Pulau
Kodingareng Keke, salah satu nama pulau yang sudah menjadi ikon pariwisata kota
Makassar. Pulau ini merupakan 1 dari 100-an lebih pulau di gugusan kepulauan
Spermonde yang membentang dari utara (Kab. Barru) sampai selatan (Kab. Takalar)
di pesisir barat Sulawesi Selatan. Pulau Kodingareng Keke dapat ditempuh
selama kurang lebih sejam dari dermaga Popsa. Tidak ada angkutan (perahu /
kapal) umum yang melayani rute ini, maklum pulau ini merupakan pulau tidak
berpenghuni. Sehingga jika ingin berkunjung ke Pulau Kodingareng Keke harus
mencarter perahu untuk menuju kesana. Perahu yang biasa saya carter adalah
perahu yang muat 10 pax. Kisaran harganya mulai dari Rp.600.000, tergantung
bagaimana caranya kita menawar, atau jika sudah berlangganan pasti diberi harga
murah. Harga sewa perahunya juga berbeda antara perjalanan PP dan perjalanan
nginap, PP pasti lebih murah, karena perahunya menunggu, sedangkan kalau
nginap, perahunya bolak balik, jadi harga lebih mahal. Pemandangan disana tidak
perlu di sangsikan, alam bawah lautnya bikin berdecak kagum.
|
Pulau Kodingareng Keke |
Pukul
08.37 saya menelpon Dg Tayang(Dg :Daeng, sapaan untuk orang yang di tuakan atau
dihormati untuk suku Makassar), mengabarkan ke beliau bahwa teman-teman saya
sudah lengkap dan siap untuk berangkat menuju Pulau Kodingareng Keke. Sepuluh
menit kemudian perahu Dg Tayang sudah merapat di dermaga samping popsa, kami langsung menuju ke ujung dermaga mendekat ke perahu
milik Dg Tayang. Kurang dari pukul 09.00 pagi kami berangkat menuju ke Pulau
Kodingareng Keke. Wiwin dan K’ Ridho duduk di bangku paling belakang di depan
Dg Tayang. Arfan, Riana dan anaknya duduk di bangku tengah, sedangkan saya,
Ical dan Wawan duduk paling depan.
|
Suasana Pulau Kodingareng Keke waktu kami baru saja tiba. |
Perahu
membelah perairan makassar, melewati kapal-kapal besar yang terapung di tengah
lautan, yang maksud dan tujuannya mereka disitu saya tidak paham. Perjalanan
kami aman terkendali, ombak bersahabat, angin bertiup tidak terlalu kencang,
kami bertemu dengan beberapa rombongan lain yang ingin menuju ke pulau seberang.
Melewati Pulau Lae-lae, Dg Tayang mengarahkan perahu yang kami tumpangi untuk
mendekati perahu kecil milik nelayan tradisional untuk membeli ikan. Tangkapan nelayan tersebut belum terlalu
banyak, nelayan tersebut memilihkan ikannya yang besar-besar kurang lebih 10
ekor, harganya Cuma Rp.50.000. Sangat murah, ikannya masih segar, ditangkap
dengan cara tradisional, dipancing. Karena jumlah kami 10 orang, maka ikan
tersebut kami rasa belum cukup, maka Dg Tayang memutuskan untuk mencaroi
nelayan yang lain lagi. Nelayan yang kedua yang kami sambangi ternyata
tangkapannya masih sangat sedikit, perjalanan kami berlanjut hingga melihat
nelayan ketiga dikejauhan. Perahu kami mendekat ke perahu nelayan tersebut, yah
tangkapannya sudah lumayan, dengan selembar uang Rp.100.000 ikan yang diberikan
ke kami sudah sangat banyak dan cukup untuk kami. Perjalanan di lanjutkan
menuju ke Kodingareng Keke.
