Saya
masih duduk manis di depan TV menyaksikan acara jalan-jalan yang disiarkan di
salah satu stasiun TV swasta nasional. Sahar menghampiri saya, menyuruh saya
siap-siap, “siap-siap mako, saya kira mauko ke Malino, maumi jam 9, pi mako
cepat mandi”. Saya segera mematikan TV dan beranjak menuju kamar mandi, hanya
butuh 3 menit untuk mandi, Sahar lalu menggantikan saya di kamar mandi. 10
menit berlalu. Kami berdua sudah siap dan motor sudah panas karena dipanasi
sedari tadi sebelum mandi. Sebelum kami berdua tancap gas, tak lupa
mempersiapkan semua perlengkapan yang kami butuh di lokasi, tongkat narsis,
kaca mata, topi, power bank, kabel data, dompet, handphone dan baju ganti. Sahar
sudah mengeluarkan motor biru kesayangannya dari Garasi. Saya masih di depan pintu
mengecek kembali semua perlengkapan yang kami butuh, dan semuanya sudah beres
dan lengkap, saya mengunci pintu rumah, kemudian mengunci pagar. Kami berdua
tancap gas menuju Antang, karena di sana kami janjian dengan Unyi dan Ari.
|
Assalamu Alaikum, Malino |
Jalanan
protokol Kota Makassar tidak terlalu ramai, mungkin karena hari Minggu, hanya
butuh 10 menit untuk tiba di depan gerbang masuk TPA Antang, disitu kami
singgah menunggu Unyi dan Ari. Menunggu mereka berdua lumayan bikin bete,
sekitar setengah jam akhirnya mereka berdua menampakkan batang hidungnya. Tak
perlu berlama-lama untuk melanjutkan perjalanan menuju ke Malino, kami berempat
tancap gas menuju Malino melalui jalur Samata. Unyi membonceng Ari dan Sahar
membonceng saya, kami berempat beriringan dengan Unyi dan Ari di depan, sahaar
mengikuti dan tak pernah mendahului mereka.
Memasuki
area Samata, mata kami dimanjakan dengan pemandangan yang menghijau di sisi
kiri dan kanan jalan. Sawah dan gunung merupakan suatu landscape yang tak
pernah ada matinya untuk memanjakan mata yang lelah memandang hutan beton dan
kemacetan kota setiah hari. Di sepanjang jalan tidak begitu banyak rumah,
lingkungan masih hijau, jalan sepi kendaraan dan polusi bisa dikatakan tidak
ada, sangat berbeda dengan kondisi kota Makassar. Beberapa kali kami menemui
warga yang lagi menjemur padi di halaman rumahnya, beberapa juga lagi menyiangi
sawah yang sedang ditanami padi. Tanpa terasa kami memasuki kawasan jalan rusak
dan penanjakan, itu pertanda jalur utama Sungguminasa - Malino sudah dekat. Setiap
pengendara menurunkan kecepatan kendaraannya, bahkan ada yang singgah jika
harus berpapasan dengan kendaraan dari arah berlawanan. Penanjakan dan jalan
yang sangat rusak membuat setiap pengendara harus ekstra hati-hati dalam
mengendalikan kendaraannya. Selepas jalan rusak kami langsung mendapatkan jalan
poros Malino – Sungguminasa. Karena tujuan kami adalah Malino, maka kami
mengikuti jalan poros tersebut. Pemandangan di sebelah kanan dan kiri sangat
mempesona, berupa danau bili-bili dan areal persawahan di kejauhan sana, dan
semua itu sungguh menakjubkan.
|
Menikmati sejuknya Hutan Pinus Malino |
Sekitar
satu stengah jam lebih, berkendara akhirnya kami tiba di gerbang selamat datang
Malino, kami singgah istirahat sejenak setelah gerbang tersebut dan tak lupa
berfoto ria. Perjalanan kembali kami lanjutkan menuju kawasan wisata hutan
pinus Malino dan hanya butuh waktu sekitar 5 menit untuk sampai. Sesampainya di
Malino hawa langsung berubah, menjadi sejuk meskipun mentari bersinar terang.
Suhu udara sekitar 19-21 derajat celcius, sangat sejuk.
|
Bercengkrama di hutan pinus Malino |
Karena
jalan yang berkelok-kelok dan rata-rata menanjak, ditambah kami hanya sarapan
air sebelum berangkat, sehingga perut kami minta untuk diisi. Kami memutuskan
untuk singgah makan siang di salah satu warung yang berjejer di depan kawasan
wisata hutan pinus tersebut. Menu yang ditawarkan rata-rataa sama, yaitu coto,
olahan mie instant, ketupat dan buras. Saya dan Sahar memesan mie instant rasa
soto, tetapi Sahar minta tambahan telur, Unyi memesan mie goreng sedangkan Ari
memesan coto. Tak berapa lama berselang pesanan kami datang, kami langsung
menikmati pesanan kami masing-masing, di temani ketupat daun pandan sebagai
pelengkap yang sangat harum aromanya.
|
GRUFIE dulu sebelum beranjak dari Hutan Pinus Malino |
Di
sini adalah tempat dimana menikmati mie instant paling enak, nomor dua adalah
di Bulu Dua Kabupaten Soppeng, dan terakhir di Kampus di Mace Norma di terminal
Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan.
Masing-masing kami menghabiskan dua ketupat. Meskipun kami sudah kenyang tetapi
kami masih tinggal sejenak untuk mengobrol. Sekitar stengah jam di warung
tersebut, selanjutnya kami menuju ke areal hutan pinus, yang sisa berjarak
puluhan meter dari lokasi tempat kami makan. Sebelum memasuki gerbang, kami di
wajibkan membayar tiket masuk, seharga Rp.3.000 per orang, dan untuk anak-anak
dikenakan Rp.2.000 per anak. Saya menyodorkan uang Rp.12.000 karena kami
berempat, dan kami diperbolehkan memasuki kawasan wisata hutan pinus tersebut.
Soal kesegaran udara tidak usah dipertanyakan, keindahan pemandangan sanggup
membuat anda berdecak kagum. Tempat ini sudah sangat ramai, karena memang hari sudah
siang, dan kebetulan bertepatan dengan hari Minggu sehingga wajar kalau lokasi
ini sangat ramai. Tampak beberapa rombongan sudah tiba duluan, dan ada juga
yang baru tiba setelah kami di lokasi ini. Para penyewa kuda tunggangan
menghampiri setiap rombongan yang datang, menawarkan jasa mengelilingi hutan
pinus menggunakan kuda. Saya lupa menanyakan sewa sekali naik kuda tersebut,
tetapi banyak wisatawan yang berminat dan tertarik untuk menggunakan jasa
mereka, terutama anak-anak.
|
Air Terjun Takapala yang mempesona |
Kami
berempat mencari lokasi yang agak sepi pengunjungnya, agar kami bisa lebih
menikmati suasananya. Akhirnya kami memilih di bagian agak belakang untuk duduk
bercengkrama dan tak lupa mengabadikan gambar diri kami. Tongsis dari tadi tak
pernah lepas dari tangan kami. Untungnya tongsis di Indonesia tidak dilarang,
sehingga kami bisa dengan bebas berekspresi tanpa harus kucing-kucingan atau
takut kedapatan. Karena suasana yang tidak terlalu ramai, sehingga kami bisa
bercengkrama dan mengambil gambar dengan leluasa tanpa harus menjadi perhatian
orang yang lalu-lalang. Kawasan wisata hutan pinus sangat ramai, beberapa
rombongan anak sekolahan yang menggunakan bus besar, dan beberapa juga
rombongan keluarga lainnya serta muda-mudi yang menggunakan kendaraan roda dua
semuanya tumpah ruah memadati kawasan wisata hutan pinus. Tempat ini menjadi
icon wisata favorit di Malino, rasanya tak lengkap ke Malino jika tak
mengunjungi kawasan wisata hutan pinus ini.
