Setiap orang yang sering
meninggalkan rumahnya sendiri dan mendatangi tempat-tempat baru pasti memiliki
kenangan dan kesan yang indah tentang satu atau bahkan lebih dari satu tempat.
Sama halnya dengan saya, walaupun saya bukan petualang atau apalah istilah
kerennya, tetapi beberapa tempat baru dan termasuk asing yang saya datangi
menyisakan kenangan dan kesan yang mendalam bagi saya. Bahkan ketika saya
sedang stres, kepala lagi mumet, pusing, salah satu tempat ini akan terbayang
di kepalaku, saya selalu memimpikan untuk melepaskan penat di salah satu tempat
asing tersebut. Mungkin dari sekian penduduk bumi, hanya saya yang beranggapan
bahwa tempat ini sangat istimewa. Meskipun tempat ini adalah tempat yang
awalnya asing bagiku, tetapi akhirnya menjadi salah satu tempat yang paling
damai yang pernah saya kunjungi. Dan berikut ada empat tempat yang bagi saya
istimewa dan sangat mendamaikan, bahkan selalu memanggil-manggil saya untuk
kembali.
Ø Pappandangan
Berada di Kabupaten Maros, Kecamatan Turikale, Kelurahan
Pappandangan, sekitar 30 kilometeran dari Pusat Kota Makassar. Meskipun
letaknya yang sangat dekat dengan kota Maros, bahkan hanya sekitar 1 kilometer
dari Pantai Tak Berombak yang sangat hits di Maros tetapi kondisi tempat ini
sangat damai dan tentram. Bahkan bisa dikategorikan hampir sama dengan nuansa
pedesaan. Udaranya masih sangat sejuk dan tidak berpolusi. Masyarakatnya yang
hidup dengan suasana kekeluargaan dan penuh keramahan menjadikanku memilih
tempat ini adalah tempat paling mendamaikan yang pernah saya datangi sepanjang
usianku selama 28 tahun. Tempat ini adalah tempat KKN saya waktu menempuh
pendidikan S1, yang mengharuskanku tinggal di salah satu rumah warga selama
kurang lebih 35 hari. Karena KKN inilah menjadikan mereka seperti keluarga baru
bagi saya, UMMI CAYA, UMMI DILLA dan UMMI ESSE seperti halnya ibu baru bagi
saya, meskipun saat itu baru kenal tetapi kehangatan dan keramahan mereka
sangat membuatku terkesan. Sambutan mereka ke kami sama seperti seorang ibu
yang menyambut kedatangan anaknya yang baru pulang dari tanah rantau selama
bertahun-tahun. Pelukan dan senyum hangat dari mereka yang tidak
membeda-bedakan kami meskipun kami dari berbagai latar Suku dan Agama
memantaskannya kami menganggap mereka sebagai orang tua kami di Pappandangan.Pappandangan
dianugerahi dengan hamparan sawah yang luas dan dilalui oleh aliran Sungai
Maros. Kedua anugerah ini menjadi sumber matapencaharian warga Pappandangan,
Sawah yang luas menjadikan sebagian besar warga menggantungkan hidupnya pada
bidang pertanian, sedangkan mereka yang brmukim di sekitaran aliran sungai
sebagian memilih menjadi penambang galian golongan pasir. Kondisi alam yang
masih hijau dan sejuk memanjakan siapa saja yang datang ke Pappandangan,
terlebih dengan sikap warga yang ramah dan bersahabat. Ah kangen Pappandangan.