|
Wawan dan Ical |
Saya
seolah menjadi pemandu wisata kepada Arfan dan Riana, tunjuk sana tunjuk sini
nama-pulau yang terlihat, meskipun hanya Pulau Samalona yang kami lalui. Arfan
adalah teman SMP saya di SLTPN 1 Lilirilau Kabupaten Soppeng ( SMP CABBENG)
sedangkan Riana adalah istrinya. Mereka berdua berdomisili di Samarinda, dan
dari dialah sehingga perjalanan ini diadakan. Mereka berdua tertarik melihat
Pulau Samalona yang saya upload di sosial media Facebook dan Path. Rencana
awalnya memang ke Pulau Samalona, tetapi setelah ditimbang-timbang akhirnya
kami memutuskan untuk mengambil perjalanan menuju Pulau Kodingareng Keke.
Perahu semakin jauh meninggalkan dermaga Popsa, kota Makassar yang kelihatan
hanyalah deretan-deretan gedung tingginya yang perlahan mulai menjamur. Pulau
Kodingareng Keke sudah semakin dekat, kami bertujuh semakin antusias dan
bersemangat. Bagi saya ini adalah ketiga kalinga berkunjung ke Pulau
Kodingareng Keke, tetapi antusias saya masih tetap sama waktu pertama kali
kesini. Masih terkagum-kagum, masih teriak-teriak ala anak labil, tetapi itulah
ekspresi kecintaan saya akan Pulau Kodingareng Keke karena tempat ini adalah
Surga yang Tuhan jatuhkan ke bumi.
|
Snorkling |
Perahu
milik Dg Tayang perlahan merapat ke tepi pantai Pulau Kodingareng Keke. Dengan
mengucapkana salam kami satu persatu menginjakkan kaki di pantai pulau eksotis
ini. Pantainya? Tak perlu dipertanyakan, pasirnya pasti putih, airnya
beninglah. Sampah? Mana ada sampah di pulau ini. Ada yang berbeda dengan
Kodingareng Keke kali ini dengan wakyu kunjungan saya bulan November tahun
lalu. Beberapa balai-balai beratapkan terpal biru terlihat meramaikan pulau
ini. Kedatangan kami disambut oleh seorang kakek tua, beliau membantu
mengangkatkan barang bawaan kami. Suasana pulau masih sepi, sebelumnya hanya kakek
tersebut beserta kucing-kucing penghuni pulau yang ada di pulau ini. Belakangan
kami ketahui bahwa balai-balai yang dipasangi tenda tersebut didirikan oleh
kakek tersebut dan disewakan kepada para pengunjung dengan tarif Rp.50.000 per
balai-balai sampai puas. Balai-balainya ukuran 1meter kali 1.5 meter. Karena
kami pengunjung pertama maka kami memilih balai-balai yang di tengah-tengah
pulau di bawah pohon cemara laut. Kami memilih balai-balai tersebut karena
suasananya sejuk, di bawah pohon cemara laut yang rindang.
|
Arfan dan Riana, Wiwin dan K' Ridho |
Pulau
Kodingareng Keke serasa menjadi milik pribadi, kami bebas melakukan apapun,
hanya rombongan kami dan si kakek penyewa balai-balai tersebut beserta puluhan
kucing lucu. Namun private island hanya berlangsung kurang lebih setengah jam.
Sekitar pukul setengah sebelas, dua rombongan perahu merapat ke pulau eksotik
ini. Satu rombongan memilih balai-balai di dekat balai-balai kami, satunya lagi
memilih di sudut pulau yang lainnya. Keriuhan suasana mulai terasa, pulau mulai
ramai.
|
Kucing dan Bintang Laut, 2 binatang yang bikin kangen ingin kembali ke Pulau Kodingareng Keke. |
Sekitar
setengah jam membereskan barang bawaan kami sambil bersiap-siap untuk snorkling
sudah selesai dan kami siap untuk dibawa menuju spot snorkling. Saya memanggil
Dg Tayang untuk membawa kami menujuh ke area snorkling, tetapi kata Dg Tayang,
temannya yang akan mengantar kami. Sekitar 3 menit kapal menuju ke spot
snorkling, si Dg Perahu yang tidak kami tahu siapa namanya menjatuhkan
jangkarnya ke dasar laut yang dalamnya kurang lebih 3 meter. Wawan langsung
nyebur ke laut, tanpa menggunakan pelampung, maklum dia pintar berenang. Saya
baru nyebur setelah memasang pelampung, diikuti K’Ridho. Ical yang awalnya saya
kira lihai berenang, ternyata tidak pandai berenang. Kasur angin yang sudah di
pompa di pulu tadi langsung dia jatuhkan di samping perahu lalu kemudian dia naik
ke kasur angin tersebut. Maka jadilah dia mengapung di atas kasur angin
tersebut sambil berselfie ria. Arfan ternyata juga tidak pintar berenang,
padahal di Soppeng rumahnya sangat dekat dengan Sungai Walennae, bahkan dia
takut melompat karena kedalaman laut kurang lebih 3 meter.
|
Foto bersama sebelum meninggalkan Pulau Kodingareng Keke |
Wawan
dan saya sangat menikmati keindahan karang dan ikan warna-warni di bawah sana,
sementara Arfan masih mikir-mikir untuk melompat ke laut. K’ Ridho yang saya
pikir juga terbiasa, ternyata ini adalah pengalaman pertamanya bersnorkling,
bahkan dia tidak tahu menggunakan kacamata snorkling. Katanya air masuk di
hidungnya dan susah bernafas, tidak bisa lama-lama snorklingnya. Ternyata
pemakaian kacamatanya salah, hidungnya tidak di masukkan ke kacamata
snorklingnya, dan pipa udaranya yang terhubung ke mulut ikut tenggelam, jadi
yah wajar saja susah bernafas dan air masuk di hidungnya. Arfan akhirnya
menyeburkan diri ke laut setelah di ejek oleh Wiwin, dia sangat panik, melarang
saya jauh-jauh darinya, dia takut tenggelam ( padahal sudah menggunakan
pelampung). Selain K’ Ridho, Arfan juga tidak tahu menggunakan alat snorkling,
bahkan dia baru tahu ternyata pelampung itu bisa membuat kita terapung. Ical
naik ke atas perahu, menyimpan Handphonenya, lalu mengenakan pelampung, diapun
juga ikut nyebur bersama kami. Maka jadilah kami genk snorkling tidak tahu
berenang. Wiwin, Riana dan anaknya beserta Dg Perahu setia menunggu kami diatas
perahu yang terombang ambing di tengah lautan. Ical, Arfan, dan K’ Rido mulai
bisa dan nyaman bersnorkling menikmati keindahan pemandangan bawah laut
perairan Pulau Kodingareng Keke. Sementara Wawan asik berenang kesana kemari
tanpa menggunakan pelampung, sesekali dia menyelam ke dasar laut mengambil
bintang laut yang berwarna biru. Ada dua bintang laut yang dia naikkan ke
Perahu untuk mainan anak Arfan. Kami berlima sangat menikmati snorkling,
meskipun ada yang kurang, yaitu kamera gopro.
|
kami yang memilih menjadi hitam dibanding hanya memandangi lukisan yang tergantung di dinding. |
Wiwin
memberanikan diri turun setelah dibujuk beberapa kali, namun tidak mau lepas
dari punggung saya, alasannya takut dan tidak tahu berenang. Memangnya saya
pintar berenang?. Saya tidak pintar berenang, hanya modal pelampung, tidak
panik dan sudah terbiasa jadi saya sangat menikmati terapung di atas permukaan
laut yang kedalamannya kurang lebih 3 meter ini. Tanpa kami sadari jam digital
di Handphonenya Riana sudah menunjukkan pukul 12 lebih, kami memutuskan untuk
menepi ke Pulau. Selain karena sudah lelah, sengatan mathari sudah semakin
terik, kami juga sudah merasa lapar. Semuanya sudah naik ke perahu saatnya
menepi ke pulau. Namun ternyata jangkar perahu tersangkut di karang, akhirnya
Wawan kembali menyelam untuk melepaskan jangkar tersebut, selanjutnya kami ke
Pulau.
|
aku bahagia |
Pulau
kian riuh, semakin ramai, nahkan beberapa rombongan tidak kebagian balai-balai.
Ikan yang tadi kami beli sudah di eksekusi oleh Dg Tayang, dibakar maksudnya.
Tepat sekali, ikan bakar sudah matang, perut kami yang keroncongan, sisa
meracik sambal mentah untuk teman ikan bakar tersebut. Sambal sudah siap,
saatnya makan. Kami menikmati makan siang sederhana ini secara bersama-sama.
Meski hanya nasi putih dan ikan bakar, tetapi ini sangat istimewa bagi kami.
Suasana seperti ini sangat mahal harganya bagi kami warga kota. Menikmati
santap siang di balai-balai, di alam terbuka tanpa polusi, dengan hembusan
angin sepoi-sepoi dan pemandangan laut yang membiru. Siapapun akan merasa
tenang dan senang jika berada di pulau ini. Pulau Kodingareng Keke.
|
aku puas |
Angin
sepoi-sepoi khas kepulauan seolah membuai kami, setelah menikmati makan siang
kami memutuskan untuk bersantai dulu sambil menikmati cemilan yang kami bawa.
Kami asyik bercengkrama tanpa kami sadari kalau matahari semakin condong ke
barat. Kami mulai berberes-beres, membereskan semua sampah yang kami hasilkan
lalu membuangnya ke tempat sampah yang di sediakan di pulau ini, membereskan
bawaan kami. Teman Dg Tayang yang tadi mengantarkan kami snorkling datang
menghampiri kami, mengajak kami untu segera pulang, katanya Ombak sudah mulai
besar. Pukul dua siang lebih kami meninggalkan Pulau Kodingareng Keke dengan
sejuta rasa bahagia yang hanya kami yang tahu. Perahu perlahan membelah lautan
menuju dermaga Popsa, kedua bintang laut yang tadi diambil oleh Wawan dari
dasar laut kami buang kembali ke dalam laut.
|
aku senang |
Yah
betul saja, perahu kami di hantam ombak dengan ketinggian ombak antara 50cm
hingga 1m. Pakaian kami kembali menjadi basah semua, karena percikan air. Wiwin
menutup matanya, tangan kanannya menggenggam erat tangan kanak K’Ridho,
pacarnya, sementara tangan kirinya menggenggam tangan saya dengan erat. Arfan
memeluk istri dan anaknya supaya tidak panik. Wawan dan Ical tidak menampakkan
ketakutannya, sayapun berusaha demikian. Perjalanan yang biasanya hanya sekitar
45 menit berubah menjadi sejam stengah lebih. Perjalanan pulang yang membuat
jantung dag dig dug ser, tetapi menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi
Arfan dan keluarganya, Wiwin, dan K’ Ridho. Perjalanan yang lumayan menegangkan
tetapi tidak ada yang kapok, semuanya masih ingin kesana lagi jika ada rezeki
dan umur panjang dari Tuhan. Pukul
stengah empat sore lebih kami tiba dengan selamat di dermaga Popsa meski dengan
kondisi basah kuyup, tetapi kami bersyukur. Kami berpisah setelah Arfan
mendapat hotel untuk menginap selama beberapa malam di sekitaran Benteng
Rotterdam dan Pantai Losari.
Terima
kasih Arfan dan Riana sekeluarga, Wiwin, K’ Ridho, Wawan dan Ichal. Sampai
jumpa di jalan-jalan selanjutnya. Terima kasih kepada Allah SWT atas
lindungannya, Terima kasih Om Dg Tayang yang sudah menjadi langganan setia saya
jika ingin menyeberang ke pulau-pulau sekitaran Makassar, Terima kasih
Indonesia.
Trip
Pulau Kodingareng Keke, 25 Juli 2015.
__Achyie
Sabang__
Hey kak, blognya seru banget, aku boleh minta nomor Daeng Tayang nggak kak? Terima kasih.
BalasHapusHalo mas, saya boleh minta kontak pemilik perahu ke Samalona?
BalasHapus