Tak berselang
berapa lama setelah saya menulis moment di Path, sudah ada notifikasi, saya
mengira dari Dina, ternyata dari Nuzul. Saya mencoba membuka komentarnya,
isinya memberitahukan kalau besok ada trip dari anak-anak Pajappa ke Pulau
Badi. Saya langsung merespon, setelah berkomunikiasi dengan Nuzul melalui
jaringtan pribadi, akhirnya saya mendapatkan ID Line dari penggagas trip ini.
Namanya Asriawan dan disapa Achi, wah mirip dengan nama saya. Perkenalan basa-basi
pun berlanjut di Line sekaligus membahas teknis untuk trip besok dan
perlengkapan yang dibutuhkan. Kebetulan beberapa perlengkapan yang dibutuhkan tersedia
di rumah, tanpa membuang waktu saya mulai menyusun perlengkapan yang ada.
Mentari pagi
kembali menyinari bumi ini, sinarnya yang menerobos masuk melalui celah-celah
jendela membuatku tersadar dari nyenyaknya tidurku. Jam di Tablet saya
menunjukkan pukul 07 pagi lebih 07 menit. Saya bergegas untuk menuju kamar
mandi, membereskan apa yang bisa dibereskan. Aktivitas kamar mandi sudah selesai, saatnya
melangkah mencari sarapan pagi dan membereskan beberapa perlengkapan yang belum
beres. 2 jam saya berputar-putar kayak setrikaan, susun bongkar, bongkar susun,
hingga mendapat susunan yang pas dan tas semi ransel siap untuk disampirkan di
bahu.
|
ANTRI UNTUK NAIK KE KAPAL DI PELABUHAN PAOTERE |
Jarum jam sudah hampir
menunjukkan angka 10. Saya coba
menghubungi kak Achi melalui nomor ponsel yang semalam diberikan kepada saya
via Line. Tersambung. Dari pembicaraan saya dengannya, kak Achi sekitar stengah
jam lagi akan berangkat dari kawasan Toddopuli. Karena sesuai kesepakatan
semalam, saya ikut dengan kak Achi untuk menuju ke pelabuhan Paotere, maka saya
harus bersiap-siap juga sekarang. Butuh waktu sekitar sepuluh menit untuk
memeriksa semua perlengkapan yang akan saya bawa. Setelah pamit dengan
orang-orang yang ada di rumah, saya berjalan menuju jalan Poros Jendral Urip
SUmeharjo, tepatnya setelah jembatan penyebrangan. Di depan sebuah kios penjual
pulsa, saya berdiri menunggu kak Achi. Menunggu orang yang ditemani janjian
tetapi tidak tahu bagaimana tampangnya itu seninya luar biasa, penasaran dan
tidak sabaran bercampur menjadi satu. Sekitar 20 menit menunggu seorang dengan
motor besar, kacamata hitam, celana jeans selutut yang dipotong asal, kemeja
lengan panjang yang dibiarkan kancingnya terbuka, memperlihatkan dalaman kaos
putihnya, serta jinjingan yang berisi 2 pasang fins membuat saya yakin jika dia
adalah kak Achi. Yah betul. Perkenalan nyata dilanjutkan, setelah meminta maaf
karena agak telat, dan saya sudah duduk di jok bagian belakang motor kak Achy,
perjalanan di lanjutkan untuk menuju ke pelabuhan penyeberangan Paotere.
|
SUASANA DI ATAS KAPAL MILIK DG SAHIR |
Hiruk pikuk
aktivitas warga masyarakat Makassar berbaur dengan warga dari pulau seberang
sudah sangat ramai ketika kami melewati kawasan pelelangan ikan Paotere. Kemacetan
tidak dapat dihindarkan karena aktivitas warga dan jalan yang agak sempit,
dengan kesabaran akhirnya kami tiba juga di Kawasan pelabuhan Paotere. Paotere
merupakan suatu pelabuhan tempat berlabuhnya beberapa kapal dan perahu yang
menghubungkan antara Kota Makassar dan pulau-pulau lainnya disekitaran gugusan
Kepulauan Spermonde, baik untuk kepentingan bongkar muat barang maupun untuk
sebagai jalur transportasi bagi masyarakat pulau yang ingin beraktivitas di
Kota Makassar. Di pelabuhan Paotere ini juga merupakan tempat bersandarnya
kapal-kapal pengangkut barang yang kan di suplai ke kawasan Timur Indonesia. Pelabuhan
Paotere terletak di Kecamatan Ujung Tanah, Kota Makasar, Provinsi Sulawesi
Selatan. Merupakan bukti sejarah kejayaan Kerajaan Gowa-Tallo pada masa lampau.
