang bawaan sudah
turun dari mobil, mobil juga sudah terparkir dengan rapi dan terkunci
dengan aman. Kami langsung menuju ke kapal.
|
Perjalanan dimulai, suasana di kapal saat perjalaan menuju Pulau Panambungan |
Mesin kapal mulai berderu, satu
persatu dari kami mulai naik ke kapal. Tak lama kemudian Pak Kasim mulai
mengangkat jangkar kapalnya, perlahanpun kapal mulai berlayar. Semakin lama Pelabuhan Paotere semakin kecil,
lautpun semakin membiru. Angin semilir berhembus menyapu wajah kami
seolah sebagai sambutan selamat datang kepada kami di perairan laut
Makassar. Kapal berlayar ke arah utara menuju ke Pulau Panambungan tanpa
kendala karena kondisi laut masih sangat bersahabat. Angin berhembus
belum terlalu kencang sehingga tidak memicu timbulnya ombak yang bisa
menghambat perjalanan kapal. Sekitar sejam setengah berlayar, akhirnya
kapal menepi di bagian timur Pulau Panambungan. Satu persatu kami turun
sambil menurunkan barang yang kami bawa dari Makassar.
|
Pulau Panambungan |
Pulau Panambungan terletak di Kacamatan Liukang Tupabbiring Utara,
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep). Dapat diakses baik dari pelabuhan Paotere Kota Makassar ataupun Dermaga Maccini Baji yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Pulau ini milik mantan
bupati Kabupaten Pangkep, tetapi sekarang dikelola oleh sebuah instansi
swasta yang ada Di Kota Makassar. Pulau ini merupakan pulau tak
berpenghuni dengan luasan sekitar 4 kali lapangan sepakbola. Vegetasi
pulau ini didominasi oleh pohon cemara laut yang lumayan rimbun sehingga
menjadikan pulau ini sangat sejuk. Di tengah-tengah pulau ini terdapat
sebuah villa yang sudah tidak terawat lagi, entah pengelolanya kemana
dan siapa. Ketika kami mendarat di pulau ini kondisinya sangat
sepi, hanya seorang lelaki paruh baya yang sedang menyapu dedaunan
kering dan beberapa ekor kucing yang saling berkejaran. Beliau langsung menghampiri kami diiringi oleh kucing-kucing tersebut. Setelah
berbincang-bincang dengan beliau, ternyata dia ditugaskan sebagai penjaga
pulau ini, namanya Pak Udin. Pak Udin hanya datang ke pulau ini jika
pagi hari dan akan meninggalkan pulau ini pada saat,siang hari, Pak Udin
tinggal di pulau tetangga Pulau Panambungan, yaitu Pulau Ballang Lompo. Untuk sekedar bersantai di pulau ini, masing-masing pengunjung
dikenakan biaya masuk sebesar Rp.50.000. Ongkos tersebut hanya berupa
uang masuk saja tanpa ada fasilitas penunjang seperti penginapan atau
makanan ataupun fasilitas lainnya.
|
Makan siang yang sederhana tetapi super istimewa
|
Kami langsung mencari lokasi yang bagus
untuk mendirikan tenda. Gusti dan kawan-kawan memilih di bagian barat
pulau untuk lokasi pendirian tenda. Suasana pulau langsung berubah
menjadi riuh rendah, oleh kehadiran kami. Kami langsung disibukkan oleh
aktivitas pendirian tenda dan pengaturan barang-barang. Tenda sudah
terpasang dan waktunya aktivitas untuk urusan pengisian lambung yang
sedari tadi sudah keroncongan, maklum tidak ada yang sarapan pagi dan
diperparah oleh terpaan angin laut kurang lebih sejam stengah. Semua
bergerak cepat, ada yang mengurus ikan, ada yang memasak, ada yang
mempersiapkan api untuk pembakaran ikan, ada yang meracik sambel
dabu-dabu untuk cocolan ikan bakar nantinya. Sekitar pukul sebelasan
siang semuanya sudah tersaji di sebuah gazebo yang ada di pinggir pulau
ini. Ada ikan bakar, ada nasi, ada mie instan rebus yang dicampur dengan
telur dan sambal dabu-dabu. Walaupun kondisi nasi yang tak sempurna
alias hangus dalam keadaan masih mentah, tetapi kami tetap menyantapnya
dengan lahap. Kami tetap kenyang dan menganggap jika ini adalah makan
siang istimewa. Mengapa istimewa? karena kita menikmati apa yang ada
tanpa mengeluh. Karena tempat dan view pada saat kita makan sangat
keren, apalagi bersama dengan sahabat-sahabat tercinta. Perfect moment.
Perut sudah terisi, maunya sih berenang, tetapi matahari lagi
semangat-semangatnya bersinar dan air juga lagi surut, sehingga ada
baiknya kita tidur siang dulu di pinggir pantai di bawah pohon cemara
laut yang rimbun. Tidurnya pasti nyeyak.
|
Karena liburan tanpa foto-foto ibarat sayur tak bergaram |
Matahari sudah condong ke barat, suara adzan Ashar samar kedengaran
dari Pulau tetangga, Pak Kasim pun juga sudah merapat di dermaga
mengantarkan beberapa pesanan kami yang lupa kami bawa, kopi, bola lampu, wajan, panci dan
sendok nasi. Karena kopi sudah tiba, ada baiknya kita ngopi-ngopi
ganteng dulu sebelum main ke dermaga. Kopi sudah siap, dan bola lampu
juga sudah selesai dirakit oleh Pak Kasim, mari kita duduk santai sambil
ngopi ganteng.
Matahari sudah tidak terlalu terik, saatnya main ke dermaga. Di
dermaga aktifitas kami yah apalagi jika bukan foto-foto. Difoto dan
memoto. "fotoka'dule", "saya lagi", yah kata-kata itulah yang senantiasa
terucap di dermaga ini. Apalah arti sebuah trip tanpa kamera. Dan trip
tanpa foto ibarat sayur tanpa garam. Kurang lebih sejam kami puas
menikmati berfoto-foto ria. Kami bebas berekspresi, berteriak dan
tertawa tanpa merasa malu atau mengganggu orang lain karena disini hanya
rombongan kami. Setelah puas berfoto di dermaga saatnya berenang dan
bermain air sambil menanti sunset. Lagi asik-asiknya kami bersenda gurau
di Pantai bagian Timur pulau, terlihat satu kapal merapat ke dermaga
dan menurunkan beberapa orang pznumpangnya. Artinya malam nanti kita ada
teman untuk nginap. Sebenarnya saya belum puas berenang, tetapi karena
saya tidak ingin kehilangan melihat momen sunset, jadi saya memutuskan
untuk naik dan kembali ke sekitaran tenda. Ternyata setelah saya naik,
yang lain pun juga ikutan naik. Sehingga acara berenang sudah selesai
beralih ke acara menikmati moment matahari terbenam. Moment matahari
terbenam tak lepas dari sesi foto-fot lagi, kali ini yang mznjadi
fotografer adalah Uci', yang lain satu-persatu bergantian menjadi model.
Hingga akhirnya kami harus menyudahi acara foto-fotonya karena hari
sudah berganti malam.
|
Apayah, bingung captionnya apaan |
Genset sudah menderu, lampu rakitan Pak Kasim tadi sudah menyala
memberikn sinar terang yang mengusir kegalapan pulau. Semuanya sudah
mandi dan berganti pakaian serta wangi, saatnya kita kembali untuk
urusan makan malam. Seperti biasa semua mengambil bagiannya
masing-masing, ada yang mengurus beras, ada yang mengurus ikan, ada yang
mengurus indomie dn telur, ada yang mzngurus lombok dan tomat dan ada
pula yang hanya berdiri atau duduk menunggu instruksi untuk melakukan
apa. Hanya butuh sejam, 11 piring nasi, 7 piring ikan bakar, 4 piring
sambal dabu-dabu, 2 piring telur orak arik, 1 panci indomie rebus sudah
terhidang di atas pasir. Kami semua sama-sama duduk melingkar lalu makan
bersama. Dan yang terpenting nasinya sudah ala-ala nasi restoran, Pulen
dan wangi. Menunya lagi-lagi didominasi oleh ikan, karena ikan yang
dibelikan oleh Pak Kasim sangan banyak dan semuanya sangat enak. Hanya
250.000 rupiah, kita sudah dikasih ikan stengah basket, ikannya
campur-campur, ada sunu, napaleon, kakatua. kerapu, baronang, dan
lainnya, semuanya ikan karang yang ditangkap dengan cara di panah. Makan
malam yang begitu mewah. Alhamdulillah terima kasih Tuhan.
|
Bonus jika nginap di pulau, ada sunrise dan sunset yang senantiasa mendamaikan jiwa raga |
Sehabis makan malam kami duduk-duduk santai di sekitaran api unggun
yang kami nyalakan sembari ngobrol-ngobrol ringan. Sebelum kami putuskan
untul tidur, kali jalan-jalan dulu ke dermaga lagi untuk melihat sinar
lampu-lampu yang dipancarkan dari Kota Makassar. Sangat Indah dan
menawan. Tanpa kami sadari, hari sudah beeganti dari hari Sabtu menjadi
hari Minggu alias sudah dini hari. Kami kembali ke tenda untuk
istirahat. Api Unggun yang tadi kami tinggal mulai meredup, sehingga
beberapa teman memutuskan mzncari kayu untuk menyalakan kembali api
untuk menghalau dinginnya malam. Api kembali menyala, satu persatu mulai
masuk kedalam tenda. Namun hanya sekitar 3 menit, beberapa orang
kembali keluar, termasuk saya. Di dalam tenda sangat panas, sehingga
kami melutuskan untuk tidur di luar tenda saja.Kantuk pun tiba-tiba
hilang, jadinya kita kembali bercerita panjang lebar hingga satu persatu
ketiduran. Kami semua terlelap dalam mimpi indah kami. Selamat tidur
sahabat.
|
Suasana malam sebelum kami tertidur pulas |
Suara alarm dari Handphone Vega menyadarkanku dari mimpi-mimpi
indahku. Kugosok-gosok mataku sebelum akhirnya saya buka. Vega sudah
duduk di depan tendanya, karena sebelumnya memang saya sudah janjian
dengan dia untuk bangun subuh karena ingin melihat matahari terbit di
dermaga. Dedi juga sudah bangun. Pukul stengah 6 pagi kami bertiga
bergegas ke dermaga, hari sudah terang, tetapi mataharinya masih
malu-malu muncul, agak tertutup awan. Hampir stengah jam lebih, matahari
pagi Pulau Panambungan akhirnya menyapa kami. Saya tak henti-hentinya
bersyukur dan memuji kebesaran Tuhan. sekali lagi terima kasih Tuhan.
Pengalaman pertama dan entah kapan lagi bisa kembali main ke sini,
semoga secepatnya.
|
Foto bersama dulu sebelum meninggalkan Pulau Panambungan |
Kami kembali ke tenda, beberapa orang sudah bangun, bahkan Budi sudah
memasak kopi dan Indomie, tetapi sayang hanya untuk dirinya sendiri, Ah
Budi nggak keren, Au Ah ZBL. Akhirnya saya mengambil alih masak mie dan
telur untuk sarapan pagi kami. Setelah semua sudah bangun dan sarapan.
saatnya beres-beres karena Pak Kasim akan menjemput kami pukul 8 pagi.
Sebelum pulang, saya menghampiri rombongan yang kemarin sore tiba,
ternyata mereka pulangnya pukul 12 siang, sehingga saya menawari ikan
kepada mereka supaya kami tak repot lagi membawanya balik ke Makassar
karena ikan masih banyak yang tersisa.
|
Terima Kasih Pulau Panambungan |
Pukul 8 lewat Kapal milik Pak Kasim merapat ke pantai persis di depan
tenda kami. Satu persatu barang diangkat ke kapal. Setelah semua barang
sudah dikapal, selanjutnya kami ke dermaga. Kami pamit pada rombongan
yang lain, ketika kami lewat di depan tendanya. Di dermaga sebelum naik
ke kapal saatnya berfoto lagi, footo terakhir di Dermaga Pulau
Panambungan untuk edisi trip kali ini. Kapal perlahan meninggalkan
dermaga saat kami semua sudah duduk di lantai atas kapal. Kami
melambaikan tangan sebagai salam perpisahan kepada Pulau Panambungan.
Sekitar 90menit mengarungi Selat Makassar, akhirnya kami kembali tiba di
Pelabuhan Paotere. Tiada kata yang pantas terucap selain ucapan syukur
kepada Tuhan, Tuhan Maha Indah dan Mencintai Keindahan. Tuhan Maha Baik.
|
Mumpung sebagai penulis, ah banyakin pasang foto sendiri deh |
Terima kasih Tuhan,
Terima kasih Pulau Panambungan,
Terima kasih Indonesaiaku,
Terima kasih Orang Tuaku,
|
PP - Pulang Pergi - Pulang Merah - Pergi Putih. Indonesia banget kan |
Terima kasih Vega, Gusti, Uci, Budi, Dedi, Echa, Ammink, Ucu, Taufik dan Rian,
Terima kasih yang tak terhingga kupersembahkan untuk Pak Kasim, terima kasih banyak Oom.
|
@lanaasir (instagram dan twitter) |
Achyie Sabang
September 2016
Tidak ada komentar:
Posting Komentar