Ø Dusun Angin-Angin
Salah satu Dusun yang ada di kaki Gunung Latimojong,
Kabupaten Enrekang, Kecamatan Buntu Batu, Desa Rante Lemo. Kehidupan
masyarakatnya yang khas pegunungan dan daerah terpencil menjadikan tempat ini
unik bagi saya. lokasinya yang berada di kaki gunung yang menjadi atap Pulau
Sulawesi ini menjadikannya jauh dari yang namanya modernitas. tetapi itulah
sisi lain yang menjadikan tempat ini istimewa kedua di mata saya. Udara yang
dingin, kabut yang turun ketika pagi dan sore menjelang menjadi hal biasa dan
umum di tempat ini, tetapi untukku itu amazing luar biasa. waktu saya
berkunjung ketempat ini, handphone hanya dijadikan sebagai alat untuk mendengar
musik, karena untuk mendapatkan jaringan telpon (signal) harus ke tempat-tempat
tertentu. sehingga handphone disini kadang hanya digantung di atas ranjang besi
sebagai alat pemutar musik. Jangan ditanya soal listrik, listriknya hanya
karena adanya bantuan GENSET. tetapi saya kurang tahu sekarang, apakah listrik
dan signal sudah sampai disana. Karena waktu saya berkunjung itu pada tahun
2009 awal, sudah 8 tahun yang lalu. Saya yakin sudah ada perubahan, tetapi
bagaimanapun Angin-Angin tetap tempat istimewa dan mendamaikan. Kangen makan
nasi ubi dan ikan kering kecil-kecil. Banyak hal yang berubah dikehidupanku
setelah mengunjungi tempat ini. Awalnya saya tidak suka makan sayur labu dan
sayur daun kelor, tetapi sepulangnya dari sini saya jadi doyan makan kedua
jenis sayur ini. Sampai- sampai pas pulang ke Soppeng ibu saya kaget karena
saya kok jadi penyuka kedua jenis sayur ini, padahal sebelumnya saya anti sayur
labu dan sayur daun kelor. Nasi yang dimakan juga disini berbeda dengan nasi
yang di dataran rendah. Disini nasi dimasak dari campuran beras dan ubi yang
dikeringkan dalam bentuk potongan kecil-kecil. Lauknyapun yah ikan kering
kecil-kecil yang digoreng polos, tanpa dibumbu dan diapa-apakan, hanya dicuci
lalu dimasukkan ke minyak panas, sudah matang dihidangkan dengan nasi ubih dan
sayur daun kelor campur labu, membuat saya lupa kenyang dan makan ala tukang
bangunan. Jadi kangen dengan Angin-Angin. Udaranya yang dingin dinetralisir
oleh kehangatan warganya dan secangkir kopi khas Tanah Enrekang membuat saya
selalu rindu tempat ini. Ambe' Suhani, semoga senantiasa sehat-sehat bersama
keluarga di Sana.
Ø Dusun Bulo-Bulo
Nah dusun ini hampir sama dengan Dusun Angin-Angin di
Enrekang. Terpencil. Untuk menuju dusun ini, terdapat dua kases, bisa melalui
Bili-Bili Kabupaten Gowa, atau juga bisa melalui Malakaji Kabupaten Jeneponto.
Dusun Bulo-Bulo terletak di Desa Pencong, Kecamatan Biring Bulu, Kabupaten
Gowa. Jalur menuju dusun ini dari pusat Kota Pencong masih berupa jalan
rintisan yang bergelombang, bahkan ditengah jalan masih terdapat gundukan batu
dan aliran-aliran air kecil yang hamper membentuk parit kecil tetapi tidak ada
jembatannya. Yang membuat dusun ini berkesan bagi saya adalah keluarga Pak
Rahman. Seorang tetua dan tokoh Masyarakat di Bulo-Bulo dan Desa Pencong.Beliau
seorang guru pendidikan agama di satu-satunya SD agama Islam di Desa Pencong.
Dari rumahnya beliau harus berjalan kaki saban hari menempuh jarak sekitar 11
KM untuk pergi mengajar, jadi setiap hari kurang lebih 22 KM dan setiap minggu
132 KM. LUAR BIASA pengabdian seorang guru. Keluarga kecilnya yang mendiami
sebuah rumah khas Makassar sederhana tetapi sangat istimewa bagi saya, didukung
karena keramahan mereka sekeluarga dan sifat pemimpin dan mengayomi dari Pak
Rahman membuat saya terkesan dengan keluarga ini. Meskipun hanya 2 hari 2 malam
bersama mereka tetapi serasa sangat akrab dan nyaman bersama keluarga beliau.
Bonus bagi saya adalah pemandangan di depan rumah beliau sangat menarik, khas
pedesaan yang berada di sebuah lembah. Tidak perlu saya ceritakan keindahannya,
cukup saya yang tahu bagaimana indahnya pemandangan di depan rumah pak Rahman. Mengapa
saya pilih dusun ini sebagai salah satu dusun yang mendamaikan? Karena di dusun
ini meskipun mereka bukan keluarga saya tetapi saya merasakan ketulusan dan
kehangatan dari keluarga ini. Di rumah mereka saya bisa bangun subuh, karena
rumah mereka yang bersampingan dengan mesjid membuat saya merasa betah di sini.
Saya yang jika di Makassar bangunnya paling cepat pukul 08 pagi, disini saya
bisa bangun sebelum shalat subuh dan bisa ikut shalat subuh berjamaah di mesjid
dekat rumah pak Rahman. Betapa dan alangkah damainya hidup di sini. Bulo-Bulo
tempat yang senantiasa kurindu, saya berdoa semoga Tuhan mengizinkan saya
kembali menjejakkan kaki di tempat ini untuk bersilaturahmi kembali dengan beliau
dan warga sekitar Bulo-Bulo, serta bisa shalat subuh berjamaah dengan warga
sekitar dan tentunya menikmati bonus pemandangan di sekitar rumah Pak Rahman
kala matahari bangkit dari peraduannya.
Ø Dusun Bahagia
Nah ini saya lupa siapa nama pemilik rumah yang saya
tempati, karena saya Cuma taunya memanggil beliau dengan panggilan Pak Dusun,
karena beliau menjabat sebagai kepala Dusun Bahagia. Tak berbeda dengan
Keluarga Pak Rahman di Bulo-Bulo dan Warga Dusun Angin-Angin di Enrekang,
Keluarga Pak Dusun juga memiliki tingkat kehangatan dan keramahan bagi orang
asing yang sangat tinggi. Bahkan keluarga dan tetangga dari Pak Rahman sangat
akrab dengan saya. Semingu menjadi anak angkat beliau membuat saya merasa
terlahir kembali dengan jiwa dan pemikiran yang fresh. Bangun pagi disambut
oleh berbagai jenis burung yang sedang bernyanyi dan menari di ranting pohon,
luar biasa damai dan bahagianya, bagaimana tidak ketagihan bangun pagi.
Menghabiskan siang hari dengan main ke pasar tradisional, air terjun, sawah yang
seolah-olah adalah tangga menuju surga. Melihat aktivitas para petani menyiangi
padinya sembari memandangi pemandangan yang indahnya tak terlukiskan oleh kata.
Suara ibu-ibu yang bersahutan mengusir kawanan burung pipit menjadi suatu
pelengkap simfoni alam di kala sore. Ketika senja mulai menua, saya dan Ibu
Dusun bergegas pulang dan membawa berbagi macam sayuran segar untuk santapan
malam. Kegelapan malam tak lagi mengerikan ketika saya menikmati malam di teras
belakang rumah, karena teras menghadap ke kampong sebelah yang diatas gunung. Nun
jauh disana kelihatan keindahan lampu-lampu rumah warga di atas gunung seolah
menyaingi keindahan hamparan bintang di langit. Suatu tempat yang bernama Dusun
Bahagia di Desa Bontoparang, Kecamatan Tompo Bulu Kabupaten Maros betul-betul
mencerminkan namanya. Bahagia dan Damai.
Itulah
4 tempat asing yang pernah saya datangi, tetapi sangat membuatku terkesan,
bukan kemewahan dan kekayaan harta yang dimiliki oleh tuan rumah yang saya
tumpangi, tetapi kesederhanaan dan kekayaan hati yang dimiliki oleh Ummi Caya,
Ummi Esse, Ummi Dilla, Pak Rahman Sekeluarga, Ambe’ Suhani Sekeluarga, dan Pak
Dusun Sekeluarga. Mereka adalah kejutan dan anugerah terindah yang Tuhan
berikan dalam lembaran hidupku. Berharap suatu saat bisa kembali menjalin
silaturahmi dengan mereka. Karena jasa dan kebaikan mereka takkan sirna ditelan
waktu