Sekitar
sejam lebih setelah melewati jalur Makassar – Barombong, akhirnya tiba juga di
desa Boddia. Kami sempat bertanya-tanya dan merasa heran, ada apa yah kok
banyak polisi dan tentara di pinggir jalan, orang-orang juga rata-rata
berpakian rapi sambil mengenakan ID Card. Pikiran kami semakin bertanya-tanya ketika
kami semakin dekat ke dermaga, begitu banyak bendera umbul-umbul berwarna
warni, ada apa gerangan?. Di lahan parkir begitu banyak mobil terparkir,
awalnya kami mengira ada acara di pulau seberang. Setelah mencari tempat parkir
kosong, akhirnya Anto menemukan tempat untuk memarkir mobil yang kami tumpangi.
Kami berenam turun, karena gaya kami yang berbeda, ada yang oakai celana
pendek, hanya pakai kaos oblong, pakai topi lengkap dengan kacamata anti sinar
matahari maka kami tak luput dari perhatian warga dan orang-orang yang lagi
ramai di sekitar tempat parkir tersebut. Kami tidak menghiraukan orang-orang yang
menatap aneh kepada kami, kami tetap berlalu berjalan menuju dermaga dengan
sambutan umbul-umbul warna-warni yang melambai-lambai tertiup angin seolah
mengucapkan selamat datang kepada kami.
|
umbul-umbulnya untuk menyambut JK dan ibu Susi, tetapi kita lebih duluan yang melewati jalanannya |
|
Dermaga Boddia dengan latar Pulau Sanrobengi di kejauhan |
Dermaga
agak sepi, mungkin karena perhatian warga dan para nelayan tertuju pada acara
di sekitaran dermaga, hanya beberapa perahu tak bertuan yang tertambat di
sekitar dermaga. Kami sempat celingak celingukan mencari orang yang bisa kami
tempati bertanya tentang ikhwal penyewaan perahu ke seberang. Tidak lama
kemudian akhirnya muncul seorang lelaki prauh baya menghampiri kami dan
menanyakan maksud kami di tempat itu. Kami pun mengutarakan jika kami hendak ke
pulau seberang, tetapi tidak tahu tempat sewa perahu. Ternyata beliau adalah
pemilik perahu, lalu kami meminta beliau untuk mengantarkan kami menuju pulau
seberang dengan kesepakatan biaya Rp 20.000 per orang untuk pergi dan pulang. Beliau
pun mengajak kami menuju ke perahunya, kami sempat kaget setelah melihat
perahunya, sungguh di luar expektasi kami. Pikir kami perahunya seperti halnya
dengan perahu yang di Makassar yang melayani penyeberangan yang bisa muat
sekitar 10 orang. Perahu yang akan kami tumpangi hanya perahu nelayan, perahu
yang bisa memuat paling banyak 3 orang penumpang dan satu tukang perahunya.
Perahu itu lebarnya mungkin sekitar 40-50 cm, tetapi diakali dipasangi tempat
duduk yang mirip balai-balai di samping kiri kanannya, maka jadilah penumpang
duduk di balai-balai tersebut berhadapan. Karena perahu hanya bisa memuat 3
orang maka kami sepakat, Asty, Anto dan Fachry yang berangkat duluan, saya,
Sabri dan Kina berangkat belakangan.
|
Perahunya membuat jantung dag dig dur ser |
Jarak
antara dermaga Boddia dengan Pulau Sanrobengi mungkin kurang lebih 1 KM dengan waktu tempuh
menggunakan perahu tadi atau masyarakat sekitar menyebutnya ojek laut kira-kira
sekitar 10-15 menit jika ombak bersahabat. Namun jika ombak tidak bersahabat, bisa
saja para pemilik perahu tidak berani menyeberangkan penumpang. Jika kita
berdiri di dermaga Boddiah, sangat jelas kelihatan Pulau Sanrobengi di
seberang. Pulau Sanrobengi merupakan salah satu pulau gugusan kepulauan
Spermonde yang secara administratif terletak di Desa Boddia, Kecamatan
Galesong, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulai
berpasir putih ini sangat sejuk, karena di tengah-tengah pulau terdapat banyak
pepohonan yang tumbuh rindang. Pulau ini juga dihuni oleh beberapa keluarga.
Pulau ini di kelilingi oleh pantai berpasir putih yang landai, bagus untuk
berenang melepas penat, menurut yang kami baca di artikel-artikel online, pulau
ini juga surganya untuk melihat bintang laut, tetapi waktu kami daatang, kami
tidak beruntung, kami tidak melihat bintang laut, mungkin karena kami tidak
bersnorkling.
|
Pulau Sanrobengi dengan view di google maps |
Saat
kami tiba di pulau ini, pengunjung sudah bejibun, ramai dan riuh. Balai-balai
yang disediakan semuanya sudah full, diisi oleh beberapa rombongan keluarga
yang datang berlibur melepas penat di pulau ini. Kami memutuskan untuk mencari
tempat di bagian belakang pulau, tetapi hasilnya nihil, semuanya sudah terisi.
Akhirnya kami memilih duduk di pinggir pantai yang agak teduh sambil menikmati
pemandangan laut dihadapan kami sembari menikmati cemilan dan langsat yang kami
bawa dari daratan Takalar. Asty, Anto, Sabri, Sakina dan Fachry memilih
bercengkrama di bawah naungan pohon besar tersebut, sementara saya sudah siap
berenang di pinggir pantai berpasir putih ini. Teriknya matahari tak membuat
saya urung untuk berenang ditambah dengan jernihnya air. Perpaduan antara pasir
putih, jernihnya air, birunya laut dan langit merupakan pemandangan yang sangat
indah yang sangat sayang jika tidak diabadikan dengan mengambil beberapa
gambar. Setelah selesai beranang, saya kembali bergabung dengan mereka. Karena
matahari sudah agak condong kebarat maka tempat kami berteduh sudah mulai
panas. Kami memutuskan untuk pindah ke tengah-tengah pulau untuk bersantai.
Mencari tempat yang bisa kami tempati untuk duduk lesehan. Setelah berkeliling
menikmati riuh-rendahnya suasana pulau ini akhirnya kami menemukan satu
balai-balai milik warga yang kosong, setelah meminta izin, kami langsung
menempati balai-balai tersebut. Suasananya sangat sejuk, karena terletak di
bawah pohon yang tumbuh rindang. Kami melanjutkan menikmati cemilan yang kami
bawa, hitung-hitung mengurangi beban yang kami bawa pulang.
|
Tiba dengan selamat di Pulau Sanrobengi |
|
Berlibur, Berwisata dan Berziarah paket komplit Pulau Sanrobengi |
Selain
berlibur kami juga mendapatkan satu rombongan keluarga yang mungkin sekitar 50
orang datang ke pulau ini untuk bersiarah di sebuah makam yang terletak di
tengah-tengah pulau ini. setelah melakukan siarah dan beberapa ritual serta
membawa sesajen persembahan, selanjutnya rombongan tersebut mencari tempat
untuk bersantap bersama dengan keluarga mereka. Makam tersebut terletak tidak
jauh dari balai-balai yang kami tempati, Anto sempat menghampiri seorang ibu
yang menjadi penjaga makam tersebut. Selain itu di samping balai-balai terdapat
sebuah musholah, namun musholah tersebut tidak bisa kami masuki untuk shalat
dhuhur karena terkunci. Sembari bersantai saya melihat foto-foto yang ada di
smartphone milik Sabri, karena iri dengan fotonya Asty, maka saya mengajak
Sabri untuk kembali ke sebuah spot di dekat kami bersantai sebelumnya tadi
dipinggir pantai. Spot itu sebenarnya pinggir pantai biasa, namun yang
mebuatnya unik karena ditumbuhi rumput yang kami tidak tahu apa namanya. Bentuk
rumputnya pun sangat unik, daunnya mirip rumput biasa, seperti alang-alang,
namun bunganya mirip bulu babi, seperti jarum yang ditusukkan pada sebuah pusat
dan mebentuk pola tiga dimensi seperti bola. Perpaduan antara warna kuning
kehijauan dari rumput tersebut dan birunya langit sangat sayang jika tidak
berfoto di spot itu.
|
air yang jernih, pasir yang putih, pantai yang landai, sayang kalau tidak bermain air |
|
inilah alasannya kenapa suka pakai baju merah kalau main ke pantai, karena merah dan biru itu serasi |
Puas
berfoto dengan latar tersebut kami kembali ke balai-balai di tengah pulau. Tak
lama sesampai kami di balai-balai tersebut, akhirnya pemilik perahu datang
menghampiri kami. Setelah berbenah dan mengucapkan terima kasih kepada ibu yang
punya balai-balai tersebut kami menuju ke bagian depan pulau, tempat bapak tersebut
menambatkan perahunya. Seperti semula hanya 3 orang yang bisa dimuat oleh
perahu, jadi Anto, Asty dan fachry yang berangkat duluan, saya, Sabri dan
Sakina menunggu untuk pemberangkatan selanjutnya. Sekitar stengah jam berlalu,
bapak tersebut kembali menjemput kami. Perahu kecil ini yang panjangnya tidak
lebih dari 3 meter dengan lebar stengah meter namun sduah dimodifikasi membawa
kami menuju daratan takalar kembali. Melalui wawancara singkat kami dengan
bapak tersebut, kami akhirnya mendapat jawaban dari pertanyaan kami. Ternyata
besok akan datang Wakil Presiden Ri, bapak HM Jusuf Kalla aka JK bersama ibu
mentri kelautan Ibu Susi Puji Astuti.
|
Padang rumput bulu babi, spot paling keren di Pulau Sanrobengi |
|
sayang pemandangannya kalau tidak difoto |
Sesampainya
kami di daratan, kami langsung membayar ongkos perahu kami, 120.000 untuk 6
orang sambil mengucapkan terima kasih. Asty, Anto dan Fachry tidak kelihatan di
sekitaran dermaga, pikir kami mungkin langsung ke mobil, sehingga kami langsung
menuju mobil. Namun sebelum tiba di mobil kami menemukan ketiga orang tersebut
lagi asyik menikmati santap siang di sebuah ruangan. Mereka memanggil kami
masuk ke ruang tersebut, tanpa basa-basi kami langsung masuk, karena melihat
makanan, kami sudah lapar dari tadi. Kami sempat kaget setelah menyadari di
dalam ruangan tersebut ada seorang tentara TNI AL, kami bertiga langsung
menyalami dan berkenalan dengan bapak tersebut. Dari papan namanya kami tahu
jika nama beliau adalah bapak Anton. Beliau mempersilakan kami mengambil nasi
dos yang ada di sudut ruangan tersebut, beliau juga menginfokan bahwa sayurnya
sudah mulai masam. Mungkin sayurnya masam karena sedari waktu makan siang dan
dibungkus panas, sekarang sudah hampir pukul 2 siang. Kami bertiga langsung menikmati nasi dos
tersebut, semuanya terasa enak mengingat kondisi kami yang memang sudah lapar,
gratis pula. Kami sempat berbincang-bincang dengan beliau tentang pulau
Sanrobengi, beliau juga mengajak kami melihat foto-foto perjalanannya di Pulau
Satanga, beliau merekomendasikan pulau tersebut untuk kami kunjungi. Sekitar
setengah jam di ruangan Pak Anton, kami memutuskan pamit, namun sebelum pamit
kami sempat mengajak beliau berfoto bersama. Setelah berterima kasih, kami
meninggalkan ruangan Pak Anton lalu menuju mobil, dan selanjutnya menuju kota Makassar.
|
bersama pak Anton, kepala post penjagaan TNI AL desa Boddia, Kec. Galesong, Kab. Takalar, Sulawesi Selatan |
|
Alhamdulillah makanan gratis, jika lapar semuanya terasa enak |
Terima
kasih kalian sahabat, Asty, Anto, Sabri, Fachry dan Sakina. Terima kasih Pak
Anton. Terima Kasih Warga Pulau Sanrobengi, Terima kasih Tuhan atas alam
Indonesia yang sangat indah ini. Alhamdulillahi rabbil alamin, sampai jumpa di
cerita selanjutnya.
Perjalanan
ke Pulau Sanrobengi pada tanggal 10 Mei 2015
__Achyie Sabang__