Sabtu, 13 September 2014

Pantai Ujung Timur Kabupaten Jeneponto: My Life Is My Journey

Pantai Ujung Timur Kabupaten Jeneponto: My Life Is My Journey

Hari Jumat, tanggal 12 September 2014. Di Kota bantaeng depan kantor Bupati Kabupaten Bantaeng. Matahari bersinar terik, karena memang sudah memasuki musim kemarau untuk Wilayah Indonesia. Namun teriknya matahari tak terasa, melainkan sangat sejuk, hal ini dikarenakan oleh banyaknya pepohonan rindang di kota Bantaeng. Saya lihat jam di handphone saya masih menunjukkan pukul 13 lebih 45 menit. Kalau saya langsung balik ke Makassar, mungkin sore baru sampai, setelah saya menimbang-nimbanag sejenak, saya memutuskan untuk tidak langsung balik ke Makassar. saya ingin jalan-jalan dulu. Pilihan saya yaitu Pantai Seruni Bantaeng atau Pantai Ujung Timur Jeneponto. 
Pantai Ujung Timur, Kabupaten Jeneponto

Pantai Ujung Timur, Kabupaten Jeneponto


Saya masih diliputi kebimbangan, tiba-tiba sebuah minibus berwarna merah berhenti di depan saya, saya kurang mendengar apa yang diucapkan sopirnya, saya hanya refleks bertanya, “Jeneponto yah pak?” pak sopir mengiyakan, saya naik dan duduk di depan di samping pak sopir yang sedang mengemudikan mobil. Hahaha. “Pak, saya mau turun di Pantai Ujung Timur, yang pantai pinggir jalan yang banyak pohon kelapanya yang ada gazebo-gazebonya” ucapku. “Itu Tino, Pak” “saya kurang tahu juga pak, saya Cuma taunya pantai Ujung Timur, Pak”. Kami berbincang-bincang, sehingga perjalanan kurang lebih 20 menit tak terasa. Minibus merah ini berhenti tepat di Pantai Ujung Timur. Tempat yang slama ini hanya bisa saya lihat jika lewat dan juga melalui internet di blog orang.  Saya turun, dan ternyata saya penumpang terakhir, saya sodorkan uang Rp 20.000, dan dikembalikna Rp 10.000. Setelah mengucapkan terima kasih, saya langsung menuju ke gazebo yang kosong, namun masih ada bekas batok kelapa yang tertinggal, pertanda tempat ini baru-baru saja ditinggalkan oleh pengunjung yang lain. 
Selfie Dulu dengan latar pohon kelapa, ciri khas Pantai Ujung Timur
Setelah meletakkan tas saya di gazebo tersebut, saya menghampiri kios kecil yang terbuat dari bambu dan atapnya dari daun kelapa yang dibentuk sedemikian rupa, saya kurang tahu apa namanya. Kios ini dijaga oleh seorang bapak paruh baya, mungkin umurnya sekitar 40tahunan, dan seorang anak laki berusia belasan. Saya memilih yang alami tanpa campuran es dan sebagainya. Sembari bapak tersebut menyediakan pesanan saya, saya minta izin untuk mencarger tablet saya yang baterainya sudah hampir habis. Saya menuju gazebo yang ada di dekat kios tadi. Gazebonya juga terbuat dari bambu dan beratapkan daun kelapa yang dianyam. Anginnya sangat kencang, baju saya terbang-terbang. Anak lelaki tadi datang membawa pesanan saya. Saya mencicipi pesanan saya, dan air kelapanya sangat segar. Sangat pas untuk membasahi tenggorokan saya. Menikmati kelapa muda denga hembusan angin yang lumayan kencang, di bawa pohon kelapa di Pinggir pantai dengan latar suara deburan ombak dan suara dedaunan yang bergesekan tertiup angin, itu Rasanya Damai dan Tentram banget. 
Selfie sambil Menikmati belaian Angin laut Jeneponto
Kira-kira sejam lebih saya disini, beberapa pengunjung lain datang, rata-rata dari Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Bulukumba. Saya pikir baterai tablet saya sudah lumayan dan bisa digunakan untuk berfoto-foto.  Saya mengambil tablet saya di kios untuk berfoto-foto. Di tengah keseruan saya berfoto, saya melihat seorang nenek dengan pakaian yang lusuh sambil membawa ember yang juga kondsinya sudah pecah-pecah bagian atasnya menyusuri garis pantai Pantai Ujung Timur. Saya menghampiri nenek tersebut, “Nek, apa ki boya?” (Nek, Apa yang dicari?*bahasa Makassar) “Rumpu’ lau’, Nak” (Rumput Laut, Nak) jawab nenek tersebut. Sekilas tidak tampak adanya rumput laut di  pinggir pantai tersebut. Yang ada hanya batok kelapa dan sampah-sampah lainnya. Saya meletakkan tablet saya di gazebo, kemudian kembali menemani nenk tersebut. Karena penasaran saya ikut juga mencari, ternyata memang ada ukurannya kecil-kecil dan pendek. Mencarinya harus dengan teliti, karena berbaur dengan lumut dan ampah lainnya. 
Menikmati Kelapa Muda segar di Pantai Ujung Timur


