Rabu, 02 September 2015

Rumah Adat Atakkae, Sengkang, Kabupaten Wajo

Kawasan Rumah Adat Atakkae merupakan salah satu aset budaya dan pariwisata Kabupaten Wajo. Terletak di Kelurahan Atakkae, Kecamatan Tempe, Kabupaten Wajo, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia, atau tepatnya sebelah timur Kota Sengkang ibukota Kabupaten Wajo. Letaknya yang masih terbilang dekat dari Kota Sengkang, sekitar kurang lebih 7 KM menjadikan lokasi ini sangat mudah untuk dijangkau, hanya butuh waktu sekitar 10 menit dari pusat kota. Semua jenis kendaraan dapat menjangkau tempat ini, baik roda dua, roda tiga maupun roda empat bisa menjangkau tempat ini, bahkan pesawat sejenis helikopter pun bisa mendarat di lapangan di sekitar Saoraja La Tenri Bali. 
Berniat untuk mengunjungi tempat ini, tetapi tidak memiliki kendaraan pribadi, jangan khawatir karena mobil angkot dan bemor (becak motor) bisa menjangkau tempat ini. Jika menggunakan angkutan umum seperti mobil angkot, harus menunggu angkot khisis yang ke Atakkae, sedangkan jika ingin menguji adrenalin menggunakan bemor tidak perlu menunggu lama, cukup banyak bemor di Kota Sengkang kok berseliweran, bahkan banyak mangkal di tempat-tempat tertentu. Biaya kesana saya kurang update, karena kemarin kesana menggunakan kendaraan roda dua, tetapi jika menggunakan angkot, kemungkinan paling tinggi Rp 5.000 atau jika menggunakan bemor mungkin sampai Rp.10.000 tergantung bagaimana berinteraksi dengan Pa'bemornya (Pa'bemor = tukang bemor, *bahasa Bugis). 
Apabila menggunakan kendaraan pribadi, setelah mendapat lampu merah perempatan Jalan Wolter Monginsidi, Jalan Sultan Hasanuddin, Jalan Kartika Chandra Kirana dan Jalan Sawerigading, silakan ambil jalur Jalan Kartika Chandra Kirana, ikuti jalan, terus sampai mendapatkan perempatan di Atakkae, di perempatan tersebut belok kanan, kurang lebih 300 Meter ketemu deh dengan gerbang Kawasan Wisata Atakkae. Selain itu juga bisa menggunakan GPS, kalau jaringan jelek, silakan berinteraksi dengan masyarakat setempat, jika Anda bertanya dengan baik dan sopan, Anda akan ditunjukkan jalan yang benar. 


Sepanjang perjalanan melalui Jalan Kartika Chandra Kirana, kita akan di sambut oleh kondisi jalan yang agak membuat kepala bergoyang kiri kanan maju mundur, jalanannya agak bergelombang dan berlubang, jadi mesti hati-hati. Segala sesuatu terjadi karena kehendak Tuhan dan tidak ada sesuatu yang terjadi secara sia-sia. Jalan bergelombang dan berlubang, menjadikan pengendara memperlambat laju kendaraanya, sehingga pengendara maupun penumpangnya bisa menikmati sisi kiri kanan jalan dengan panorama yang indah.
Pemandangan berupa bukit-bukit hijau dengan areal persawahan di kaki bukitnya ampuh mengalihkan perhatian anda dari kondisi jalan yang berlubang dan bergelombang. Alhasil tanpa terasa sudah tiba di Gerbang masuk kawasan wisata Atakkae. Di gerbang, Anda akan ditahan oleh petugas pengelola untuk membayar karcis, murah kok, per orang hanya Rp.1.000, setelah membayar Anda disilakan untuk masuk menikmati kawasan Wisata Atakkae. Anda boleh bernarsis ria, berselfie ria, atau jogging, atau jalan-jalan santai, atau bersantai sambil menikmati sejuknya udara dan semilirnya udara khas pinggir danau Lampulung, atau bisa juga berkeliling melihat beberapa rumah adat khas Bugis Wajo yang ada di komleks ini, yang penting tidak melakukan aksi vandalisme alias coret-coret sana sini, tidak merusak fasilitas dan membuang sampah sembarang.
Dari Sekian rumah adat, ada satu rumah adat yang sangat besar, megah dan kokoh, namanya Saoraja La Tenri Bali, Saoraja dalam bahasa Bugis berarti Istana, sedangkan La Tenri Bali merupakan nama salah seorang Arung Matoa (Raja) yang pernah berkuasa dan emmerintah di Wajo, sebelum Wajo menjadi Kabupaten. Jadi Saoraja La Tenri Bali berarti Istana raja Latenri Bali. 

Dulu waktu saya masih SMA tahun 2003-2006, Kompleks ini setiap tahun menjadi lokasi pameran pembangunan dan pendidikan se Kabupaten Wajo jelang hari Pendidikan Nasional, 2 Mei. Seluruh instansi di Kab. Wajo dan seluruh sekolah menengah sekabupaten Wajo, berkumpul dan berlomba untuk menjadi yang terbaik dalam ajang pameran tersebut. Saoraja atau biasa disebut Bola Seratu E (tangnya berjumlah 100 tiang) ini biaanya di gunakan oleh Pemda Wajo, sedangkan rumah-rumah adat yang lain biasanya digunakan oleh instansi dari setiap Kecamatan yang ada di Kabupaten Wajo. Ajang pameran ini biasanya berlangsung seminggu, setiap malam pasti ada lomba kesenian, menyanyi, menari, peragaan busana daerah, baca puisi, drama dan sebagainya sehingga turis mancanegara berdatangan ke Atakkae. namun itu hanya kenangan manis bagi kami yang SMP atau SMA pada masa itu, setelahnya kegiatan itu berpindah ke Padduppa dan sekarang saya dengar-dengar event tersebut sudah tidak ada setiap tahunnya.

Dan yang lebih miris lagi adalah kondisi rumah-rumah adat tersebut sudah tidak terawat, beberapa saya liahat sudah reot, atapnya hampir rubuh, bahkan sudah ada yang tidak memiliki dinding, sungguh sangat ironis dengan letaknya yang tidak jauh dari pusat kota. Bahkan Saoraja La Tenri Bali yang menjadi primadona, jika kita lihat secara dekat, sngat memprihatinkan, ditiang-tiangnya penuh coretan, papannya sudah mulai rapuh dan sangat tidak terawat. Besar harapan saya semoga Pemerintah Daerah Wajo melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan bisa memberikan perhatian serius terhadap aset budaya dan pariwisata ini. akhir kata saya ingin mengucapkan terima kasih kepada bapak Bupati Wajo periode itu, Bapak H. Andi Asmidin dan bapak Kepala Dinas Pendidikan periode itu Bapak Drs H Muhammad Ridwan yang mengadakan Pameran Pembangunan dan Pendidikan Di Atakkae kala itu, sehingga menghadirkan cerita manis yang tak terlupakan bagi saya.

Mari cintai budaya dan pariwisata Indonesia, jangan cintai kekasih atau pasangan orang. Stop Vandalisme, merusak fasilitas umum, apalagi merusak hubungan dan rumah tangga orang. Jangan membuang sampah dan mantan di sembarangan tempat, karena orang keren itu tidak membuang sampah di sembarang tempat, apalagi mantan, mantan itu harusnya disedekahkan kepada yang berhak. Silakan berfoto sebanyak mungkin, asalkan Handphone atau kamera anda tidak lobet dan kartu memori anda tidak full. Mari kita sama-sama mempromosikan pariwisata daerah kita, kalau bukan kita siapa lagi, kalau bukan sekarang kapan lagi.

Narekko Tennia fada idi, nigana fale melo mmakka i pariwisatana kampota, narekko tennia makkukuangnge uppannana fale. MARADEKA TAU WAJO E ADE'NA NA POPUANG. "Merdeka Orang Wajo karena menjunjung tinggi adat istiadatnya"