Selasa, 27 Maret 2012

Sekilas Tentang Kayu Bitti (Vitex Cofassus) atau New Guinea Teak


A.      Kayu Bitti
1.    Deskripsi
                        Kayu Bitti atau Gufasa (Vitex Cofassus) yang merupakan flora identitas Provinsi Gorontalo ini memiliki sifat dan kegunaan yang hampir mirip dengan kayu Jati (Tectona Grandis). Khusus untuk kawasan timur Indonesia, kayu ini sudah cukup melegenda. Hal ini disebabkan karena kayu jenis ini memiliki serat yang rapat dan tidak disukai oleh rayap. Kayu Bitti bisa tumbuh dengan tinggi mencapai 40 hingga45 meter dan biasanya tanpa banir. Diameter batang dapat mencapai 80 hingga 130 cm, beralur dalam dan jelas, kayunya padat dan berwarna kepucatan. Kayunya tergolong sedang hingga berat, kuat, tahan lama dan tidak mengadung silika. Daun yang bersilangan dengan atau tanpa bulu halus di sisi bawahnya. Susunan bunga terminal, merupakan bunga berkelamin ganda, dimana helai kelopaknya bersatu pada bagian dasar membentuk mangkuk kecil, sedangkan mahkotanya bersatu pada bagian dasar yang bercuping 5 tidak teratur. Mahkotanya berwarna putih keunguan, terdapat tangkai dan kepala sari di dalam rongga mahkota, bakal buah terletak di atas dasar bunga.
                 Buahnya berdaging, berwarna hijau ketika masih muda dan ungu tua saat sedang masak. Ukurannya biasanya berdiameter kira- 5 hingga 12 mm, dengan berat 0,3-1,5 gram. Dalam setiap buahnya biasanya terdapat 1 sampai 4 biji di dalamnya. Biji atau benihnya berbentuk bulat telur, sangat kecil, dalam satu kilogram biasanya berisi hampir 11.000 biji, berwarna coklat pucat kehitaman(Bayu A. Turuska,2010).     
                 Menurut Whitmore dkk (1989) kayu bitti diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom                      : Plantae
Divisio                         : Spermatophyta
Class                            : Angiospermae
Ordo                            : Tubiflorae
Famili                          : Verbenaceae
Genus                          : Vitex
Species                        : Vitex Cofassus Reinw.
                 Di Pulau Sulawesi marga bitti yang paling banyak ditemukan yaitu spesies Vitex Cofassus Reinw., Vitex Celebica, dan Vitex Pubescens. Bitti memiliki nama tersendiri di masing-masing daerah. Di Jawa dikenal dengan nama Gandaria, atau Jatake; di Gayo dikenal dengan nama Remein; suku Dayak Ngaju mengenalnya dengan nama Barania; di tanah Minangkabau orang menyebutnya Dandoriah; Wates untuk daerah Sulawesi Utara, dan di Tanah Gorontalo dikenal dengan nama Wolato' sedangkan di Papua Nugini dan Kepulauan Solomon dikenal dengan nama New Guinea Teak atau Jati Nugini. Terkhusus di daerah Sulawesi Selatan dikenal dengan nama Kalawasa, Rappo-Rappo Kebo’, Buwa Malawe, Katondeng dan Aju Bitti. Secara umum bitti di Indonesia dikenal dengan nama Gofasa, Bitti, Bitum, Biti atau Bana (Bayu A. Turuska,2010).
2.    Penyebaran Dan Habitat
Kayu Bitti tersebar di Kepulauan Bismarck, Papua Nugini, Pulau Salomon, Philipina, dan indonesia kawasan timur yamg meliputi Sulawesi, Maluku dan Papua. Di Sulawesi Selatan tersebar di Kabupaten Bone, Enrekang, Luwu, Barru, Jeneponto, Bantaeng, Soppeeng, Sidrap, Bulukumba dan Selayar. Pada umumnya tanaman Bitti tumbuh sebagai pohon pohon kodominan di hutan dataran rendah. Jenis ini masih bisa ditemukan di daerah dengan ketinggian 2.000 mdpl, namun peretumbuhannya lebih bagus jika ditanam di daerah di bawah ketiggian 800mdpl . Vitex Cofassus memerlukan pencahayaan yang penuh. Pada musim kemarau spesies ini menggugurkan daunnya
Bitti tumbuh pada berbagai tingkat kesuburan tanah, mulai dari tanah yang kering, dengan tekstur liat sampai liat berpasir, berbatu, berkapur, dan tandus. Tersebar di daerah yang memiliki usim basah dan musim kering yang nyata. Terkhusus di Kabupaten Bulukumba, Bitti dibudidayakan secara meluas untuk hutan rakyat(Bayu A.Turuska).
3.    Pemanfaatan
Seiring semakin berkurangnya Jati (Tectona Grandis) dan harganaya di pasaran yang semakin meroket, maka masyarakat mulai mencari alternatif lain yang mudah di jangkau dan gampang diperoleh. Karena kayu Bitti memiliki sifat yang mirip dengan Jati yaitu memiliki daya tahan yang kuat, lentur dan tahn terhadap rayak, sehingga kayu Bitti di peroleh sebagai alternatif yang tepat. Di kalangan masyarakat luas kayu Bitti dijadikan sebagai bahan baku untuk konstruksi rumah, baik berupa papan maupun balok atau kuseng, di gunakan dalam industri pembuatan kapal dan perahu, karena memiliki daya tahan di dalam air. Sedangkan untuk industri meubel seperti pembuatan lemari, meja, kursi dan lain sebagainya, kayu Bitti di pilih karena memiliki tekstur yang baik dan tahan terhadap rayap. Tidak jarang pula kayu ini dibuat tangga, jembatan, ukiran, bahkan di Kepulauan Solomon, Bitti digunakan sebagai bahan baku untuk membuat gendang yang besar yang mereka namanakan Gundu. Selain itu Kayu Bitti juga merupakan komuditas expor utama dari Sulawesi, Papua Nugini dan Kepulauan Solomon dengan tujuan ke Jepang.  

sumber : 
7.Studi Pustaka di Perpustakaan Umum Universitas Hasanuddin Makassar. Sul-Sel