|
saya |
Malino,
merupakan sebuah kelurahan yang terletak di Kecamatan Tinggi Moncong, Kabupaten
Gowa. Berjarak sekitar 77 Km dari kota Makassar, ibukota provinsi Sulawesi
Selatan dan 63 KM dari kota Sungguminasa ibukota Kabupaten Gowa, menjadikan
Malino merupakan kawasan wisata favorit warga Makassar dan sekitar Kabupaten
Gowa, bahkan di Sulawesi Selatan. Membutuhkan waktu sekitar 1 ½ - 2 jam dari
kota Makassar dan kota Sungguminasa, tergantung bagaimana kita mengatur laju
kendaraan yang kita kemudikan. Jarak
yang tidak begitu jauh, bermacam-macam destinasi wisata, harga karcis masuk
yang terjangkau, masyarakat lokal yang
ramah dan suhu udara yang sangat sejuk membuat Malino menjadi destinasi favorit
liburan keluarga atau liburan bersama teman-teman.
|
Keindahan yang maha Sempurna, sempurnanya hidupku |
Puas
menikmati suasana hijau dan sejuknya kawasan wisata hutan pinus, kami berempat
beranjak menuju salah satu air terjun yang ada di sekitaran Malino juga. Air Terjun Takapala. Letak air terjun ini saya
lupa apa nama kelurahannya, tetapi masih di kawasan Malino, kira-kira berjarak
kurang lebih 8KM dari kawasan hutan pinus. Untuk menuju air terjun ini, harus
mengambil arah balik menuju kota Makassar, mungkin sekitaran 3 atau 4KM dari
hutan pinus. Jalan masuknya terletak di dekat kantor kelurahan Malino, masuk
kurang lebih 4KM ke dalam, dengan kondisi jalan yang agak rusak, sempit,
pendakian dan penurunan serta berkelok-kelok. Menuju ke air terjun Takapala,
lebih efisien jika menggunakan kendaraan roda dua, tetapi jangan khawatir
kendaraan roda 4 pun bisa sampai, namun harus ekstra hati-hati karena jalan
sempit, rusak, pendakian dan penurunan serta jurang yang dipinggir jalan. Mata
kita akan dimanjakan dengan landscape berupa hamparan sawah yang membentang
menghijau, bertingkat-tingkat membuat perjalanan yang menguras tenaga ini
seolah terbayar.
|
Grufie bersama Sahabat |
Sekitar
stengah jam berkendara akhirnya kami menemukan marka yang menunjukkan bahwa Air
Terjun Takapala sudah dekat, sekitaran 200 meter lagi. Unyi memasuki jalan
kecil yang sangat sempit dan hanya berupa pengerasan, Sahar pun mengikut.
Sebelum masuk, kami harus membayar karcis, lagi-lagi hanya Rp.3.000 per orang
yang kami harus bayar, harga yang sangat-sangat murah. Setelah merogoh kocek
dan menyerahkan uang pas, kami berempat melanjutkan perjalanan. Takapala sudah
kelihatan dari jarak 100 meter. Subhanallah, sangat indah. Kami singgah untuk
mengambil gambar. Tak cukup kata untuk mendeskripsikan keindahan ciptaan sang
Khalik. Puas berfoto, saatnya mlanjutkan perjalanan menuju lokasi parkir. Sudah
tampak beberapa kendaraan roda 4 dan puluhan kendaraan roda 2. Seorang juru
parkir mengarahkan kami untuk memarkir kendaraan kami di samping kendaraan roda
dua yang sedari tadi dititip oleh pemiliknya. Selanjutnya kami menuju ke air
terjunnya. Untuk sampai ke lokasi air terjun, kami harus menaiki beberapa anak
tangga yang kiri kanannya rumah warga. Ramainya pengunjung di hari libur
dimanfaatkan oleh warga sekitar untuk menambah pundi-pundi rupiah. Mereka
membuka warung-warung kecil yang menyediakan berbagai macam gorengan hangat,
minuman dingin, ataupun minuman panas.
|
jangan takut di bawah, ada keindahan yang bisa dirasakan hanya jika berada di bawah |
Berada
di dekat air terjun seperti kita sedang main-main hujan, hujannya sangat deras.
Hal ini dikarenakan oleh tampias air, yang jatuh dari ketinggian sekitar 30
meter, kecepatan angin yang lumayan tinggi membuat butiran-butiran air ikut
terbawa angin dan membasahi daerah sekitar air terjun. Angin yang cukup kencang
mengakibatkan hujan lokal yang deras, mengharuskan kami berteduh. Kami memilih
sebuah warung kecil yang menyediakan gorengan plus tempat duduk untuk menikmati
gorengan tersebut. Kami berempat menikmati gorengan hangat sekaligus minuman
yang kami beli di kota malino tadi. Perkiraan kami tidak ada penjual, nyatanya
disini banyak penjual. Menikmati gorengan hangat dengan latar pemandangan air
terjun, rasanya itu.. hmmmm perfectoshhhhhh. Sekitar stengah jam dengan obrolan
ringan, sambil bertanya-tanya kepada ibu pemilik warung, akhirnya hujan lokal
agak redah. Saatnya mengambil gambar. Tampak di sekitar kami pengunjung sudah
ramai, ada rombongan keluarga, tetapi kebanyakan anak muda bersama teman-teman
mereka, termasuk kami juga. Tak perduli lelaki perempuan, tua dan muda semuanya
senang dan kagum menikmati keindahan ciptaan Tuhan sang maha Sempurna. Mereka
semua asik mengambil foto dengan latar air terjun yang indah ini. Yah lumayan
buat dipasang di path, twitter, instagram, facebook dan dijadikan DP BBM,
hehehehe, tanpa terkecuali kami berempat. Saya, Sahar dan Unyi nekat turun di sungai,
dekat kolam air terjun tersebut, dengan kehati-hatian yang sangat ekstra
akhirnya Sahar dan Unyi sampai di bongkahan batu yang sangat besar di pinggir
kolam besar air terjun tersebut. Saya juga ingin naik di bongkahan tersebut,
tetapi Sahar dan Unyi melarang saya, sangat licin dan harus manjat, takutnya
mereka saya jatuh. Senang sekali memiliki dua sahabat seperti mereka, yang bisa
diajak gila dan juga peduli. Berdiri dipinggir kolam air terjun ini serasa
hujan badai, semua badan basah sebasah-basahnya. Tetapi semuanya terbayar
dengan keindahan yang kami jumpai. Sudah puas, sudah lelah, sudah sore, saatnya
kita pulang.
|
Happy Holiday With Happy People |
Setelah
menyelesaikan pembayaran pada ibu pemilik warung, dan berterima kasih, kami
berempat pamit untuk kembali ke Makassar. Jam digital di tablet saya
menunjukkan pukul 16.09 sore, kami berempat kembali menaiki kendaraan kami
masing-masing, Unyi membonceng Arie, dan Sahar membonceng saya. Perjalanan
pulang masih diwarnai dengan pemandangan alam yang memanjakan mata. Setelah
berkendara selama dua jam, akhirnya kami tiba kembali dengan selamat di
Makassar.
|
Unyi |
|
Sahar, salah satu sahabat terbaikku |
|
Sempurna |
Terima
kasihku kepada : Allah SWT, Tuhanku sang Maha Indah yang sangat mencintai
keindahan. Orang Tuaku yang menjadikanku wujud nyata sehingga bisa melihat
indahnya dunia. Indonesiaku, surga yang nyata di kehudupan nyata. Sahabatku,
Sahar. Unyi dan Arie, tanpa kalian apa arti perjalanan ini, love you.
Pahlawanku, tanpa mereka, mungkin Indonesia masih dijajah, sehingga tidak bisa
bebas menikmati keindahan Indonesia. Warga Malino, atas keramahannya, kesadaran
dan kepeduliannya untuk tetap menjaga kindahan dan kelestarian lingkungannya.
Thank you so much.
Makassar,
Maret 2015. Sampai jumpa di cerita selanjutnya.
Achyie
Sabang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar