Sabtu, 13 September 2014

Pantai Ujung Timur Kabupaten Jeneponto: My Life Is My Journey

Pantai Ujung Timur Kabupaten Jeneponto: My Life Is My Journey

Hari Jumat, tanggal 12 September 2014. Di Kota bantaeng depan kantor Bupati Kabupaten Bantaeng. Matahari bersinar terik, karena memang sudah memasuki musim kemarau untuk Wilayah Indonesia. Namun teriknya matahari tak terasa, melainkan sangat sejuk, hal ini dikarenakan oleh banyaknya pepohonan rindang di kota Bantaeng. Saya lihat jam di handphone saya masih menunjukkan pukul 13 lebih 45 menit. Kalau saya langsung balik ke Makassar, mungkin sore baru sampai, setelah saya menimbang-nimbanag sejenak, saya memutuskan untuk tidak langsung balik ke Makassar. saya ingin jalan-jalan dulu. Pilihan saya yaitu Pantai Seruni Bantaeng atau Pantai Ujung Timur Jeneponto. 
Pantai Ujung Timur, Kabupaten Jeneponto

Pantai Ujung Timur, Kabupaten Jeneponto


Saya masih diliputi kebimbangan, tiba-tiba sebuah minibus berwarna merah berhenti di depan saya, saya kurang mendengar apa yang diucapkan sopirnya, saya hanya refleks bertanya, “Jeneponto yah pak?” pak sopir mengiyakan, saya naik dan duduk di depan di samping pak sopir yang sedang mengemudikan mobil. Hahaha. “Pak, saya mau turun di Pantai Ujung Timur, yang pantai pinggir jalan yang banyak pohon kelapanya yang ada gazebo-gazebonya” ucapku. “Itu Tino, Pak” “saya kurang tahu juga pak, saya Cuma taunya pantai Ujung Timur, Pak”. Kami berbincang-bincang, sehingga perjalanan kurang lebih 20 menit tak terasa. Minibus merah ini berhenti tepat di Pantai Ujung Timur. Tempat yang slama ini hanya bisa saya lihat jika lewat dan juga melalui internet di blog orang.  Saya turun, dan ternyata saya penumpang terakhir, saya sodorkan uang Rp 20.000, dan dikembalikna Rp 10.000. Setelah mengucapkan terima kasih, saya langsung menuju ke gazebo yang kosong, namun masih ada bekas batok kelapa yang tertinggal, pertanda tempat ini baru-baru saja ditinggalkan oleh pengunjung yang lain. 
Selfie Dulu dengan latar pohon kelapa, ciri khas Pantai Ujung Timur
Setelah meletakkan tas saya di gazebo tersebut, saya menghampiri kios kecil yang terbuat dari bambu dan atapnya dari daun kelapa yang dibentuk sedemikian rupa, saya kurang tahu apa namanya. Kios ini dijaga oleh seorang bapak paruh baya, mungkin umurnya sekitar 40tahunan, dan seorang anak laki berusia belasan. Saya memilih yang alami tanpa campuran es dan sebagainya. Sembari bapak tersebut menyediakan pesanan saya, saya minta izin untuk mencarger tablet saya yang baterainya sudah hampir habis. Saya menuju gazebo yang ada di dekat kios tadi. Gazebonya juga terbuat dari bambu dan beratapkan daun kelapa yang dianyam. Anginnya sangat kencang, baju saya terbang-terbang. Anak lelaki tadi datang membawa pesanan saya. Saya mencicipi pesanan saya, dan air kelapanya sangat segar. Sangat pas untuk membasahi tenggorokan saya. Menikmati kelapa muda denga hembusan angin yang lumayan kencang, di bawa pohon kelapa di Pinggir pantai dengan latar suara deburan ombak dan suara dedaunan yang bergesekan tertiup angin, itu Rasanya Damai dan Tentram banget. 
Selfie sambil Menikmati belaian Angin laut Jeneponto
Kira-kira sejam lebih saya disini, beberapa pengunjung lain datang, rata-rata dari Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Bulukumba. Saya pikir baterai tablet saya sudah lumayan dan bisa digunakan untuk berfoto-foto.  Saya mengambil tablet saya di kios untuk berfoto-foto. Di tengah keseruan saya berfoto, saya melihat seorang nenek dengan pakaian yang lusuh sambil membawa ember yang juga kondsinya sudah pecah-pecah bagian atasnya menyusuri garis pantai Pantai Ujung Timur. Saya menghampiri nenek tersebut, “Nek, apa ki boya?” (Nek, Apa yang dicari?*bahasa Makassar) “Rumpu’ lau’, Nak” (Rumput Laut, Nak) jawab nenek tersebut. Sekilas tidak tampak adanya rumput laut di  pinggir pantai tersebut. Yang ada hanya batok kelapa dan sampah-sampah lainnya. Saya meletakkan tablet saya di gazebo, kemudian kembali menemani nenk tersebut. Karena penasaran saya ikut juga mencari, ternyata memang ada ukurannya kecil-kecil dan pendek. Mencarinya harus dengan teliti, karena berbaur dengan lumut dan ampah lainnya. 
Menikmati Kelapa Muda segar di Pantai Ujung Timur


Menikmati Kelapa Muda Segar di Pantai Ujung Timur


Menikmati Kelapa Muda segar di pinggir Pantai Ujung Timur
dengan suara deburan ombak yang bersahutan


Saking asiknya menemani nenek mencari rumput laut yang terbawa oleh ombak, tak terasa ember nenek sudah penuh. Sayang saya lupa menanyakan nama nenek tersebut siapa. Nenek pun pamit pulang karena embernya sudah penuh dan sudah masuk waktu Ashar. Saya sempat termenung mendengar kata-kata nenek yang pamit untuk pulang karena mau sholat. Nenek yang usianya segini saja dengan pekerjaan yang berat masih ingat sholat tepat waktu. Dibanding saya yang masih fit, kerjaan Cuma duduk manis dibelakng meja, hanya mampu untuk sholat Jumat sekali seminggu. Ya Allah murahkanlah rezeki dan berikanlah kesehatan kepada Nenek tersebut. 
Nenek, Pencari Rumput Laut di Pantai Ujung Timur
Oh iya yah, hampir lupa, Pantai Ujung Timur merupakan salah satu Pantai di Desa Tino, Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan. Berjarak sekitar  120 Kilometer sebelah Tenggara dari Kota Makassar. sekitar 50 Kilometer sebelah timur ibukota Kabupaten Jeneponto, dan 11 Kilometer sebelah barat Kota Bantaeng Kabupaten Bantaeng. Pantai Ujung Timur terletak dipinngir jalan Poros Trans Sulawesi Bagian Selatan yang menghubungkan antara Kota Makassar dan Kota-kota di Selatan Sulawesi seperti kota Bantaeng, Kota Bulukumba dan Kota Sinjai.
Pantai Ujung Timur yang  dipenuhi sampah
Sepulang nenek ke rumahnya, saya segera menuju gazebo tempat saya meletakkan tas, sepatu dan tablet saya. Saya cek jam melalu Tablet, ternyata sudah hampir stengah 4 sore. Tanpa pikir panjang saya langsung memesan kembali 1 Kelapa muda yang rasa gula merah. Tidak begitu lama pesanan saya datang, diantarkan oleh istri si bapak tadi. Setelah saya buka, ternyata yang rasa gula merah dan rasa alami beda penyajiannya, yang alami yah betul-betul alami, daging buahnya kita yang kerok sendiri. Sementara yang rasa gulah merah daging buahnya sudah dikerok, dan sudah pasti bercampur dengan campuran susu dan gulah merah. Hmmmm nikmat sekali. Di sini, kelapa mudanya ada 3 pilihan rasa, yang pertama rasa original atau alami, yang kedua rasa gula merah dan yang ketiga rasa sirup DHT. Semuanya mantap. Karena saya lagi batuk, maka saya pesan yang tidak pakai es saja. Sudah puas menikmati Pantai Ujung Timur dengan panorama pantainya sambil menikmati kelapa muda segar saatnya berkemas untuk pulang. Namun ada hal yang sangat saya sayangkan, karena pantainya sangat kotor, banyak sampah dan bato-batok kelapanya dibuang di pantai, makanya kelihatan kotor. 
KELAPA MUDA RASA ALAMI (ORIGINAL)


KELAPA MUDA RASA GULA MERAH


KELAPA MUDA RASA SIRUP DHT


Saatnya untuk membayar dan mengambil kabel carger saya yang masih tercolok, saya menanyakan berapa yang harus saya bayar, ternyata yang harus saya bayar Cuma 17.000 rupiah. Saya sempat kaget, Waaaww murah sekali. Sebelum pulang saya sempat cerita dengan ibu dan bapak yang punya kios, saya bilang bahwa saya tahu tempat ini dari internet, bapak tersebut jadi lebih antusias bercerita dengan saya, “ooh jadi kita sudah lamami kenal saya melalui dunia maya di’?” (oh jadi anda sudah lama kenal saya melalui dunia maya yah?) *dengan logat khas orang Sulawesi Selatan. Belakanang saya ketahui kalo bapak tersebut bernama Pak SABDA NATA, tetapi saya lupa bertanya namanya istrinya. Dari perkenalan singkat inilah saya tahu kalau pohon kelapa-kelapa ini ternyata meruapakan peninggalan kakek ak Sabda sekitar 20 tahun yang lalu. Usaha penjualana kelapa mudanya ini dia rintis dari tahun 2011. Sebelumnya pak Sabda pernah kerja di makassar di sebuah perusahaan Meubel di jalan Sungai Saddang Baru. Dari cerita-cerita lepas inilah saya sampaikan keprihatinan saya mengenai pantainya yang kotor, pak Sabda menimpali dengan senyum khasnya,”susah jika sekarang dek, karena sampah-sampah itu bawaan dari atas, aangin bertiup dari atas, biasa saya bersihkan pagi-pagi, lalu sekitaran pukul 9 pagi sudah penuh kembali” tutur pak Sabda. “kalau mauki bagus, bersih sama jernih airnya, bulan-bulan sepuluhpi atau bulan sebelas, pasti bersih, anginnya juga ndag kencangmi, anginnya sepoi-sepoi” imbuh istri pak Sabda. Tanpa pak Sabda ketahui, saya juga mencari blog yang pernah saya baca tentang tempat ini, setelah berusaha dengan susah payah akhirnya blog tersebut terbuka. Dan alangkah senangnya mereka melihat fotonya di Internet, istri pak Sabda sangat girang, katanya itu waktu awal mereka merintis usahanya. Pantai Ujung Timur inipun julukannya dari pak Sabda. Seketika suasana jadi sangat hangat. Saya pun  menjadi semakin akrab dengan mereka. Saya masih ditahan sama pak Sabda untuk tinggal cerita-cerita. Tetapi karena hari sudah semakin tua, maka saya harus beranjak untuk kembali ke Makassar, “pak, bu, pulammaka dulu, doakan maka di terima di bantaeng supaya bolak balikka’, semoga bisajaki berjumpa di lain hari pak, ibu.” (Pak, Bu, saya pulang dulu, doakan saya semoga di terima di Bantaeng, supaya saya bisa bolak-balik kesini lagi, semoga kita bisa berjumpa di lain hari yah pak, Bu). Dengan senyum lebar mereka mengantarkan saya ke pinggir jalan untuk menunggu mobil menuju Makassar. tidak seberapa lama sebuah mobil panter singgah, setelah menanyakan tujuan Mobil tersebut, saya langsung naik ke Mobil tersebut. Pukul 8 malam saya tiba dengan selamat di terminal mallengkeri kota Makassar. saatnya pulang kerumah Aswan untuk istirahat. 
Bersama Pak Sabda sang Seniman Kelapa Muda di Pantai Ujung Timur, Jeneponto


Bersama dengan Istri pak Sabda (tengah) di kiosnya, tempat meracik pesanan pengunjung
Alhamdulillahi rabbil Aalamin, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Hari ini perjalanan saya sangat mengesankan. Travelling sendiri juga ternyata mengasyikkan.

Sebelum terlelap saya kembali tersenyum, tersenyum bahagia karena berkenalan dengan orang-orang yang baru yang mengasyikkan. Dan tak lupa saya mengucap syukur dan terima kasih kepada Allah SWT, Tuhan saya. Terima kasihku juga untuk Indonesiaku yang sangat Indah ini, kepada orang tuaku yang melahirkanku di bumi Indonesia ini. Kepada para Pahlawanku yang rela berkorban harta jiwa dan raga untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari para penjajah. Dan terakhir terima kasihku untuk Pak SABDA NATA dan keluarga atas kehangatan dan keramahannya, semoga usahanya sukses, dan semoga kita bisa berjumpa kembali di lain hari.


Achyie Sabang

Tidak ada komentar:

Posting Komentar