Pantai Ujung Timur Kabupaten Jeneponto: My Life Is My Journey
Hari
Jumat, tanggal 12 September 2014. Di Kota bantaeng depan kantor Bupati
Kabupaten Bantaeng. Matahari bersinar terik, karena memang sudah memasuki musim
kemarau untuk Wilayah Indonesia. Namun teriknya matahari tak terasa, melainkan
sangat sejuk, hal ini dikarenakan oleh banyaknya pepohonan rindang di kota
Bantaeng. Saya lihat jam di handphone saya masih menunjukkan pukul 13 lebih 45
menit. Kalau saya langsung balik ke Makassar, mungkin sore baru sampai, setelah
saya menimbang-nimbanag sejenak, saya memutuskan untuk tidak langsung balik ke
Makassar. saya ingin jalan-jalan dulu. Pilihan saya yaitu Pantai Seruni
Bantaeng atau Pantai Ujung Timur Jeneponto.
|
Pantai Ujung Timur, Kabupaten Jeneponto |
|
Pantai Ujung Timur, Kabupaten Jeneponto |
Saya
masih diliputi kebimbangan, tiba-tiba sebuah minibus berwarna merah berhenti di
depan saya, saya kurang mendengar apa yang diucapkan sopirnya, saya hanya
refleks bertanya, “Jeneponto yah pak?” pak sopir mengiyakan, saya naik dan
duduk di depan di samping pak sopir yang sedang mengemudikan mobil. Hahaha. “Pak,
saya mau turun di Pantai Ujung Timur, yang pantai pinggir jalan yang banyak
pohon kelapanya yang ada gazebo-gazebonya” ucapku. “Itu Tino, Pak” “saya kurang
tahu juga pak, saya Cuma taunya pantai Ujung Timur, Pak”. Kami
berbincang-bincang, sehingga perjalanan kurang lebih 20 menit tak terasa. Minibus
merah ini berhenti tepat di Pantai Ujung Timur. Tempat yang slama ini hanya
bisa saya lihat jika lewat dan juga melalui internet di blog orang. Saya turun, dan ternyata saya penumpang
terakhir, saya sodorkan uang Rp 20.000, dan dikembalikna Rp 10.000. Setelah mengucapkan
terima kasih, saya langsung menuju ke gazebo yang kosong, namun masih ada bekas
batok kelapa yang tertinggal, pertanda tempat ini baru-baru saja ditinggalkan
oleh pengunjung yang lain.
|
Selfie Dulu dengan latar pohon kelapa, ciri khas Pantai Ujung Timur |
Setelah
meletakkan tas saya di gazebo tersebut, saya menghampiri kios kecil yang
terbuat dari bambu dan atapnya dari daun kelapa yang dibentuk sedemikian rupa,
saya kurang tahu apa namanya. Kios ini dijaga oleh seorang bapak paruh baya,
mungkin umurnya sekitar 40tahunan, dan seorang anak laki berusia belasan. Saya memilih
yang alami tanpa campuran es dan sebagainya. Sembari bapak tersebut menyediakan
pesanan saya, saya minta izin untuk mencarger tablet saya yang baterainya sudah
hampir habis. Saya menuju gazebo yang ada di dekat kios tadi. Gazebonya juga
terbuat dari bambu dan beratapkan daun kelapa yang dianyam. Anginnya sangat
kencang, baju saya terbang-terbang. Anak lelaki tadi datang membawa pesanan
saya. Saya mencicipi pesanan saya, dan air kelapanya sangat segar. Sangat pas
untuk membasahi tenggorokan saya. Menikmati kelapa muda denga hembusan angin
yang lumayan kencang, di bawa pohon kelapa di Pinggir pantai dengan latar suara
deburan ombak dan suara dedaunan yang bergesekan tertiup angin, itu Rasanya
Damai dan Tentram banget.
