Senin, 20 Februari 2017

4 Tempat Yang Awalnya Asing Tetapi Begitu Berkesan

Setiap orang yang sering meninggalkan rumahnya sendiri dan mendatangi tempat-tempat baru pasti memiliki kenangan dan kesan yang indah tentang satu atau bahkan lebih dari satu tempat. Sama halnya dengan saya, walaupun saya bukan petualang atau apalah istilah kerennya, tetapi beberapa tempat baru dan termasuk asing yang saya datangi menyisakan kenangan dan kesan yang mendalam bagi saya. Bahkan ketika saya sedang stres, kepala lagi mumet, pusing, salah satu tempat ini akan terbayang di kepalaku, saya selalu memimpikan untuk melepaskan penat di salah satu tempat asing tersebut. Mungkin dari sekian penduduk bumi, hanya saya yang beranggapan bahwa tempat ini sangat istimewa. Meskipun tempat ini adalah tempat yang awalnya asing bagiku, tetapi akhirnya menjadi salah satu tempat yang paling damai yang pernah saya kunjungi. Dan berikut ada empat tempat yang bagi saya istimewa dan sangat mendamaikan, bahkan selalu memanggil-manggil saya untuk kembali.

Ø  Pappandangan
Berada di Kabupaten Maros, Kecamatan Turikale, Kelurahan Pappandangan, sekitar 30 kilometeran dari Pusat Kota Makassar. Meskipun letaknya yang sangat dekat dengan kota Maros, bahkan hanya sekitar 1 kilometer dari Pantai Tak Berombak yang sangat hits di Maros tetapi kondisi tempat ini sangat damai dan tentram. Bahkan bisa dikategorikan hampir sama dengan nuansa pedesaan. Udaranya masih sangat sejuk dan tidak berpolusi. Masyarakatnya yang hidup dengan suasana kekeluargaan dan penuh keramahan menjadikanku memilih tempat ini adalah tempat paling mendamaikan yang pernah saya datangi sepanjang usianku selama 28 tahun. Tempat ini adalah tempat KKN saya waktu menempuh pendidikan S1, yang mengharuskanku tinggal di salah satu rumah warga selama kurang lebih 35 hari. Karena KKN inilah menjadikan mereka seperti keluarga baru bagi saya, UMMI CAYA, UMMI DILLA dan UMMI ESSE seperti halnya ibu baru bagi saya, meskipun saat itu baru kenal tetapi kehangatan dan keramahan mereka sangat membuatku terkesan. Sambutan mereka ke kami sama seperti seorang ibu yang menyambut kedatangan anaknya yang baru pulang dari tanah rantau selama bertahun-tahun. Pelukan dan senyum hangat dari mereka yang tidak membeda-bedakan kami meskipun kami dari berbagai latar Suku dan Agama memantaskannya kami menganggap mereka sebagai orang tua kami di Pappandangan.Pappandangan dianugerahi dengan hamparan sawah yang luas dan dilalui oleh aliran Sungai Maros. Kedua anugerah ini menjadi sumber matapencaharian warga Pappandangan, Sawah yang luas menjadikan sebagian besar warga menggantungkan hidupnya pada bidang pertanian, sedangkan mereka yang brmukim di sekitaran aliran sungai sebagian memilih menjadi penambang galian golongan pasir. Kondisi alam yang masih hijau dan sejuk memanjakan siapa saja yang datang ke Pappandangan, terlebih dengan sikap warga yang ramah dan bersahabat. Ah kangen Pappandangan.