Menikmati Kelapa Muda Segar di Pantai Ujung Timur


Menikmati Kelapa Muda segar di pinggir Pantai Ujung Timur
dengan suara deburan ombak yang bersahutan


Saking asiknya menemani nenek mencari rumput laut yang terbawa oleh ombak, tak terasa ember nenek sudah penuh. Sayang saya lupa menanyakan nama nenek tersebut siapa. Nenek pun pamit pulang karena embernya sudah penuh dan sudah masuk waktu Ashar. Saya sempat termenung mendengar kata-kata nenek yang pamit untuk pulang karena mau sholat. Nenek yang usianya segini saja dengan pekerjaan yang berat masih ingat sholat tepat waktu. Dibanding saya yang masih fit, kerjaan Cuma duduk manis dibelakng meja, hanya mampu untuk sholat Jumat sekali seminggu. Ya Allah murahkanlah rezeki dan berikanlah kesehatan kepada Nenek tersebut. 
Nenek, Pencari Rumput Laut di Pantai Ujung Timur
Oh iya yah, hampir lupa, Pantai Ujung Timur merupakan salah satu Pantai di Desa Tino, Kecamatan Tarowang Kabupaten Jeneponto, Provinsi Sulawesi Selatan. Berjarak sekitar  120 Kilometer sebelah Tenggara dari Kota Makassar. sekitar 50 Kilometer sebelah timur ibukota Kabupaten Jeneponto, dan 11 Kilometer sebelah barat Kota Bantaeng Kabupaten Bantaeng. Pantai Ujung Timur terletak dipinngir jalan Poros Trans Sulawesi Bagian Selatan yang menghubungkan antara Kota Makassar dan Kota-kota di Selatan Sulawesi seperti kota Bantaeng, Kota Bulukumba dan Kota Sinjai.
Pantai Ujung Timur yang  dipenuhi sampah
Sepulang nenek ke rumahnya, saya segera menuju gazebo tempat saya meletakkan tas, sepatu dan tablet saya. Saya cek jam melalu Tablet, ternyata sudah hampir stengah 4 sore. Tanpa pikir panjang saya langsung memesan kembali 1 Kelapa muda yang rasa gula merah. Tidak begitu lama pesanan saya datang, diantarkan oleh istri si bapak tadi. Setelah saya buka, ternyata yang rasa gula merah dan rasa alami beda penyajiannya, yang alami yah betul-betul alami, daging buahnya kita yang kerok sendiri. Sementara yang rasa gulah merah daging buahnya sudah dikerok, dan sudah pasti bercampur dengan campuran susu dan gulah merah. Hmmmm nikmat sekali. Di sini, kelapa mudanya ada 3 pilihan rasa, yang pertama rasa original atau alami, yang kedua rasa gula merah dan yang ketiga rasa sirup DHT. Semuanya mantap. Karena saya lagi batuk, maka saya pesan yang tidak pakai es saja. Sudah puas menikmati Pantai Ujung Timur dengan panorama pantainya sambil menikmati kelapa muda segar saatnya berkemas untuk pulang. Namun ada hal yang sangat saya sayangkan, karena pantainya sangat kotor, banyak sampah dan bato-batok kelapanya dibuang di pantai, makanya kelihatan kotor. 
KELAPA MUDA RASA ALAMI (ORIGINAL)


KELAPA MUDA RASA GULA MERAH


KELAPA MUDA RASA SIRUP DHT


Saatnya untuk membayar dan mengambil kabel carger saya yang masih tercolok, saya menanyakan berapa yang harus saya bayar, ternyata yang harus saya bayar Cuma 17.000 rupiah. Saya sempat kaget, Waaaww murah sekali. Sebelum pulang saya sempat cerita dengan ibu dan bapak yang punya kios, saya bilang bahwa saya tahu tempat ini dari internet, bapak tersebut jadi lebih antusias bercerita dengan saya, “ooh jadi kita sudah lamami kenal saya melalui dunia maya di’?” (oh jadi anda sudah lama kenal saya melalui dunia maya yah?) *dengan logat khas orang Sulawesi Selatan. Belakanang saya ketahui kalo bapak tersebut bernama Pak SABDA NATA, tetapi saya lupa bertanya namanya istrinya. Dari perkenalan singkat inilah saya tahu kalau pohon kelapa-kelapa ini ternyata meruapakan peninggalan kakek ak Sabda sekitar 20 tahun yang lalu. Usaha penjualana kelapa mudanya ini dia rintis dari tahun 2011. Sebelumnya pak Sabda pernah kerja di makassar di sebuah perusahaan Meubel di jalan Sungai Saddang Baru. Dari cerita-cerita lepas inilah saya sampaikan keprihatinan saya mengenai pantainya yang kotor, pak Sabda menimpali dengan senyum khasnya,”susah jika sekarang dek, karena sampah-sampah itu bawaan dari atas, aangin bertiup dari atas, biasa saya bersihkan pagi-pagi, lalu sekitaran pukul 9 pagi sudah penuh kembali” tutur pak Sabda. “kalau mauki bagus, bersih sama jernih airnya, bulan-bulan sepuluhpi atau bulan sebelas, pasti bersih, anginnya juga ndag kencangmi, anginnya sepoi-sepoi” imbuh istri pak Sabda. Tanpa pak Sabda ketahui, saya juga mencari blog yang pernah saya baca tentang tempat ini, setelah berusaha dengan susah payah akhirnya blog tersebut terbuka. Dan alangkah senangnya mereka melihat fotonya di Internet, istri pak Sabda sangat girang, katanya itu waktu awal mereka merintis usahanya. Pantai Ujung Timur inipun julukannya dari pak Sabda. Seketika suasana jadi sangat hangat. Saya pun  menjadi semakin akrab dengan mereka. Saya masih ditahan sama pak Sabda untuk tinggal cerita-cerita. Tetapi karena hari sudah semakin tua, maka saya harus beranjak untuk kembali ke Makassar, “pak, bu, pulammaka dulu, doakan maka di terima di bantaeng supaya bolak balikka’, semoga bisajaki berjumpa di lain hari pak, ibu.” (Pak, Bu, saya pulang dulu, doakan saya semoga di terima di Bantaeng, supaya saya bisa bolak-balik kesini lagi, semoga kita bisa berjumpa di lain hari yah pak, Bu). Dengan senyum lebar mereka mengantarkan saya ke pinggir jalan untuk menunggu mobil menuju Makassar. tidak seberapa lama sebuah mobil panter singgah, setelah menanyakan tujuan Mobil tersebut, saya langsung naik ke Mobil tersebut. Pukul 8 malam saya tiba dengan selamat di terminal mallengkeri kota Makassar. saatnya pulang kerumah Aswan untuk istirahat. 
Bersama Pak Sabda sang Seniman Kelapa Muda di Pantai Ujung Timur, Jeneponto


Bersama dengan Istri pak Sabda (tengah) di kiosnya, tempat meracik pesanan pengunjung
Alhamdulillahi rabbil Aalamin, segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Hari ini perjalanan saya sangat mengesankan. Travelling sendiri juga ternyata mengasyikkan.

Sebelum terlelap saya kembali tersenyum, tersenyum bahagia karena berkenalan dengan orang-orang yang baru yang mengasyikkan. Dan tak lupa saya mengucap syukur dan terima kasih kepada Allah SWT, Tuhan saya. Terima kasihku juga untuk Indonesiaku yang sangat Indah ini, kepada orang tuaku yang melahirkanku di bumi Indonesia ini. Kepada para Pahlawanku yang rela berkorban harta jiwa dan raga untuk merebut kemerdekaan Indonesia dari para penjajah. Dan terakhir terima kasihku untuk Pak SABDA NATA dan keluarga atas kehangatan dan keramahannya, semoga usahanya sukses, dan semoga kita bisa berjumpa kembali di lain hari.