|
TRANSIT DI PULAU BONE TAMBUNG |
Teriknya matahari
tak menjadi penghalang bagi kami dan masyarakat lainnya untuk tetap
beraktivitas, satu persatu rombongan mulai berdatangan. Perkenalan kepada
beberapa teman yang akan ikut trip ini berlanjut hingga Adzan Dhuhur memaksa
kami untuk mengecilkan sedikit volume suara kami, kebetulan kami berkumpul di
samping masjid yang ada di kawasan Pelabuhan Paotere. Kak Achi, Ijo, Kak Jek,
Agus, Icha, Ichal, Ocan, Idha dan Ogi. Itulah Sembilan orang teman baru saya
siang ini yang akan saya temani untuk menikmati eksotisme salah satu pulau di
Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (PANGKEP). Pulau Badi, yah seperti itulah
namanya, gambaran saya tentang pulau ini masih bias dibilang minim, saya hanya tahu
jika pulau ini merupakan pulau berpenghuni. Bukan hanya saya yang merupakan
orang baru disini, beberapa orang lainnya juga merupakan orang baru, itulah
yang membuat trip ini lebih seru dan berkesan. Dari sepuluh orang yang ikut
trip, hanya ada dua cewek, Idha dan Ogi.
|
GRUFIE DI ATAS PERAHU, SEBELUM TIBA DI PULAU BADI |
Ponsel milik kak Achi berdering, ada
panggilan masuk dari Dg. Sahir (Dg. merupakan Singkatan dari kata Daeng, sapaan
khas untuk orang yang dituakan bagi suku Bugis-Makassar). sang pemilik kapal
yang akan kami tumpangi untuk menuju ke Pulau Badi. Tak berselang berapa lama
kami sudah tiba di dekat kapal milik Dg. Sahir, satu persatu secara bergantian
kami naik di kapal, setelah menyimpan barang bawaan kami, selanjutnya mencari
tempat yang nyaman karena perjalanan kami memakan waktu yang panjang, sekitaran
2-3 jam jika ombak bersahabat. Suasana di atas kapal sudah ramai dan hampir
seluruh badan kapal sudah terisi barang. Kami adalah penumpang terakhir yang
naik diatas kapal, beberapa penumpang lain sudah menempati tempat duduk di
bagian belakang di dekat pengemudi kapal. Dg. Sahir dan satu orang ABK sibuk
menarik tali yang mengikat Jangkar yang masih terbenam di dasar laut. Deru mesin
kapal mulai terdengar, menyaingi suara bising penumpang yang sebagian besar
adalah ibu-ibu yang baru pulang berbelanja keperluan di Kota Makassar. Ongkos penyeberangan dari Pelabuhan Paotere ke Pulau Badi adalah 20.000 Rupiah
|
PULAU BADI |
Sedikit demi
sedikit kapal bergerak, perlahan tapi pasti, kapal mulai menjauh dari pinggir
pelabuhan Paotere. Angin sepoi-sepoi berhembus membelai rambut dan wajah kami,
seolah mengucapkan ucapan selamat datang dalam perjalanan laut ini. Kecepatan kapal
semakin bertambah, Kota Makassar semakin kelihatan kecil, hanya beberapa gedung
pencakar langit yang masih kelihatan jelas. Perjalanan berlanjut melewati
deretan kapal-kapal yang ada di lepas pantai perairan Makassar, saya tidak tahu
persis untuk apa keberadaan kapal tersebut yang terombang ambing di tengah
lautan Makassar. Semakin lama, suara ibu-ibu yang tadi bising semakin tidak
kedengaran, hanya suara mesin kapal yang menderu dan suara-suara candaan dari
kami yang kedengaran. Ibu-ibu tersebut sebagian ada yang tidur, sebagian ada
yang sibuk mencatat, mungkin menghitung belanjaannya. Laut dan angin yang
bersahabat membuat perjalanan kami bisa disebut tanpa kendala, tidak ada ombak
besar yang menghalangi perjalanan kami, sudah hampir sejam kami mengarungi
lautan membelah Selat Makassar.
|
RENOVASI KANTOR DESA MATTIRO DECENG, PULAU BADI |
Perkenalan lanjutan,
disertai dengan canda dan tawa menjadi obrolan hangat diantara kami, menjadikan
kami semakin akrab satu sama lain. Beberapa pulau sudah kami lewati, seperti Pulau
Kayangan, Pulau Samalona, di kejauhan di selatan Nampak Pulau Kodengareng Lompo dan
Pulau Kodingareng Keke, Pulau Barrang Caddi dan Pulau Barrang Lompo baru saja
kami lewati, di kejauhan Nampak sebuah pulau. Dari cara laju kapal, seakan
Pulau yang ada di depan sana merupakan tujuan kami. Hampir 2 jam perjalanan
sudah berlalu, seorang laki-laki umur stengah abad mulai bangun dari mimpi
indahnya yang berada di samping Agus dan Ijo. Untuk menjawab rasa penasaran
saya, akhirnya saya bertanya pada beliau yang saya lupa tanyakan namanya. Dari percakapan
dengan beliau saya baru tahu jika pulau yang ada di depan sana adalah Pulau
Bone Tambung, dan semua penumpang yang
ada di kapal ini adalah warga Pulau Bone Tambung, dan semua barang-barang yang
ada sebelum kami naik adalah milik penumpang sebelumnya, jadi otomatis kami
akan transit di Pulau Bone Tambung sebelum melanjutkan perjalanan ke Pulau
Badi. Tidak lama kemudian, Kapal semakin mendekati dermaga yang panjang
menjorok dari daratan Pulau Bone Tambung.
|
BERCENGKRAMA DI AIR |
Segerombolan ikan terbang
berterbangan di samping kiri kanan kapal, seolah menyambut kedatangan kami,
mungkin bagi warga disini itu adalah hal biasa, tetapi bagi kami itu adalah hal
istimewa dan pemandangan yang sangat langka. Kapal sudah bersandar di dermaga
pulau Bone Tambung. Satu persatu penumpang menaiki tangga dermaga, kami juga
ikutan naik ke dermaga, karena hampir semua barang yang ada akan di bongkar di
sini. Suasana di dermaga tiba-tiba menjadi riuh rendah, beberapa kerabat dari
penumpang sudah menunggu di dermaga, beberapa juga anak kecil tampak berlarian
berlalulalang disekitaran dermaga. Sekitar stengah jam waktu dihabiskan untuk
aktivitas bongkar muatan, perjalanan di lanjutkan menuju Pulau Badi. Hanya kami,
Dg. Sahir dan 2 orang ABK yang melanjutkan perjalanan menuju Pulau Badi.
|
FREE DIVE |
Pulau Badi
merupakan satu dari 114 pulau di Kabupaten Pangkep, dan termasuk dalam 94 pulau
berpenghuni di Kabupaten Pangkep. Pulau Badi terletak di Desa Mattiro Deceng,
Kecamatan Liukan Tupabbiring, Kabupaten Pangkep. Sekitar setengah jam perjalanan
dari Pulau Bone Tambung, akhirnya kami tiba di pinggir pulau Badi, awalnya saya
mengira kita akan merapat ke dermaga, tetapi kami merapat di pinngir pulau yang
tidak ada dermaganya. Satu persatu kami turun dan saya yang paling terakhir. Setelah
istirahat sejenak di pinggir pantai tersebut, Dg. Sahir langsung mengajak kami menuju kediamannya untuk
beristirahat sejenak. Setelah berbasa-basi dan menyapa beberapa warga yang ada
di depan rumah Dg. Sahir, kami diarahkan untuk naik kelantai 2 rumah panggung
milik Dg. Sahir. Jarum jam sedikit lagi menunjuk pada angka 3.
|
PULAU BADI, TAMPAK DARI UJUNG DERMAGA |
Setelah menyimpan
semua barang bawaan dan beristirahat sejenak, maka kami bersiap-siap untuk
menuju ke dermaga. Kami berjalan menuju ke dermaga yang
letaknya sekitar 200 meter dari rumah Dg. Sahir, lumayan jauh bagi saya yang
lagi mengalami pembengkakan di kaki kiri akibat kadar purin di dalam darah yang
melebihi ambang batas. Dengan berjalan terseok-seok, akhirnya sampai juga di
dermaga yang kami tuju. Ada beberapa anak kecil yang bermain air, ada juga
beberapa yang sedang memancing. Semuanya bersiap-siap turun bermain air,
kecuali saya. Saya tidak dapat ikut bermain air karena kaki saya bengkak dan
sakit, takutnya kalau di air mengalami kram. Sehingga saya hanya memutuskan
untuk menunggu di dermaga sambil sesekali menjadi tukang foto bagi mereka. Sesekali
mereka naik ke dermaga secara bergantian, baik untuk merokok, melihat foto atau
untuk beristirahat sejenak. Sebenarnya saya sangat iri dengan mereka, sangat
ingin bermain air bersama mereka. Menikmati keindahan bawah laut sekitaran
pulau badi, belajar freedive dan berfoto-foto di bawah air. Tak banyak yang bisa
saya ceritakan tentang keindahan bawah laut perairan sekitar pulau Badi, Karena saya
tidak menyakiskannya. Semoga ada kesempatan dan kesehatan yang Tuhan berikan
kepada saya untuk bisa kembali menikmati keindahan bawah laut pulau Badi.
|
SAMBIL ISTIRAHAT KITA GRUFIE DULU |
Daripada hanya
bengong dan iri melihat mereka bercengkrama di air, lebih baik saya bermain
dengan anak-anak yang lagi asyik berenang disekitaran dermaga. Sebuah batu
karang kecil yang sudah mati, diikat dengan tali kecil yang panjangnya kurang
semeteran lalu diujung tali tersebut diikat juga gabus yang lebih kecil dari
batu karang tadi. Mereka memberikan saya batu tersebut, lalu meminta saya untuk
melemparnya ke dalam laut yang tak jauh dari pinggir dermaga. Saya menuruti
pinta mereka, setelah batu tersebut terbenam, mereka berlomba melompat lalu berenang
dan menyelam mencari batu tersebut, yang mendapatkan batu tersebut adalah
pemenang. Begitu seterusnya berulang-ulang hingga pakaian saya hanpir basah
akibat terpercik air dari bawah pada saat mereka melompat. Tidak ada hadiah
yang menjadi incaran mereka, hanya pengakuan dari teman-temannya yang menjadi
motifasi untuk menjadi pemenang. Taka ada hal pembeda antara pemenang atau yang
belum menang, intinya mereka senang, mereka menikmati permainan ini. Sederhana tetapi
sangat berharga karena mereka bisa melewati masa kecilnya dengan menikmati apa
yang alam sajikan.
|
GRUFIE SETELAH SNORKLING |
Hari semakin
sore, jam menunjukkan pukul 05 sore lebih sedikit, tetapi awan gelap sudah
menyelimuti pulau Badi dan sekitarnya, satu persatu teman-teman saya naik ke
dermaga. Tinggal kak Jek, Kak Achi dan Agus yang masih di air, tetapi nampaknya
mereka bertiga sudah berenang menuju dermaga, sembari menunggu mereka naik
kedermaga kami berfoto selfie menggunakan kamera gopro milik Ochan. Diperjalanan
pulang dari dermaga menuju rumah Dg. Sahir, tiba-tiba angin kencang datang
menghantam pulau ini, sedikit lagi hujan turun, awan hitam pekat menyelimuti
langit Pulau Badi. Kamipun mempercepat langkah kami, meski saya harus
terseok-seok mengimbangi langkah mereka yang kakinya sehat walafiyat, akhirnya
kami tiba di kediaman Dg.Sahir sebelum hujan turun.