Ø  Dusun Angin-Angin
Salah satu Dusun yang ada di kaki Gunung Latimojong, Kabupaten Enrekang, Kecamatan Buntu Batu, Desa Rante Lemo. Kehidupan masyarakatnya yang khas pegunungan dan daerah terpencil menjadikan tempat ini unik bagi saya. lokasinya yang berada di kaki gunung yang menjadi atap Pulau Sulawesi ini menjadikannya jauh dari yang namanya modernitas. tetapi itulah sisi lain yang menjadikan tempat ini istimewa kedua di mata saya. Udara yang dingin, kabut yang turun ketika pagi dan sore menjelang menjadi hal biasa dan umum di tempat ini, tetapi untukku itu amazing luar biasa. waktu saya berkunjung ketempat ini, handphone hanya dijadikan sebagai alat untuk mendengar musik, karena untuk mendapatkan jaringan telpon (signal) harus ke tempat-tempat tertentu. sehingga handphone disini kadang hanya digantung di atas ranjang besi sebagai alat pemutar musik. Jangan ditanya soal listrik, listriknya hanya karena adanya bantuan GENSET. tetapi saya kurang tahu sekarang, apakah listrik dan signal sudah sampai disana. Karena waktu saya berkunjung itu pada tahun 2009 awal, sudah 8 tahun yang lalu. Saya yakin sudah ada perubahan, tetapi bagaimanapun Angin-Angin tetap tempat istimewa dan mendamaikan. Kangen makan nasi ubi dan ikan kering kecil-kecil. Banyak hal yang berubah dikehidupanku setelah mengunjungi tempat ini. Awalnya saya tidak suka makan sayur labu dan sayur daun kelor, tetapi sepulangnya dari sini saya jadi doyan makan kedua jenis sayur ini. Sampai- sampai pas pulang ke Soppeng ibu saya kaget karena saya kok jadi penyuka kedua jenis sayur ini, padahal sebelumnya saya anti sayur labu dan sayur daun kelor. Nasi yang dimakan juga disini berbeda dengan nasi yang di dataran rendah. Disini nasi dimasak dari campuran beras dan ubi yang dikeringkan dalam bentuk potongan kecil-kecil. Lauknyapun yah ikan kering kecil-kecil yang digoreng polos, tanpa dibumbu dan diapa-apakan, hanya dicuci lalu dimasukkan ke minyak panas, sudah matang dihidangkan dengan nasi ubih dan sayur daun kelor campur labu, membuat saya lupa kenyang dan makan ala tukang bangunan. Jadi kangen dengan Angin-Angin. Udaranya yang dingin dinetralisir oleh kehangatan warganya dan secangkir kopi khas Tanah Enrekang membuat saya selalu rindu tempat ini. Ambe' Suhani, semoga senantiasa sehat-sehat bersama keluarga di Sana.

Ø  Dusun Bulo-Bulo
Nah dusun ini hampir sama dengan Dusun Angin-Angin di Enrekang. Terpencil. Untuk menuju dusun ini, terdapat dua kases, bisa melalui Bili-Bili Kabupaten Gowa, atau juga bisa melalui Malakaji Kabupaten Jeneponto. Dusun Bulo-Bulo terletak di Desa Pencong, Kecamatan Biring Bulu, Kabupaten Gowa. Jalur menuju dusun ini dari pusat Kota Pencong masih berupa jalan rintisan yang bergelombang, bahkan ditengah jalan masih terdapat gundukan batu dan aliran-aliran air kecil yang hamper membentuk parit kecil tetapi tidak ada jembatannya. Yang membuat dusun ini berkesan bagi saya adalah keluarga Pak Rahman. Seorang tetua dan tokoh Masyarakat di Bulo-Bulo dan Desa Pencong.Beliau seorang guru pendidikan agama di satu-satunya SD agama Islam di Desa Pencong. Dari rumahnya beliau harus berjalan kaki saban hari menempuh jarak sekitar 11 KM untuk pergi mengajar, jadi setiap hari kurang lebih 22 KM dan setiap minggu 132 KM. LUAR BIASA pengabdian seorang guru. Keluarga kecilnya yang mendiami sebuah rumah khas Makassar sederhana tetapi sangat istimewa bagi saya, didukung karena keramahan mereka sekeluarga dan sifat pemimpin dan mengayomi dari Pak Rahman membuat saya terkesan dengan keluarga ini. Meskipun hanya 2 hari 2 malam bersama mereka tetapi serasa sangat akrab dan nyaman bersama keluarga beliau. Bonus bagi saya adalah pemandangan di depan rumah beliau sangat menarik, khas pedesaan yang berada di sebuah lembah. Tidak perlu saya ceritakan keindahannya, cukup saya yang tahu bagaimana indahnya pemandangan di depan rumah pak Rahman. Mengapa saya pilih dusun ini sebagai salah satu dusun yang mendamaikan? Karena di dusun ini meskipun mereka bukan keluarga saya tetapi saya merasakan ketulusan dan kehangatan dari keluarga ini. Di rumah mereka saya bisa bangun subuh, karena rumah mereka yang bersampingan dengan mesjid membuat saya merasa betah di sini. Saya yang jika di Makassar bangunnya paling cepat pukul 08 pagi, disini saya bisa bangun sebelum shalat subuh dan bisa ikut shalat subuh berjamaah di mesjid dekat rumah pak Rahman. Betapa dan alangkah damainya hidup di sini. Bulo-Bulo tempat yang senantiasa kurindu, saya berdoa semoga Tuhan mengizinkan saya kembali menjejakkan kaki di tempat ini untuk bersilaturahmi kembali dengan beliau dan warga sekitar Bulo-Bulo, serta bisa shalat subuh berjamaah dengan warga sekitar dan tentunya menikmati bonus pemandangan di sekitar rumah Pak Rahman kala matahari bangkit dari peraduannya.