Achyie Sabang

Kamis, 11 September 2014

Air Terjun Bissappu, Keindahan Sempurna di ButtaToa Kabupaten Bantaeng

Air Terjun Bissappu, Keindahan Sempurna di ButtaToa Kabupaten Bantaeng 

Akhirnya saya memutuskan untuk tidak menggalau gara-gara berkas yang tak kunjung selesai dan login yang tidak berhasil (nasib pendaftar CPNS) dengan menutup laptop dan membiarkan sebagian berkas saya terhambur. Padahal sebelumnya rencana saya sudah matang untuk membawa berkas lamaran CPNS saya di Kabupaten Bantaeng. Tetapi apa daya Tuhan punya rencana lain. Saya tetap memutuskan ke Bantaeng, menemani teman untuk mendaftar sekaligus bertanya-tanya tentang masalah saya yang login tetapi bukan data saya dan juga jalan-jalan ke Air Terjun Bissappu. Daripada galau tingkat dewa mending saya pergi tidur. 21.37 saya mematikan semua handphone dan saatnya kita menutup mata. 
Depan Kantor BKD Bantaeng bersama Nabila
06.05 pagi, saya terbangun oleh suara alarm yang mengiung-ngiun dan sangat mengganggu saya. Dengan mata yang masih setengah merem setengah melek saya bangun. Saya bangun dan langsung duduk mencari tablet saya, sambil mengecek sosmed. Lihat apdetan teman-teman yang terbaru, mulai dari path. Line, facebook, twitter dan instagram. Rutinitas pagi saya ini bisa menghabiskan waktu hampir sejam. Setelah puas saya mencoba bangkit untuk menuju kamar mandi untuk mencuci muka. 
Masjid Agung Syekh Abdul Gani Kab. Bantaeng
Sementara saya masih di kamar mandi, hape saya berdering, ada panggilan masuk, ternyata dari Dina, dia hanya mengecek apakah saya sudah bangun. Jam di handphone saya sudah menunjukkan pukul 07 lebih 11 menit. Saya baru ingat jika barang-barang saya belum ada yang siap. Saya mengambil selembar baju, selembar celana pendek dan selembar kolor, saya rasa itu sudah cukup karena kita cuma sehari, tidak menginap.
07.27 pagi, masih di kamar lantai 3, rumah nomor 54 di Jalan Cumi-cumi, Kelurahan Malimongan Baru, Kecammatan Bontoala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan Indonesia, saya berjuang melawan dinginnya air yang menggigit hingga ke tulang. Saya sih sama dengan cowok pada umumnya, ritual mandi hanya diisi dengan acara sikat gigi, pakai sabun, pakai sampo, bilas, yah sudah deh, pakai sarung lagi (tidak suka pakai handuk kalau selesai mandi). 
Air Terjun Bissappu dan pepohonan hijau di sekelilingnya
Air Terjun Bissappu dan Bongkahan Batu-Batu Yang Besar
Bongkahan Batu Yang Ada Di Muara Air Terjun Bissappu
 08.38, setelah menunggu sekian lama, akhirnya Dina datang juga bersama Mardi mengangkut kami (saya, Aswan dan Mitha). Untung dalam waktu sejam lebih menunggu Aswan dan Mitha datang. Hahhahaha. Mobil mulai melaju di Jalan Urip Sumeharjo menuju jalan A.P. Pettarani yang lumayan padat merayap. Mardi yang mengemudikan mobil menyalakan weser kiri ketika di depan gerbang jalan Hetasning Raya, yah kita akan menjemput si Nabila yang akan mendaftar di Kabupaten Bantaeng.  Berselang beberapa menit, kami sudah sampai di depan guest house Nabila. Nabila sudah menunggu di depan rumah, setelah memasukkan barangnya, Nabila masuk ke dalam mobil, saya Aswan, dan Mitha kenalan dengan Nabila. Nabila dengan logatnya yang sangat mendok Jawa Timur akhirnya bisa akrab dan bercanda dengan kami. Perjalanan berlanjut membelah poros Makassar – Bantaeng. Perjalanan kami berujung di Jalan Andi Mannappiang Nomor 5 Bantaeng di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Bantaeng, setelah sempat lewat karena ternyata kantor BKD Bantaeng berada di belakang kantor Bupati Bantaeng. 
AIR TERJUN BISSAPPU
Pukul 14 lebih, kami memninggalkan kantor BKD Kab. Bantaeng, akhirnya selesai juga Nabila mendaftar, setelah 2 kali salah, yang pertama salah map dan yang kedua salah surat lamaran. Perjalanan menuju arah Makassar kami kembali tempuh, namun perjalanan kami tak semulus paha cherrybelle, karena macet di beberapa ruas jalan. Jalan poros sempat ditutup dan banyak polisi yang mengatur lalu lintas, meskipun demikina macet tak terhindarkan karena hari itu jam itu menit itu serta detik itu bertepatan dengan pembukaan acara PORDA alias PEKAN OLAH RAGA DAERAH. Kabupaten Bantaeng selaku tuan Rumah. Karena sudah waktu dhuhur, akhirnya kami memutuskan untuk singgah di masji Agung Syekh Abdul Gani Bantaeng, arsitekturnya bergaya modern. Lumayan memanjakan mata. Hampir pukul stengah 3 sore, kami berlanjut menuju Wisata Alam, Air Terjun Bissappu. 
GAK SELFIE GAK SERU
Berjarak 5 KiloMeter (sebelah kanan, ada rambu) dari poros Bantaeng – Makassar (sekitar 15 menit dari kota Bantaeng jika menuju Kota Makassar). Mobil yang membawa kami sudah melaju membelah jalan sempit dengan pemandangan yang membuat kami berdecak kagum. Belum puas kami berdecak kagum, akhirnya mobil berhenti.  Selamat datang di Wisata Alam, Air Terjun Bissappu. Setelah mengambil barang-barang yang kami butuhkan untuk di lokasi Air Terjun nanti, kami berjalan beriringan. Dengan membayar uang masuk, Rp. 5.000 per orang dan uang parkir mobil Rp.5.000 kami diperbolehkan masuk. Suara gemuruh air terjun mulai terdengar. Udaranya sangat sejuk dan sangat jauh dari yang namanya polusi. Setelah berjalan kira-kira sekitar 30 meter, air terjun cantik pun sudah kelihatan. Hanya kata “WAWWWW” yang bisa kami ucapkan sambil bengong. Maha indah ciptaan Tuhan.  Kesempatan emas tidak kami lewatkan dengan memotret keindahan Air Terjun Bissapppu. Sangat jauh berbeda denga keadaan yang ada di Makassar, udaranya sangat sejuk, mata disuguhi dengan pemandangan warna hijau di sekitaran air terjun. Tempat ini serasa milik pribadi, hanya kami berenam, yang ada di lokasi Air Terjun Bissappu. Setelah menuruni beberapa anak tangga, akhinya kami mentok diujung jalan yang dilapisi semen. Kami berjalan dengan hati-hati menuruni bongkahan batu-batu yang besar. Seperti biasa aktivitas utama kami adalah berfoto sampai hape lowbat. 
DENGAN LATAR AIR TERJUN
Air Terjun Bissappu dengan ketinggian lebih 50 meter, hampir sama dengan air terjun Cobang Rondo yang ada di Jawa Timur, tepatnya di Kabupaten Malang. Airnya sangat jernih. Lumayan dingin dan sangat segar. Dinginnya berbeda dengan dingin air PAM yang ada di kota, pokonya dingin tapi menyegarkan.  Air Terjun Bissappu berada di tengah-tengah hutan yang memiliki vegetasi beraneka ragam. Untuk menuju kolam jatuhnya air, sangat susah, butuh keahlian khusus dan peralatan khusus untuk bisa sampai di kolam jatuhnya air. Hal ini di karenakan batuannya yang sangat besar dan lumayan licin. Kami tidak ada yang berani untuk memanjat sampai ke kolam jatuhnya air. Jika dicermati dari batuan yang ada di muara, air terjun ini terbentuk karena adanya longsor yang terjadi besar-besaran, entah itu berapa puluh tahun sebelumnya atau mungkin ratusan tahun sebelumnya. Maklum saya bukan ahli geologi atau semacamnya. Hahaha. 
Forever Friends
Tak henti-hentinya kami memuja kebesaran Tuhan, yang telah menciptakan alam semesta ini dengan berbagai macam keindahan alamnya. Puas menikmati sejuknya udara, hijaunya pemandangan, saatnya main-main air. Setelah Nabila, Dina dan Mitha berganti pakain di balik bongkahan batu yang besar, mereka langsung menuju ke kolam-kolam kecil yang terbentuk secara alami. Saya dan Aswan pun tidak mau ketinggalan meskipun saya lebih duluan yang nyebur. Mardi juga sangat ingin, tetapi dia tidak membawa pakain ganti, akhirnya dia Cuma melihat kami bermain air. 
Hari Yang Indah Bersama Sahabat
Hari semakin sore, kami memutuskan untuk berhenti main air dan saatnya untuk pulang. Setelah berganti pakaian, perjalanan kami lanjutkan menuju kota Makassar tercinta. Di sepanjang jalan kami disuguhi dengan parade Senja dan matahari terbenam, sayang kami buru-buru sehingga tidak sempat untuk singgah untuk memotret. Meski sebelumnya kami menyempatkan singgah makan malam di bakso Raksasa kota takalar kabupaten Takalar. perjalanan berlanjut dengan berbagai cerita yang sambung menyambung antara yang satu dengan yang lainnya. 
Bermain Air di Sekitaran Air Terjun Bissappu
Tanpa terasa kami sudah memasuki wilayah kota Makassar. Pukul 9 malam lebih, saya sudah kembali menginjakkan kaki di rumah warna Jingga di jalan Cumi-Cumi no 54, Kelurahan Malimongan Baru, Kecamatan Bontoala, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Alhamdulillahi rabbil aalamin. Segala puji untuk Allah, Tuhan semesta Alam. 
Thankz atas kegilaan kalian
Akhirnya Air terjun bissappu yang duluu saya hanya bisa nikmati di Internet, kini telah saya nikmati aslinya dan itu jauh lebih indah.

Terima kasih Tuhan ku yang telah menciptakan semesta alam dengan keindahannya
Terima kasih Pahlawanku yang telah memperjuangkan kemerdekaaan Indonesia, berkat kalian Indonesia yang Indah ini bisa kami nikmati ddengan nyaman dan aman. Semoga Engkau damai di sisi-Nya
Terima kasih INDONESIA ku tercinta, negeri dengan sejuta keindahan alam.
Terima kasih orang tuaku yang telah melahirkanku  kebumi Indonesia yang sangat indah ini
Terima kasih Dina, Nabila, Mitha, mardi dan Aswan, apalah arti perjalanan ini tanpa kegilaan kalian.

Terima Kasih Tuhanku, Pahlawanku, Indonesiaku, Kedua Orang Tuaku Dan Sahabat2ku



ACHYIE SABANG

Senin, 08 September 2014

PULAU KODINGARENG KEKE, EKSOTISME DI TENGAH LAUT MAKASSAR

PULAU KODINGARENG KEKE, EKSOTISME DI TENGAH LAUT MAKASSAR 

Rabu pagi. Saya baru membuka mata, tersadar dari tidur lelap saya, dengan pikiran yang masih stengah sadar saya raih Tablet yang saya simpan di atas meja. Ada beberapa notifikasi masuk, Path, Instagram, Twitter, E-Mail dan Line. Saya langsung mebuka LINE, dan benar ada line masuk dari Dina, “ Naz, Hari Kamis yah, Kodingareng Keke” line tersebut masuk pukul 00,04. Saya sudah ketiduran jam segitu, saya pun langsung membalas dan mengiyakan ajakan tersebut.

Tablet saya kembali berkedip, pertanda ada notivikasi masuk, ternyata pesan di Line, dari Dina. “ntar nginap di rumah saya aja yah, Mitha juga mau ikut, sekalian besok pagi kita barengan berangkatnya ke Dermaga” “ OK. Saya packing dulu”. Sementara Packing, Mitha menelpon, “ Naz, kamu dimana?, aku mau ke situ nih, sekalian kita sama-sama ke rumahnya Dina” “ iyya, saya disini, di kantor, iyya kesini aja, aku tunggu yah, nih aku sementara packing” “ok deh, daaa”. Sambungan telpon pun terputus, saya lanjut mengepak barang-barang bawaan saya. 2 lembar baju, 1 lembar celana pendek, 1 lembar kolor, 1 lembar sarung, 1 kacamata hitam, Kupluk, 2 botol besar air mineral, carger, handphone dan beberapa snack sudah tersusun rapi di tas saya, waktunya mandi.

Malam pun kini kembali hadir dengan kegelapannya, yang menjadikan gemintang dan rembulan menjadi gemerlap dan indah. Sekitar pukul 19.00 malam, Mitha sudah tiba dengan selamat di tempat saya. Saatnya go ke rumah Dina. 15 menit berlalu kami (saya dan Mitha) sudah tiba di rumah mamake (panggilan sayang kami untuk Dina) di Regge City (Jalan Daeng Regge Makassar). Setelah ngalor ngidul cerita sembarang, saya pun mulai mengantuk. Dina dan Mitha protes, karena saya ngantuknya sangat cepat, “Iih, ndag asikmu deh, ngepe na cepat sekaliko ngantuk, masih mauki cerita-cerita gang”, protes Dina. “iyyo apaji, ededeh,malasku liatko Nazh”, tambah Mitha. Tanpa memperdulikan omongan mereka, saya langsung naik ke kamar yang di lantai 2 untuk tidur.




Kamis pagi. Saya sudah terjaga dari mimpi indah saya, saya angsung turun membangunkan mereka, mereka sempat protes lagi karena saya bangunkan terlalu pagi, karena katanya mereka baru tidur pas subuh. Dengan suara yang agak bersungut2 mereka pun bangun, tanpa disadari sudah ukul 7 pagi, kami bertiga langsung ke jalan raya menunggu taxi, tetapi taxi yang ditunggu tidak muncul-muncul akhirnya kami memutuskan untuk naik pete-pete (angkutan umum di Makassar berupa mobil mikrolet berwarna biru)
Pukul 08 pagi lebih sedikit. Di Dermaga Samping Kampoeng Popsa, kami bertiga sudah tiba, teman-teman Dina yang lain, katanya pergi mencari sarapan. Mereka lebih duluan datang daripada kami, karena kami telat, makanya mereka mencari sarapan dulu. 10 menit berlalu, mereka pun datang, 4 wanita dewasa dan 2 anak kecil umur 2 tahun mungkin. Setelah mereka memarkir kendaraannya, acara selanjutnya adalah acara kenalan, saya dan Mitha berkenalan satu-satu dengan teman Dina, namanya Arie, Kak Ika, Nisa dan Inchi, kalau anaknya namanya Yumna dan Kanzha, Arie dan Kak ika Bersaudara. Kak Ika ibunya Kanzha dan Nisa ibunya Yumna. Kami pun berjalan beriringan menyusuri dermaga, hingga ketemu dengan bapak sang pemilik perahu yang akan kami tumpangi ke Pulau Kodingareng Keke. Setelah menambatkan perahunya, kamipun naik satu persatu. Pulau Kodingareng Keke, merupakan salah satu pulau tak berpenghuni yang secara administrasi masih termasuk di Wilayah Kota Makassar. Berjarak sekitar 45 menit waktu tempuh dari Dermaga samping Popsa. Dengan tarif kurang lebih Rp 600.000 untuk satu perahu yang bisa memuat 12 orang. 

Kamis yang cerah, kami serombongan duduk manis di atas perahu yang membelah lautan perairan Makasssar untuk mengantarkan kami ke Pulau Kodingareng Keke. Bapak yang semula mengendalikan arah perahu ternyata tidak sempat karena ada urusannya mendadak, jadi kami transit di pulau Lae-Lae sebentar untuk pergantian pemegang kendali. Di pulau ini juga penumpang perahu bertambah, seorang ibu paruh bayah bersama kedua anaknya yang ingin ke Pulau Samalona.  

Ibu paruh bayah ini juga tempat kami menyewa alat snorkling, pelampung dan kaki katak. Dengan Modal 50.000 rupiah, kita sudah bebas memakai sepuasnya alat tersebut. Perjalan berlanjut, sembari menikmati hembusan angin laut Makassar, tak terasa perahu sudah merapat di pantai Pulau Samalona. Ibu tadi turun sekaligus untuk mengambilkan kaki katak, tidak sampai 5 menit transit di Pulau Samalona, perjalanan pun dilanjutkan menuju sebuah pulau kecil yang hanya samar-samar dari jauh. Sekitar 20 menit dari Pulau Samalona, sebuah Pulau Kecil mulai nampak kelihatan pulau berpasir putih, yah itu Dia Pulau Kodingareng Keke, dari kejauhan di sebelah selatan pulau Kodingareng Keke, nampak sebuah pulau yang lumayan besar dengan pemandangan beberapa atap rumah, pulau tersebut tak lain adalah Pulau Kodingareng Lompo. Jauh di sebelah barat laut, ditengah-tengah laut biru yang seakan menyatu dengan kaki langit, tampak sebuah pulau, namanya Pulau Tambung. 

Melihat keindahan bawah laut sekitar pulau kami hanya bisa berdecak kagum. Perahu bersandar di pantai sebelah barat pulau. Setelah mendarat dengan tampan, kami langsung membawa barang-barang bawaan kami ke balai-balai yang ada di tengah pulau. Sembari melepas lelah kami bersantai sejenak di balai-balai di bawah pohon pinus. Kemudian kami bertiga DINAMIT (DIna NAzh MITha) langsung menuju ke dermaga Pulau Kodingareng Keke untuk berfoto-foto ria. Sementara Arie, kak Ika, Nissa dan Inchi mempersiapkan diri mereka untuk kegiatan snorkling. Mentari dengan semangat bersinar menyinari kami di pulau tak berpenghuni ini, mekipun demikian tak menghalangi aktivitas kami untuk bercengkrama. Setelah mereka sudah siap untuk kegiatan snorkle, kamipun mengantarkan mereka untuk menuju spot snorkle yang bagus, kira-kira berjarak 100 hingga 200 meter dari pulau. Dari atas perahu saja sudah nampak keindahan karangnya, apalagi dengan menggunakan peralatan snorkle. Saya sempat menyesal tidak menyewa alat waktu transit di pulau Lae-Lae. Setelah mereka puas bersnorkle ria, kamipun menuju pulau kembali. Sesampai di pulau kami langsung menyantap makanan yang dibawa oleh Arie dari Makassar. Hmmm yumm yumm. Menikmati nasi kuning Riburane di bawah pohon pinus dengan belain angin semilir, rasanya itu Fantastis banget. Damai. Teduh. Sejuk. Tentram. Pulau ini serasa jadi milik pribadi. Setelah kenyang rasanya sudah ingin langsung rebahan di balai-balai yang ada. Tetapi alangkah ruginya kami kalau tidak menikmati spot-spot lainnya. Kamipun melanjutkan aktivitas di pantai sambil berfoto dan berselfie ria. Setelah puas. Waktunya untuk kembali ke Makassar. 





Pukul 11.37 di Pulau Kodingareng Keke. Kami memutuskan untuk kembali ke Makasssar, sampah sudah kami buang di tempat pembuangan sampah, barang-barang sudah dikemas, makanan yang tersisa kami berikan kepada nelayan yang transit untuk beristirahat. Maka waktunya kita pulang untuk melanjutkan aktivitas di kota Makassar.
Pukul 11.46 masih di Pulau Kodingareng Keke. Saya, Mitha, Dina, Kak Ika, Arie, Inchi dan Nissa beserta bayi2 mereka sudah siap naik di perahu. Sekitar 3 menit kami sudah duduk dengan nyaman di perahu. Selamat tinggal Pulau Kodingareng Keke. Suatu saat saya akan kembali menjelajahi keindahan lautmu bersama teman-teman saya. Pukul 12.30 kami tiba dengan selamat di Makassar. Alhamdulillahirabbilalamin. 


Terima kasih untukmu Mamake Dina, Mitha, Inchi, Arie, Nissa, dan kak Ika. Terima kasih Tuhan sang maha pencipta yang menciptakan segala-galanya dan menjadikannya Indah. Terima kasih ayah ibu kami yang telah membesarkan kami. Terima kasih para pahlawan kami yang telah mebuat kami bisa menikmati Indonesi dengan nyaman dan aman. Terima kasih Indonesia ku. Aku mencintaimu sepunuh hati dan ragaku. MARI KITA BERSAMA MENJAGA KELESTARIAN KEINDAHAN ALAM INDONESIA. Agar kelak anak cucu kita tahu bukan darii sekedar cerita. #WONDERFULINDONESIA #AMAZINGNUSANTARA #WOW_INDONESIA


Achyie Sabang