|
MEREKA BAHAGIA MELEWATI MASA KECILNYA DENGAN BERCENGKRAMA BERSAMA ALAM |
Gelapnya malam
telah mengusir raja siang untuk kembali keperaduannya, badai semakin
menjadi-jadi diiringi dengan hujan yang sangat deras. Dingin, lapar dan lelah
bercampur menjadi satu, sembari yang lain beraktivitas di kamar mandi, Agus,
Ichal dan Kak Jek mulai beraksi dengan trangia (kompor portable yang mengunakan
spirtus sebagai bahan bakarnya) dan kawan-kawanya. Pertama-tama mereka
memanaskan air untuk ngopi-ngopi. Setelah beberapa gelas kopi terseduh,
selanjutnya memasak nasi untuk makan malam kami. Berhubung kapasitas trangia
yang kami bawa hanya untuk 4-5 orang, maka memasak nasinya harus dua kali. Agus
dan Ichal memasak nasi, sementara Idha dan Ogi memasak lauk di lantai bawah menggunakan kompor milik istri
Dg. Sahir. Tak butuh waktu lama makan malam pun terhidang. Hidangannya sederhana,
hanya nasi, tumis sawi, olahan ikan kaleng dan beberapa batang sosis, tetapi
kebersamaan ini yang sangat luar biasa, mengingat baru saja tadi diang kami
semuanya berkenalan. Hujan semakin deras, badai pun belum ada tanda-tanda akan
berhenti. Sepertiga malam sudah terlewati, udara semakin dingin tetapi semuanya
itu terusir oleh hangatnya kebersamaan kami yang seolah sudah menjadi keluarga,
canda dan tawa serta bercerita tentang pengalaman jalan-jalan ditempat yang
lain menjadikan malam semakin panjang. Icha, Ichal, Agus dan kak Achi
memutuskan untuk bermain domino, yang kalah harus berdiri, dan baru bisa duduk
apabila juara satu. Seru dan sangat seru, Ochan memutuskan untuk beristirahat
duluan, sementara saya, kak Jek, Ijo, Ogi dan Idha masih asyik dengan bahasan
kami yang tak jauh dari seputar jalan-jalan dan tempat-tempat liburan yang
keren. Kak Jek sudah pamit untuk beristirahat, akhirnya kami berlima sepakat
untuk beristirahat, meluruskan punggung. Jarum jam sudah menunjukkan pukul 1
dinihari, saya sudah tidak ingat persis kapan saya terlelap, tetapi sebelum
saya terlelap mereka berempat masih asyik main domino.
|
MENIKMATI SANTAP MALAM YANG SEDERHANA TETAPI ISTIMEWA |
Saya terbangun
ketika hari sudah mulai terang, meskipun matahari tidak mincul, tetapi hari
sudah mulai terang, yang lain masih tertidur, setelah saya keluar di teras,
ternyata Icha sudah bangun lebih duluan. Mengingat yang kak Achi ucapkan
kemarin bahwa kita harus pulang pagi-pagi pukul tujuh, akhirnya saya
membangunkan mereka satu persatu. Tak butuh waktu lama untuk membangunkan
mereka, setelah semuanya bangun dan berkemas, maka kami melanjutkan aktivitas
sarapan pagi dengan roti dan selai cokelat. Sebenarnya kami masih lapar, tetapi
rotinya sudah habis, maka saatnya untuk berpamitan kepada ibu istri Dg. Sahir
dan menuju dermaga karena Dg. Sahir beserta ABKnya sudah menunggu kami. Sesampainya
dermaga, kami langsung naik ke kapal, semuanya sudah mengambil posisi
nyaman di kapal, dan aktivitas tarik menarik jangkar sudah selesai, perlahan
kapal meninggalkan P. Badi, membawa kami kembali ke kota Makasar dengan
pengalaman baru, cerita baru dan teman baru yang kami dapatkan. Seperti saat
kami akan ke P. Badi, kami harus transit di P. Bone Tambung lagi untuk menjemput
warga yang akan beraktivitas di Kota Makassar. Setelah bersandar sekitar
stengah jam akhirnya kapal mulai membelah mengarungi perairan laut Makassar
yang agak kurang bersahabat. Tidak seperti kemarin, lautan agak berombak
dikarenakan angin yang bertiup kencang, sisa badai semalam. Setelah terombang-ambing
di tengah lautan Makassar kurang lebih 3 jam akhirnya Kapal milik Dg Sahir
bersandar di dermaga Paotere, dan kami satu persatu melangkahkan kaki menginjak
daratan Kota Makassar.
|
GRUFIE SEBELUM PULANG |
|
GRUFIE DI ATAS PERAHU (PERJALANAN PULANG) |
Kini kami
kembali ke Makassar, ke rumah masing-masing dengan selamat, dengan cerita,
pengalaman dan teman baru. Terima kasih Komunitas PAJAPPA Makassar, Terima kasih Kak Achi, Kak Jek, Ochan, Ijo, Agus, Ichal, Icha, Ogi dan Idha. Terima kasih masyarakat Pulau Badi pada umumnya dan keluarga Dg. Sahir khususnya. Hanya satu kata yang pantas saya ucapkan "ALHAMDULILLAHI
RABBIL ALAMIN”
|
SELFIE DI DERMAGA |
|
EM FIL FRIIIIIII |
|
AYEM VERI HEPPI |
ACHYIE SABANG
Gan, ada nmr tlpn untk sewa kapal gk?
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusBisa bagi nmornya dg. Sahir itu tdk?
BalasHapus