Ø  Dusun Bahagia 
Nah ini saya lupa siapa nama pemilik rumah yang saya tempati, karena saya Cuma taunya memanggil beliau dengan panggilan Pak Dusun, karena beliau menjabat sebagai kepala Dusun Bahagia. Tak berbeda dengan Keluarga Pak Rahman di Bulo-Bulo dan Warga Dusun Angin-Angin di Enrekang, Keluarga Pak Dusun juga memiliki tingkat kehangatan dan keramahan bagi orang asing yang sangat tinggi. Bahkan keluarga dan tetangga dari Pak Rahman sangat akrab dengan saya. Semingu menjadi anak angkat beliau membuat saya merasa terlahir kembali dengan jiwa dan pemikiran yang fresh. Bangun pagi disambut oleh berbagai jenis burung yang sedang bernyanyi dan menari di ranting pohon, luar biasa damai dan bahagianya, bagaimana tidak ketagihan bangun pagi. Menghabiskan siang hari dengan main ke pasar tradisional, air terjun, sawah yang seolah-olah adalah tangga menuju surga. Melihat aktivitas para petani menyiangi padinya sembari memandangi pemandangan yang indahnya tak terlukiskan oleh kata. Suara ibu-ibu yang bersahutan mengusir kawanan burung pipit menjadi suatu pelengkap simfoni alam di kala sore. Ketika senja mulai menua, saya dan Ibu Dusun bergegas pulang dan membawa berbagi macam sayuran segar untuk santapan malam. Kegelapan malam tak lagi mengerikan ketika saya menikmati malam di teras belakang rumah, karena teras menghadap ke kampong sebelah yang diatas gunung. Nun jauh disana kelihatan keindahan lampu-lampu rumah warga di atas gunung seolah menyaingi keindahan hamparan bintang di langit. Suatu tempat yang bernama Dusun Bahagia di Desa Bontoparang, Kecamatan Tompo Bulu Kabupaten Maros betul-betul mencerminkan namanya. Bahagia dan Damai.

Itulah 4 tempat asing yang pernah saya datangi, tetapi sangat membuatku terkesan, bukan kemewahan dan kekayaan harta yang dimiliki oleh tuan rumah yang saya tumpangi, tetapi kesederhanaan dan kekayaan hati yang dimiliki oleh Ummi Caya, Ummi Esse, Ummi Dilla, Pak Rahman Sekeluarga, Ambe’ Suhani Sekeluarga, dan Pak Dusun Sekeluarga. Mereka adalah kejutan dan anugerah terindah yang Tuhan berikan dalam lembaran hidupku. Berharap suatu saat bisa kembali menjalin silaturahmi dengan mereka. Karena jasa dan kebaikan mereka takkan sirna ditelan waktu