Jauh dari kota Labuan Bajo,
dan tak dihuni oleh manusia, tak serta merta namanya terlupakan, bahkan namanya
lebih dari sekedar dikenal. Namanya menggaung hingga ke seantero dunia. Pulau
Padar. Eksotik, seksi, cantik dan tentunya indah. Terletak di Kawasan Taman
Nasional Komodo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, memakan waktu pelayaran kurang
lebih dua jam menggunakan kapal dari Pulau Komodo.
|
Padar by Drone |
Pulau Padar, keindahan
sempurna yang Tuhan turunkan di Bumi Indonesia. Di Padar Tuhan menunjukkan akan
kecintaanNya akan keindahan dan membuktikan bahwa Dia dzat yang maha Indah.
Keindahan Padar tidak tanggung-tanggung, baik pada saat berwarna hijau maupun
pada saat berwarna coklat. Melihat potretnya saja bisa bikin jatuh cinta
apalagi jika sudah melihatnya secara langsung dijamin semakin cinta. Komposisi
lekukan-lekukan manja pantainya akan memukau mata siapapun yang menyaksikannya.
Terdapat empat lekukan pantai yang masing-masing dua di sisi kiri dan dua juga
di sisi kanan. Keempat lekukan ini masing-masing dipisahkan oleh bukit yang
langsung menjorok ke laut. Perpaduan antara warna bukit yang kecoklatan dengan
warna laut yang membiru semakin menyempurnakan keindahan Padar.
|
Pesona yang tak pernah pudar |
Perjalanan menuju Padar dari
Komodo tidaklah seindah dengan keindahan Padar yang kami lihat di sosial media.
Sejam pertama pelayaran menuju Padar, perjalanan santai, bahkan kami sempat
tertidur efek dari nikmatnya buaian angin samudera. Tetapi semakin berlayar
perlahan kapal mulai miring kiri dan kanan, hingga puncaknya pada saat separuh
perjalanan, pada saat yang ada dihadapan kami hanya lautan lepas. Ombak
samudera seolah memberikan sambutan hangat kepada kami ketika kami memasuki
wilayah teritorinya. Menurut sang Kapten kapal, ombaknya masih mendingan,
padahal dia tidak tahu banwa jantung kami sudah dag dig dug ser. Yah wajar jika
bagi mereka masih mendingan karena mereka sudah terbiasa. Butuh perjuangan
super untuk menenangkan jantung yang berdetak kencang melihat kapal yang kami
tumpangi melawan ombak yang tingginya hampir 2 meteran. Saya sempat bertanya
kepada kapten kapal tentang kondisi ombak, kata beliau memang jika dari Komodo
menuju Padar ombaknya besar dan terasa olengnya. Hal ini dikarenakan oleh dua
factor, yaitu karena kita melawan arus dan yang kedua karena Posisi Padar
menghadap langsung ke lautan lepas alias Samudera. Dan bonusnya kita berlayar
sore hari, dimana angin berhembus lumayan kencang sehingga secara otomatis
berpengaruh pada ketinggian ombak. Satu hal yang saya salut bagi beliau, beliau
tenang-tenang saja, bahkan sambil menonton acara tv streaming melalui telepon
genggamnya. Mungkin beliau membaca kekhawatiran dari gerak-gerik saya, beliau
tertawa sambil ngomong, tidak apa-apa kok. Berbekal penjelasan beliau, saya
mulai menjadi tenang dan rileks lalu bergegas meninggalkan beliau, menuju ke
teman-teman yang asik diayun oleh ombak sambil teriak-teriak histeris. Kurang
lebih sejam perjalanan menguji adrenalin akhirnya kami memasuki wilayah
perairan Selat Lintah. Selat Lintah merupakan selat yang mengantarai Pulau
Padar dan Pulau Rinca. Matahari sudah mulai berwarna keemasan saat kapal
memasuki Selat Lintah. Perlahan Kapal menepi ke pinggir pulau yang tadi kami
itari. Ternyata pulau yang kami itari tadi adalah Padar. Di pinggir pulau ABK
menjatuhkan jangkar kapal, di samping beberapa kapal yang terlebih dahulu
berlabuh.
|
Mentari pagi di Padar |
Pukul 05 subuh kami
dibangunkan oleh guide, persiapan tracking ke puncak Padar untuk menyaksikan
matahari terbit. Setelah turun dari sekoci, kami langsung menjejaki satu
persatu anak tangga yang terbuat dari kayu ulin. Lepas dari anak tangga kami
menyusuri jalan setapak yang menanjak, di sisi jalan setapak, sudah dibangun
jalan yang terbuat dari beton, namun belum rampung pada saat itu. Mungkin
sekarang sudah rampung. Nafas pendek dan tersengal mulai kedengaran dari hidung
kami masing. Cahaya keperakan bercampur keemasan sudah mulai kelihatan di ufuk
timur pertanda matahari sedikit lagi muncul dari peraduannya. Menyaksikan
matahari terbit dengan sudut terbaik menjadi semangat kami untuk terus
melangkah menuju puncak Padar. Dan sedikit lagi sebelum kami sampai di puncak,
Mentari muncul dari peraduannya dengan sinar hangatnya menyapa semesta.
Perjuangan kami tidak sia-sia, semua rasa ngos-ngosan terbayar lunas dengan
hangatnya sinar mentari pagi Pulau Padar yang menyapa kami. Puas menikmati
pesona matahari terbit, kami bergegas melanjutkan tracking kami menuju puncak
Padar yang sedikit lagi kami raih. Puncak masih kosong pada saat kami sampai,
sinar mentari pun kian hangat. Kami istirahat sejenak memulihkan nafas yang
kembali tersengal, melap bulir peluh yang membasahi wajah kami sembari terdiam
menikmati mahakarya dari Sang Tuhan. SEMPURNA.
|
Tak lupa dengan Kain Flores |
|
Tuhan Maha Indah dan Mencintai Keindahan. Sempurna |
Hangatnya sinar matahri pagi
berpadu dengan keindahan sempurna dari Padar membius dan membungkam mulut kami.
Kami hanya mampu terdiam menikmati sajian alam, sembari memuja kebesaran dari
Sang Pencipta. Puas menikmati kemurnian alam, saatnya beraksi, menyalakan
kamera, drone dari sang guide pun siap mengudara, mengabadikan kenangan kami di
Padar. Langit semakin cerah, laut semakin membiru, petualanagn dan cerita kami
pun di Padar semakin sempurna.
|
Padar, tentang cinta, perjuangan, kebanggaan dan sejarah |
Padar sedang mempersembahkan
kecantikannya yang eksotik pada saat kami datang. Menyuguhkan kami pemandangan
padang rumput yang berwarna kecoklatan, rerumputan yang mengering karena musim
kemarau menjadikan Padar semakin eksotis. Membuat kami yang datang semakin
cinta,, menjadikan yang belum datang ke Padar semakin penasaran dan semakin
ingin ke Padar, menjadikan yang nyinyir semakin iri pada kami yang sudah
menjejakkan kaki di Padar.
|
Geng Kocak |
|
Kumpulan bocah 30 Tahun tapi belum nikah |
Padar, Bagi saya bukan hanya
sekedar destinasi, tetapi Padar adalah perjuangan, Padar adalah kebanggaan,
Padar adalah sejarah, dan Padar adalah Cinta.
|
Eksotis, seeksotis Padar. |
Padar, kamu terlalu indah,
kamu terlalu mempesona, sehingga pesonamu tak pernah pudar di memoriku. Hanya
satu yang mengalahkan pesona dan keindahanmu, Penciptamu.
|
Terima Kasih Padar |
|
Sudah Move On dari Padar? |
Terima kasih Padar, Terima kasih porter andalan, terima kasih uncle Japh, Terima kasih Iyem, ah jadi kangen kalian, nulis ini. Terima kasih DINO TRIP KOMODO dan team, terima kasih JJS Labuan Bajo, terima kasih Fotografer Andalan, Muhammad Irfan Wowor.
|
Porter andalan yang sok Misterius, Dwipo Aris Topanno |
|
Uncle Japh yang paling heboh, Jappi Pateddungi |
|
Iyem sikuli Jekardah yang selalu merasa paling ketjeh, Novelly Mitha Kambuno |
Alhamdulillah Ya Rabb, saya sudah menjejakkan kaki di Labuan Bajo, sudah melihat wujud nyata Padar, yang membuatku semakin cinta akan Indonesia, dan yang paling utama semakin mencintaiMu, semakin mensyukuri nikmatMu, semakin rajin curhat kepadaMu.