|
Selfie sambil Menikmati belaian Angin laut Jeneponto |
Kira-kira
sejam lebih saya disini, beberapa pengunjung lain datang, rata-rata dari
Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Bulukumba. Saya pikir baterai tablet saya
sudah lumayan dan bisa digunakan untuk berfoto-foto. Saya mengambil tablet saya di kios untuk
berfoto-foto. Di tengah keseruan saya berfoto, saya melihat seorang nenek
dengan pakaian yang lusuh sambil membawa ember yang juga kondsinya sudah
pecah-pecah bagian atasnya menyusuri garis pantai Pantai Ujung Timur. Saya menghampiri
nenek tersebut, “Nek, apa ki boya?” (Nek, Apa yang dicari?*bahasa Makassar) “Rumpu’
lau’, Nak” (Rumput Laut, Nak) jawab nenek tersebut. Sekilas tidak tampak adanya
rumput laut di pinggir pantai tersebut. Yang
ada hanya batok kelapa dan sampah-sampah lainnya. Saya meletakkan tablet saya
di gazebo, kemudian kembali menemani nenk tersebut. Karena penasaran saya ikut
juga mencari, ternyata memang ada ukurannya kecil-kecil dan pendek. Mencarinya harus
dengan teliti, karena berbaur dengan lumut dan ampah lainnya.
|
Menikmati Kelapa Muda segar di Pantai Ujung Timur |
|
Menikmati Kelapa Muda Segar di Pantai Ujung Timur |
|
Menikmati Kelapa Muda segar di pinggir Pantai Ujung Timur dengan suara deburan ombak yang bersahutan |
Saking asiknya
menemani nenek mencari rumput laut yang terbawa oleh ombak, tak terasa ember
nenek sudah penuh. Sayang saya lupa menanyakan nama nenek tersebut siapa. Nenek
pun pamit pulang karena embernya sudah penuh dan sudah masuk waktu Ashar. Saya sempat
termenung mendengar kata-kata nenek yang pamit untuk pulang karena mau sholat. Nenek
yang usianya segini saja dengan pekerjaan yang berat masih ingat sholat tepat
waktu. Dibanding saya yang masih fit, kerjaan Cuma duduk manis dibelakng meja,
hanya mampu untuk sholat Jumat sekali seminggu. Ya Allah murahkanlah rezeki dan
berikanlah kesehatan kepada Nenek tersebut.
|
Nenek, Pencari Rumput Laut di Pantai Ujung Timur |
Oh iya
yah, hampir lupa, Pantai Ujung Timur merupakan salah satu Pantai di Desa Tino,
Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan. Berjarak
sekitar 120 Kilometer sebelah Tenggara
dari Kota Makassar. sekitar 50 Kilometer sebelah timur ibukota Kabupaten
Jeneponto, dan 11 Kilometer sebelah barat Kota Bantaeng Kabupaten Bantaeng. Pantai
Ujung Timur terletak dipinngir jalan Poros Trans Sulawesi Bagian Selatan yang menghubungkan
antara Kota Makassar dan Kota-kota di Selatan Sulawesi seperti kota Bantaeng,
Kota Bulukumba dan Kota Sinjai.
|
Pantai Ujung Timur yang dipenuhi sampah |
Sepulang
nenek ke rumahnya, saya segera menuju gazebo tempat saya meletakkan tas, sepatu
dan tablet saya. Saya cek jam melalu Tablet, ternyata sudah hampir stengah 4
sore. Tanpa pikir panjang saya langsung memesan kembali 1 Kelapa muda yang rasa
gula merah. Tidak begitu lama pesanan saya datang, diantarkan oleh istri si
bapak tadi. Setelah saya buka, ternyata yang rasa gula merah dan rasa alami
beda penyajiannya, yang alami yah betul-betul alami, daging buahnya kita yang
kerok sendiri. Sementara yang rasa gulah merah daging buahnya sudah dikerok,
dan sudah pasti bercampur dengan campuran susu dan gulah merah. Hmmmm nikmat
sekali. Di sini, kelapa mudanya ada 3 pilihan rasa, yang pertama rasa original
atau alami, yang kedua rasa gula merah dan yang ketiga rasa sirup DHT. Semuanya
mantap. Karena saya lagi batuk, maka saya pesan yang tidak pakai es saja. Sudah
puas menikmati Pantai Ujung Timur dengan panorama pantainya sambil menikmati
kelapa muda segar saatnya berkemas untuk pulang. Namun ada hal yang sangat saya
sayangkan, karena pantainya sangat kotor, banyak sampah dan bato-batok
kelapanya dibuang di pantai, makanya kelihatan kotor.
|
KELAPA MUDA RASA ALAMI (ORIGINAL) |
|
KELAPA MUDA RASA GULA MERAH |
|
KELAPA MUDA RASA SIRUP DHT |
Saatnya
untuk membayar dan mengambil kabel carger saya yang masih tercolok, saya
menanyakan berapa yang harus saya bayar, ternyata yang harus saya bayar Cuma 17.000
rupiah. Saya sempat kaget, Waaaww murah sekali. Sebelum pulang saya sempat
cerita dengan ibu dan bapak yang punya kios, saya bilang bahwa saya tahu tempat
ini dari internet, bapak tersebut jadi lebih antusias bercerita dengan saya, “ooh
jadi kita sudah lamami kenal saya melalui dunia maya di’?” (oh jadi anda sudah
lama kenal saya melalui dunia maya yah?) *dengan logat khas orang Sulawesi
Selatan. Belakanang saya ketahui kalo bapak tersebut bernama Pak SABDA NATA,
tetapi saya lupa bertanya namanya istrinya. Dari perkenalan singkat inilah saya
tahu kalau pohon kelapa-kelapa ini ternyata meruapakan peninggalan kakek ak
Sabda sekitar 20 tahun yang lalu. Usaha penjualana kelapa mudanya ini dia
rintis dari tahun 2011. Sebelumnya pak Sabda pernah kerja di makassar di sebuah
perusahaan Meubel di jalan Sungai Saddang Baru. Dari cerita-cerita lepas inilah
saya sampaikan keprihatinan saya mengenai pantainya yang kotor, pak Sabda
menimpali dengan senyum khasnya,”susah jika sekarang dek, karena sampah-sampah
itu bawaan dari atas, aangin bertiup dari atas, biasa saya bersihkan pagi-pagi,
lalu sekitaran pukul 9 pagi sudah penuh kembali” tutur pak Sabda. “kalau mauki
bagus, bersih sama jernih airnya, bulan-bulan sepuluhpi atau bulan sebelas,
pasti bersih, anginnya juga ndag kencangmi, anginnya sepoi-sepoi” imbuh istri
pak Sabda. Tanpa pak Sabda ketahui, saya juga mencari blog yang pernah saya
baca tentang tempat ini, setelah berusaha dengan susah payah akhirnya blog
tersebut terbuka. Dan alangkah senangnya mereka melihat fotonya di Internet,
istri pak Sabda sangat girang, katanya itu waktu awal mereka merintis usahanya.
Pantai Ujung Timur inipun julukannya dari pak Sabda. Seketika suasana jadi
sangat hangat. Saya pun menjadi semakin
akrab dengan mereka. Saya masih ditahan sama pak Sabda untuk tinggal
cerita-cerita. Tetapi karena hari sudah semakin tua, maka saya harus beranjak
untuk kembali ke Makassar, “pak, bu, pulammaka dulu, doakan maka di terima di
bantaeng supaya bolak balikka’, semoga bisajaki berjumpa di lain hari pak, ibu.”
(Pak, Bu, saya pulang dulu, doakan saya semoga di terima di Bantaeng, supaya
saya bisa bolak-balik kesini lagi, semoga kita bisa berjumpa di lain hari yah
pak, Bu). Dengan senyum lebar mereka mengantarkan saya ke pinggir jalan untuk
menunggu mobil menuju Makassar. tidak seberapa lama sebuah mobil panter
singgah, setelah menanyakan tujuan Mobil tersebut, saya langsung naik ke Mobil
tersebut. Pukul 8 malam saya tiba dengan selamat di terminal mallengkeri kota
Makassar. saatnya pulang kerumah Aswan untuk istirahat.
|
Bersama Pak Sabda sang Seniman Kelapa Muda di Pantai Ujung Timur, Jeneponto |
|
Bersama dengan Istri pak Sabda (tengah) di kiosnya, tempat meracik pesanan pengunjung |
Alhamdulillahi
rabbil Aalamin, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Hari ini perjalanan
saya sangat mengesankan. Travelling sendiri juga ternyata mengasyikkan.
Sebelum
terlelap saya kembali tersenyum, tersenyum bahagia karena berkenalan dengan
orang-orang yang baru yang mengasyikkan. Dan tak lupa saya mengucap syukur dan
terima kasih kepada Allah SWT, Tuhan saya. Terima kasihku juga untuk
Indonesiaku yang sangat Indah ini, kepada orang tuaku yang melahirkanku di bumi
Indonesia ini. Kepada para Pahlawanku yang rela berkorban harta jiwa dan raga
untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari para penjajah. Dan terakhir terima
kasihku untuk Pak SABDA NATA dan keluarga atas kehangatan dan keramahannya,
semoga usahanya sukses, dan semoga kita bisa berjumpa kembali di lain hari.
Achyie Sabang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar