Selasa, 02 Desember 2014

Pulau Camba-Cambang, Setitik Surga Ada Disini



Pulau Camba-cambang, Setitik Surga Ada Disini

Hari Minggu, hari yang cerah hari ke 16 di bulan November tahun 2014. Seperti biasa jika akhir pekan kadang kami manfaatkan untuk jalan-jalan.Nah hari itu kami sepakat untuk melakukan Trip sehari, Destinasi kami kali ini adalah Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan atau orang biasa menyebutnya PANGKEP, untuk memenuhi undangan dari teman kami, Kamal.Katanya ada pulau yang cantik di Pangkep yang sayang jika kami lewatkan. 
DERMAGA MACCINI BAJI


Rencana awalnya berkumpul di rumah Aswan pukul 06.09 pagi.Tetapi karena kami warga Indonesia yang sangat menjunjung tinggi budaya ngaret, sehingga kami baru start jalan dari rumah Aswan sekitar pukul 08 pagi.Saya, Aswan, Sabri, Fachry dan Kina (pacarnya Sabri) baru saja naik di mobil avanza hitam yang kami rental sebelumnya. Perjalanan kami lancar melalui jalan Rappocini, Jalan Andi Pangerang Pettarani, Jalan Jendral Urip Sumehardjo dan Perintis Kemerdekaan.Jalanan lumayan lowong, kami harus berbelok masuk ke dalam kampus Universitas Hasanuddin untuk menjemput Anto yang menunggu di depan Fakultas Hukum, tetapi karena kami agak lama baru datang, jadinya Anto jalan-jalan ke depan RSU dr Wahiddin Sudirohusodo. Perjalanan dilanjutkan, dengan tujuan menjemput Echa di Prumahan Tamalanrea Mas, masih masuk dalam lingkup Kompleks Bumi Tamalanrea Permai atau istilah kerennya BTP.Aswan turun dari jok Sopir digantikan oleh Echa.Selanjutnya singgah sarapan nasi kuning di warung mobil pinggir jalan.Semuanya sudah kenyang dan saatnya melanjutkan perjalanan.Avanza hitam melaju melintasi jalan Perintis Kemerdekaan menuju kabupaten Maros. Namun perjalanan harus terhenti sejenak di depan Citra agar Ariel bisa bergabung dengan rombongan kami. Ariel sudah bergabung, dengan formasi 2-3-3, Depan 2 orang, saya dan Echa, Tengah 3 orang, Ariel, Sabri dan Kina, sedangkan posisi belakang diisi Fachry, Aswan dan Anto. Formasi sudah lengkap saatnya tancap gas menuju Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan, Kabupaten yang terkenal dengan Ikan Bandeng-nya dan tentunya Semen Tonasa-nya.
DI ATAS PERAHU

Perjalanan termasuk lancar dengan waktu tempuh kurang dari stengah jam kita sudah hampir lepas dari Kabupaten Maros. Kabupaten Maros merupakan kabupaten yang berada diantara Kota Makassar dan Kabupaten Pangkep.Tanpa terasa mobil sudah melewati Gerbang selamat datang di Kabupaten Pangkep. Tadi sebelum kami berangkat, Aswan mendapat pesan dari Bagus, teman kami yang orang Pangkep juga, katanya kalau sudah memasuki perbatasan Maros – Pangkep, dia minta untuk dihubungi, katanya dia menunggu di dekat pertamina, pertamina pertama setelah memasuki Kabupaten Pangkep. Tetapi terjadi miss komunikasi antara Aswan dan Bagus akhirnya kita lewat dari tempat yang dimaksud oleh Bagus. Kami bahkan sudah masuk di kawasan Kota Pangkajene. Setelah memberikan info bahwa kami sudah ada di depan Rumah Sakit Umum Daerah Pangkep, akhirnya Bagus meminta kami untuk kembali.  Tidak ada jalan lain selain memutar mobil dan mengambil arah kembali menuju kota Makassar. Kira-kira 5 menit, akhirnya kami bertemu dengan Bagus.
PULAU CAMBA-CAMBANG DARI KEJAUHAN (KAMERA HP SAYA)

PULAU CAMBA-CAMBANG DARI KEJAUHAN (KAMERA HP SABRI)

Awalnya dan rencananya Bagus akan ikut bersama kami menuju pulau Camba-Cambang, karena di pulau tersebut Bagus punya Villa, selain itu Bagus juga punya perahu untuk penyeberangan antar pulau.Tetapi karena Bagus sibuk mengurusi karyawan kakaknya, akhirnya dia tidak jadi bergabung dengan rombongan kami.Basa-basi sudah selesai, basa-basinya itu supaya Bagus menyediakan kami makan siang. Dan gayung pun bersambut, kami akan dipanggil makan siang nanti di rumahnya Bagus setelah pulang dari pulau. Perjalanan kami lanjutkan untuk menuju rumah Kamal.Perjalanan dari rumah Bagus ke rumah kamal memakan waktu kurang lebih 10 menit.Kami mesti harus menerka-nerka rumah Kamal yang mana, soalnya terakhir kesini ketika ayah Kamal meninggal, sekitar beberapa tahun yang lalu. Sesampainya di depan rumah kamal, saya langsung menelpon Kamal untuk segera bergabung bersama rombongan kami. Tidak menunggu lama, Kamal sudah naik di mobil yang kami kendarai, perjalanan pun berlanjut menuju ke dermaga Maccini Baji.Sekitaran 10 Kilometer setelah melalui hamparan sawah dan empang di sisi kanan dan pemandangan tebing yang indah di sisi kiri.Tanpa terasa kami sudah tiba di Dermaga Maccini Baji setelah melewati beberapa tambak ikan dan juga beberapa tambak garam.Geliat aktivitas warga di dermaga ini sudah sangat ramai.Beberapa perahu tertambat di sekitaran dermaga yang memiliki panjang mungkin sekitar 300 Meter.Warga hilir mudik, ada yang baru tiba dari pulau lain, ada juga yang sementara ingin menuju ke pulau seberang, termasuk saya dan 8 orang teman saya. Karena gaya dan style pakaian kami yang berbeda, sempat menjadikan kami sebagai pusat pandangan warga lokal. 
 
GRUFIE SETELAH SAMPAI DI DERMAGA PULAU CAMBA-CAMBANG
Tidak perlu menunggu lama, seorang kakek, mungkin umurnya kisaran 50-60 tahun, menggunakan kemeja dan sarung yang agak lusuh, dengan topi yang lusuh pula entah berapa lama tidak pernah dicuci. Mungkin dengan style kami yang berbeda sehingga beliau gampang mengenali kami kalau kami adalah orang baru yang akan menyeberang. Dengan logat khas orang Pangkep, beliau menanyakan tujuan kami menggunakan bahasa Bugis.Setelah berbincang-bincang dengan Kamal, akhirnya beliau menawarkan kami harga Rp 200.000.Karena kami rasa pulau Camba-Cambang lumayan dekat dari dermaga maka saya mencoba menawar Rp 150.000, tanpa harus berdebat panjang, akhirnya disepakati sewa perahu Rp 150.000.Kakek tersebut berjalan menuju perahunya, yang tertambat, kami semua mengikuti kakek tersebut.Mesin perahu mulai menderu, perlahan perahu meninggalkan pinggir dermaga.Lautan pagi itu sangat Tenang, angin berhembus semilir seolah memberikan ucapan selamat datang kepada kami.Kami menikmati perjalanan kami di atas perairan Kabupaten Pangkep.
VILLA BERBENTUK RUMAH PANGGUNG YANG SEMENTARA DIRAMPUNGKAN

Dari kejauhan tampak sebuah pulau yang berbeda dari pulau-pulau disekitarnya. Yah betul saja itulah Pulau Camba-Cambang.Namanya demikian, kami kira sebelumnya namanya adalah Cambang-Cambang, ternyata salah.Pulau Camba-Cambang merupakan satu dari sekian banyak Pulau yang ada di Kabupaten Pangkep.Pulau yang awalnya tidak berpenghuni ini, sekarang mulai ramai dikunjungi wisatawan baik yang berasal dari Kabupaten Pangkep ataupun yang dari luar Kabupaten Pangkep.Nama pulau ini pun mulai nyaring dibicarakan ketika rencana Pemkab untuk menjadikan pulau ini sebagai destinasi wisata andalan Pangkep.Yah betul saja, tak tanggung-tanggung pemerintah setempat mengucurkan anggaran miliaran rupiah untuk memoles dan mempercantik pulau Ini.Pulau cambang-cambang pun bersolek, pulau yang dulunya sempit ini sekarang sudah tiga kali lipat lebih luas dari luas sebelumnya. Pulau Camba-cambang yang secara administrative termasuk dalam wilayah Kecamatan Liukang Tupabbiring Utara, membutuhkan waktu tempuh sekitar 10 sampai 15 menit dari dermaga Maccini Baji. Perahu semakin dekat dari pulau, keindahan Camba-Cambang yang masih sedang bersolek sudah membuat kami takjub.Selang beberapa saat perahu sudah merapat di dermaga.Aktivitas di pulau Camba-Cambang sudah ramai, banyak wisatawan yang lebih dulu datang dari kami.Sebelum turun dari perahu, tak lupa kami bertukaran nomor handphone dengan kakek tersebut.Belakangan kami ketahui namanya Tajuddin atau sapaanya Pak Taju’.
 
BERCENGKRAMA SAMBIL MENIKMATI SNACK DI VILLA YANG BELUM JADI

ADA YANG LAGI PACAR-PACARAN NIH (PRA PRAWEDDING)

Perahu bersandar di dermaga, satu persatu kami melangkahkan kaki dari perahu ke anak tangga dermaga.Selamat dang di Pulau Camba-Cambang, begitu tulisan yang tertulis di sebuah papan yang digantung diatas rumah-rumah di Ujung dermaga pulau ini. Seperti biasa moment seperti ini tidak boleh lupt dari jepretan kamera, mari kita ngegrufie. Setelah puas mengabadikan moment tersebut, kami berjalan menuju ke tengah pulau mencari gazebo yang kosong.Karena kami datangnya kesiangan, maka gazebo-gazebo yang tersedia sudah terisi semua.Sehingga mengharuskan kami menyimpan barang-barang kami di sebuah balai-balai kosong yang tidak ada pelindungnya.Teriknya sinar matahari mengharuskan kami untuk menggunakan sunblock agar kulit kami tidak terbakar, kamipin berteduh di pinggir sebuah gazebo yang ditempati beberapa anak muda yang kelihatannya baru dari berenang.Ternyata salah satu dari rombongan tersebut merupakan senir saya waktu SMA, saya sempat berbincang-bincang, ternyata mereka habis bersnorkling di suatu lokasi yang membutuhkan sekitar sejam waktu tempuh dari pulau ini.
GRUFIE DI DEPAN VILLA TEMPAT KAMI BERSANTAI

Sementara saya dan yang lainnya asyik menikmati angin khas pulau, Echa dan Kamal berjalan menuju  ke deretan Villa yang sementara masih dikerja. Villa tersebut dibangun di pinggir pulau di atas permukaan laut.Villa tersebut berbentuk Rumah Panggung, seperti umumnya rumah suku Bugis.Selain villa-villa tersebut, beberapa gazebo masih dalam tahap pengerjaan, ada juga lapangan basket dan lapangan volley yang belum rampung. Aktivitas mempercantik dan menata pulau ini masih berlangsung, terlihat di bagian sudut pulau yang lain masih ada eskavator. Sekitar 15 menit, Kamal menelpon kami, mengarahkan kami untuk menuju kederetan Villa yang didominasi warna merah.Kamipun berjalan menuju jembatan yang menghubungkan pulau dengan deretan-deretan villa tersebut.Jembatannya dipoles dengan cat berwarna Pink dan Kuning yang sangat kontras dengan warna biru laut dan langit, tetapi kombinasi warna tersebut yang menjadikannya cantik untuk di lihat.Tak henti-hentinya saya berdecak mengagumi keindahannya ditambah dengan view yang sangat cantik, dikejauhan Nampak beberapa pulau kecil yang berpenghuni.
Kamal dan Echa sudah ada di sebuah villa yang masih setengah jadi, belum ada dindingnya, tetapi lamtai dan atapnya sudah terpasang rapi. Kamimenghampirinya, tampak di bagian belakan Villa, ada rombongan lain yang hampir 10 orang, mereka juga asyik bercengkrama tanpa merasa terusik oleh kedatangan rombongan kami. Kami beristirahat dibagian depan villa sammbil menikmati angin sepoi-sepoi yang bertiup. Kami bercengkrama sambil menikmati snack yang kami bawa dari Kota Makassar, tak ada kegiatan berenang atau snorkling atau main air dan sebagainya, kami hanya melepas penat bersantai dan bercengkrama. Aktivitas jepret sana dan sini tak luput juga dari aktivitas kami. Sesekali Aswan, Fachry, Ariel dan Anto mengusuli beberapa cewek yang asyik berselfie ria dengan tongsisnya. 
 
SAATNYA SELFIE

ABADIKAN SETIAP MOMENT, KARENA WAKTU TAK BISA TERULANG KEMBALI


 
SATU FOTO SEJUTA CERITA
Sementara asyik-asyiknya kami bercengkrama, bisik-bisik dari rombongan tersebut agak kedengaran yang menyebut-nyebut namanya Kamal, telinga Fachry menangkap bahwa disitu ada tetangganya Kamal, tetapi Kamal tidak percaya dan mengabaikan karena Kamal tidak mengenali seorang pun dari rombongan tersebut. Tanpa kami sadari Kamal menaruh rasa penasaran, akhirnya Kamal pura-pura kebagian belakang villa itu untuk melihat-lihat, ternyata betul salah satu dari rombongan itu dia kenal, ternyata betul itu tetangganya dan bernama Waty, suasana menjadi semakin riuh, Kamal dan Waty menjadi bahan bullyan kami, tetapi Kamal tetap enjoy dan bahkan menambah-nambahi dengan memanggil manggil Waty. Waty akhirnya tersipu-sipu malu dan tidak pernah menghadap kea rah kami, mungkin karena malu. 
 
ALA-ALA BOYBAND SEBELUM PULANG

Sudah puas bercengkrama dan menikmati panorama yang indah, saatnya kami berkemas-kemas untuk kembali ke daratan Pangkep. Sebelumnya tak lupa kami berfoto rombongan di depan villa tersebut, dan mengambil satu titik dengan latar sebuah pulau yang tidak jauh dari pulau Camba-cambang. Namun sebelum kami pulang Sabri mengalami mules dan muntah-muntah. Toilet di pulau ini sudah ada, namun tidak ada airnya, mungkin karena masih dalam tahap perampungan, sehingga fasilitas yang ada belum terlalu memadai. Karena sudah tidak tahan akhirnya Sabri mengambil jerigen kosong dan mengambil air laut untuk berbilas. Di sebelah Toilet tersebut sudah ada 2 tangki penampungan air bersih, lengkap dengan kran-krannya, mirip dengan kran air untuk berwudhu di mesjid. Sembari menunggu Sabri yang menyelesaikan isi perutnya yang mules, kami menghubungi pak Taju’ untuk datang menjemput kami, beberapa kali dihubungi tetapi tidak diangkat.
 
PULANG, GOOD BYE PULAU CAMBA-CAMBANG


Sekitaran stengah jam kami menunggu di dermaga akhirnya pak Taju’ datang, satu persatu melangkah ke perahu Tua milik pak Taju’, cuaca yang cerah, laut yang tenang, angin yang bertiup sepoi-sepoi menjadikan perjalanan kami lancar. Sekitaran 15 menit diatas perahu kami kembali tiba di dermaga Maccini Baji’, setelah menyelesaikan pembayaran dengan Pak Taju’ kami bermaksud untuk langsung meninggalkan dermaga ini, namun kami bertemu dengan Bagus, Bagus hendak menyeberang ke Pulau Camba-cambang. Setelah berpamitan, Bagus memberikan kami uang 100.000 untuk dipakai makan, karena batal makan siang di rumahnya. Kami (Saya, Sabri, Aswan, Echa, Fachry, Kamal, Ariel, Anto, dan Kina) menaiki mobil Avanza dan menuju ke Kota Pangkajene, kota terbesar yang ada di Kabupaten Pangkep. Karena kami hanya sarapan ketika akan berangkat dari Makassar sekitar pukul 08.00 pagi, dan sekarang sudah menunjukkan pukul 14.00 siang, maka wajar jika perut kami meronta untuk diisi, apalagi sudah terkena angin laut, hahahhaha. Kamal mengarahkan kami melalui jalan pintas. Kami tidak langsung ke rumahnya Kamal, melainkan kami menuju ke sebuah rumah batu yang dari arsitekturnya rumah ini sudah tua sekali. Ternyata disamping rumah itu ada warung Sop Konro nya “Warung Konro Haji Sarifuddin”. Kamal mentraktir kami. Sembari menunggu pesanan Konro kami datang, saya dan Echa mencari penjual minuman dingin, rencananya mau mencari penjual teh kemasan yang dingin, tetapi melihat penjual es kelapa muda, akhirnya saya memesan es kelapa muda 10, Echa mencari air mineral dingin. Kami menghabiskan uang Bagus untuk membeli minuman. Sepulang saya dan Echa, pesanan kami sudah terhidang, Konronya sangat enak, bumbu racikannya pas, sementara daging-nya empuk dan gampang terlepas dari tulangnya. Sekedar info, Konro merupakan masakan berkuah khas Bugis Makassar yang biasanya terbuat dari tulang/iga yang masih ada dagingnya. Penasaran dengan kuliner ini, datang saja ke Makassar dan sekitarnya. Haji Sarifuddin pemilik warung ini sangat ramah, bahkan memberikan kami tambahan kuah, kuahnya sangat enak. Kami makan dengan lahapnya, tetapi Ariel lah yang paling lahap, sementara Sabri hanya mencicipi sedikit dari pesanan Kina, karena perutnya masih bermasalah. Menikmati sepiring Konro, sepiring nasi putih dan es kelapa muda, membuat kami merasa kenyang. Kamal menyelesaikan pembayarannya, satu porsi Sop Konro (Sop konro + nasi) di hargai 15.000 rupiah. Sangat murah bukan?.  Sekarang saatnya menuju rumah Kamal untuk beristirahat sejenak sekaligus untuk Shalat dhuhur dan Ashar lalu melanjutkan kembali perjalanan menuju Kota Makassar. 
SATU PORSI SOP KONRO HAJI SARIFUDDIN

Sesampainya di rumah Kamal, Kina, Sabri, Facry, Anto, Ariel, Echa, Kamal dan Anto langsung sholat dhuhur berjamaah, Aswan tiduran dikursi ruang tamu, saya mandi, (saya memang dasarnya malas sholat, hahahahhaha ) jarum jam menunjukkan sedikit lagi masuk waktu shalat Ashar, jadi mereka memutuskan untuk menunggu waktu Ashar  kemudian melanjutkan perjalanan. Setelah mereka selesai shalat berjamaah, saatnya kami untuk pamitan pada Kamal dan mengucapkan terima kasih atas trip seharinya yang tak terlupakan. Kami pun kembali menuju kota Makassar.
 
PAJJOKKA YANG DARI PULAU CAMBA-CAMBANG
Terima kasih Tuhanku, Allah SWT, Junjunganku Muhammad SAW, Orang Tuaku, Sahabatku (Aswan, Echa, Kamal, Anto, Fachry, Sabri, Ariel, dan Kina), Pahlawanku dan Indonesiaku yang merupakan Surga nya Dunia.
Alhamdulillahi Rabbil Alamin, segala Puji untuk Allah, Tuhan sekalian alam.



_________ a~chyie sabang________

Kamis, 06 November 2014

Pulau Kodingareng Keke, Journey To Heaven


Hai apa kabar? Jumpa lagi bersama saya Achyie Sabang, semoga semua senantiasa dalam lindungan Tuhan Yang Maha Esa. Aamiin. Kesempatan kali ini saya akan mereview perjalanan saya bersama 6 orang sahabat saya dan 3 orang teman baru saya di Pulau Kodingareng Keke, perjalanan ini kami lakukan pada hari Minggu kemarin, tanggal 02 November 2014. 
Sebelum berangkat, photo selfie dulu di Dermaga.

Di atas perahu
Di atas perahu
Kodingareng Keke, merupakan satu nama Pulau cantik yang masih termasuk di wilayah perairan kota Makassar. Nama ini sudah tidak asing lagi di telinga saya, pertengahna bulan Agustus lalu, saya berkunjung ke pulau tersebut. Jadi saya tidak membahas panjang lebar mengenai pulau ini lagi. Karena saya sudah bercerita mengenai Pulai ini panjang lebar pada postingan saya sebelumnya.
Tiba dengan selamat di Pulau Kodingareng Keke, Pantainya keren.
Minggu pagi, kami sudah berkumpul di rumahnya Aswan, seperti biasa tempat kami berkumpul kalau mau ngetrip. Saya, Aswan, Echa, Abhy, Fachry, Wawan, Asty, Ciwi (teman baru kami, teman sekantor Asty) berbarengan berangkat menuju dermaga samping Popsa. Namun perjalanan kami terpisah di Jalan Veteran, Aswan, Asty dan Echa mengambil jalur Monginsidi, sementara saya, Fachry, Aby, Ciwi dan Wawan mengambil jalur Sungai Saddang. Kami terperangkap macet yang diakibatkan adanya jalan santai memperingati hari Jadi Kota Makassar yang ke 407 yang jatuh pada 09 November 2014 mendatang. Setelah berkutat mencari jalan tikus, akhirnya kami sampai juga di dermaga samping Popsa. Didit dan Ria ( teman kantor Asty) sudah sedari tadi menunggu ternyata disini. Setelah motor-motor yang kami gunakan sudah terparkir rapi, kami berjalan beriringan menyusuri dermaga yang panjangnya kira-kira kurang lebih 30 Meter. Di pinggir dermaga tersebut sudah terparkir perahu yang akan kami tumpangi. Mengenai perahu ini, kami tidak perlu sibuk mencari lagi bahkan tawar menawar, karena ini sudah perahu langganan saya yang sering mengantar saya jika ingin menyebrang, baik ke Pulau Samalona ataupun Pulau Kodingareng Keke, dan mungkin pulau-pulau yang lain lagi insha Allah, Aamiin. 
Pantai pasir putih, air yang jernih, birunya langit.
salah satu sudut Pulau Kodingareng keke
Narsis dulu, mengabadikan setiap moment terindah kebersamaan kami.


Sesungguhnya Surga itu adalah menikmati hal-hal yang indah bersama Sahabat.

Mentari  belum terlalu tinggi, sinarnya masih menghangatkan, satu persatu, kami menaiki perahu yang sudah tertambat. Setelah semuanya sudah duduk dengan posisi yang aman dan nyaman, maka perjalanan membelah lautan Makassar di mulai. Cerita, selfie dan bercanda menjadi hal wajib bagi kami jika bepergian. Dari cerita-cerita lepas, saya baru tahu kalau Ria dan Ciwi untuk pertama kalinya jalan-jalan ke pulau, mereka pun tidak tahu dimana itu Pulau Kodingareng Keke. Pearhu melaju, melewati pulau Lae-Lae, lautan yang masih tenang, membuat perjalanan berjalan lancar.  Pulau Samalona samar-samar sudah nampak di depan. Setengah jam perjalanan dari dermaga Makassar, perahu sudah merapat di pinggir Pulau Samalona.
Selamat datang di Pulau Kodingareng Keke, Swangger... 
Harus Foto disini, supaya ada bukti bahwa pernah kesini, Harus.
Sudah menjadi hal biasa jika kita akan berkunjung ke Pulau kodingareng Keke, sebelumnya harus transit di Pulau Samalona, atau bahkan biasa transit di Pulau Lae-Lae. Di pulau Lae-Lae, biasanya perahu transit untuk mengambil BBM, atau kepentingan lainnya. Sedangkan jika di Pulau Samalona, kepentingan transit adalah untuk menyewa alat snorkling untuk di pakai di Pulau Kodingareng Keke nantinya, biasanya juga untuk berbelanja kebutuhan yang lupa dibawaserta dari Makassar. Pulau Kodingareng Keke tidak berpenghuni, jadi keperluan harus dibawaserta. Baik alat untuk snorkle atau bahan makanan dan minuman. Karena waktu berkunjung kami yang jatuh pada hari Minggu, sehingga sewa alat snorkling juga naik, biasanya jika hari biasa bukan hari libur, sewa hanya 50.000, tetapi karena hari libur sewa menjadi 60.000 untuk satu setnya. Satu set terdiri dari kacamata snorkle, sepatu/kaki katak dan pelampung. 
Asty chan bersama Patrick


Patrick and Me

Patrick, Asty dan Bruno Mars nyasar
Berbekal 10 kacamata snorkle, 2 kaki katak, 8 sepatu dan 6 pelampung perjalanan dilanjutkan menuju pulau Kodingareng Keke. Fachry, Sabri, Wawan dan Echa memilih tidak memakai pelampung, mereka pintar berenang. Lautan yang tenang, cuaca yang cerah dan hembusan angin yang semilir membuat perjalanan ini semakin menyenangkan. Dari kejauhan Pulau Kodingareng Keke sudah kelihatan, meskipun bentuknya hanya mirip gundukan. Perahu semakin menjauh dari Pulau Samalona, sebaliknya Pulau Kodingareng Keke semakin dekat dan sudah jelas kelihatan. Semakin dekat, nampak beberapa tenda yang masih berdiri, dan beberapa orang sedang bermain dipinggir pantai. Ada juga yang sedang asyik berfoto di dermaga. Karena kondisi yang tidak memungkinkan, air yang sangat dangkal, maka pendaratan dilakukan di belakang pulau, di pinggir pantai yang semuanya adalah pasir putih. 
Wa-One

Tuhan Maha Indah dan mencintai keindahan,

Sabri

Satu persatu turun dari perahu. Barang bawaan pun sudah tidak ada yang tersisa di perahu. Tukang perahunya pun pamit untuk kembali menjemput penumpangnya yang akan menuju kesini juga. Seperti biasa tidak afdol mengunjungi tempat baru jika tidak berfoto-foto, pasang gaya, cari latar yang bagus, siapkan fish eye dan tongsis, jepret jepret jepret. Dari 10 orang, hanya saya yang sudah menginjakkan kaki untuk keduakalinya di pulau ini. Bagi mereka semua ini kali pertamanya untuk menginjakkan kakinya di Pulau Kodingareng Keke. Puas berfoto dengan berbagai gaya dan beberapa sudut yang latarnya menawan, kami menuju ke tengah-tengah pulau. Di tengah-tengah pulau sudah ramai, beberapa tenda masih berdiri kokoh. Setelah mendekat ternyata satu rombongan merupakan rombongan anak UKM Hockey Unhas, beberapa orang yang kami kenal yang tak lain adalah senior dan junior di Jurusan Mesin fakultas teknik Unhas Makassar. Rombongan lain yang takkalah ramai adalah satu rombongan yang sekitaran 30 orang. Belakangan saya tahu jika mereka adalah rombongan Jalan-Jalan Seru Makassar yang lagi camping setelah sukses menggelar ajang Makassar Traditional Game festival. Di tengah pulau ada beberapa pohon yang tinggi, saya tidak tahu apakah itu pohon Pinus ataukah pohon Cemara Laut, apapun namanya, menjadikan Pulau Kodingareng Keke menjadi teduh. Pucuk dicinta ulam tiba, salah satu balai-balai masih kosong, semua barang-barang kami simpan di balai-balai tersebut. 
Snorkling seru.
Teriknya sinar matahari tak menghalangi kami untuk bersnorkling.

Kami menuju pinggir pantai yang tidak begitu dalam untuk kegiatan snorkling setelah ajang sapa-sapaan selesai. Awalnya Ciwi tidak mau karena takut, katanya dia tidak bisa berenang. Tetapi setelah dibujuk, akhirnya dia melunak untuk ikut snorkling kecil-kecilan. Keindahan bawah lautnya yah lumayanlah, dengan kedalaman 1 meter saja kita sudah bisa melihat ikan nemo dan ikan berwarna-warni lainnya. Tetapi sayang seribu sayang diantara kami bersepuluh tak satu orang pun yang membawa kamera bawah air. Setelah puas menikmati areal tersebut, saya menepi, memilih untuk naik beristirahat di tengah pulau. Disini saya berbincang-bincang dengan rombongan anak Hockey, tidak lama kemudian, datang rombongan sekitar 20 orang lebih, lupa apa nama komunitasnya, tetapi mereka komunitas backpacker juga dari Makassar. Perbincangan semakin hangat karena mebahas masalah keindahan alam Indonesia.  Saking asiknya berbincang-bincang dengan dia, yang belakangan saya tahu dia bernama daniel, tidak terasa sudah pukul 10 lebih. Teman-teman saya yang lain sudah menpi juga, capek katanya. Sembari mereka beristirahat saya menelpon Tukang perahu yang sedari 2 jam yang lalu tetapi tidak kembali-kembali, saya minta untuk diantar ke spot snorkling yang kira-kira berjarak 100-150 meter dari tepi pulau. Kurang lebih 30 menit Tukang perahu dan tentunya perahunya datang kembali. Saya melenggang hanya membawa pelampung dan alat snokling saja, sementara yang lain masih sibuk dengan barang-barangnya masing-masing. Saya pikir kami masih akan kembali ke pulau setelah snorkling. Ternyata keputusan mereka dari snorkling langsung pulang, nanti di Pulau Samalona baru berganti pakaian.

Asty Chan dan bintang laut birunya
Echa
Ria
Ciwi
Setelah semua naik di perahu beserta barang bawaannya, Tukang perahu menyalakan mesin menuju ke spot snorkling. Dari atas saja sudah nampak keindahan karangnya. Jarum jam di arloji Asty menunjukkan pukul stengah 11 siang, sebelum bersnorkling kami memutuskan untuk menikmati nasi kuning yang kami bawa dari daratan Kota Makassar. dengan budget 10.000 per porsi, ini termasuk murah, nasinya banyak dan lauknya juga enak, tetapi kalau kelaparan dan di tengah laut, apapun itu terasa enak. Hahahahaha. Ria, Asty, Didit, Abhy masih makan, saya masih siap-siap, Aswan, Wawan, Echa dan Fachry sudah nyemplung duluan. Dengan mengumpulkan segenap keberanian dan keyakinan bahwa semuanya akan baik-baik maka sayapun juga ikutan nyemplung. Tentunya dengan sudah berpakaian lengkap dan siap untuk bersnorkling. Mulut saya seolah terkunci setelah saya memasukkan muka saya kedalam air. Satu kata yang sempat saya ucap “Subhanallah” hanya itu yang bisa saya ucapkan sembari berdecak kagum menyaksikan keindahan bawah laut Pulau Kodingareng Keke. Karang yang cantik dan kokoh bercabang-cabang, ikan-ikan beraneka warna, dan beraneka jenis, bintang laut yang berwarna biru yang sangat kontras dengan putihnya dasar laut. 
Fachry, 
Didit

Pengalaman pertama bersnorkling, ngapung di permukaan laut yang dalamnya 3 meter.

Paus terdampar, Gajah ngapung, Badak Ngambang, saya tidak peduli omongan mereka,
sensainya luar biasa, pokonya rasanya kayak terbang.

Sungguh ciptaan Tuhan yang maha sempurna, tetapi sayang beribu sayang kami tdak membawa kamera underwater, sehingga keindahannya hanya bisa kami abadikan dalam ingatan saja. Yang paling menarik adalah rombongan ikan berwarna biru cerah yang datang menghampiri kami sseolah mengucapkan selamat datang bagi kami. Memang saya sudah keduakalinya berkunjung ke tempat ini, tetapi sebelumnya saya tidak snorkling. Teriknya ssinar matahari yang persis berada diatas kami tak menghalangi niat dan keseruan kami menikmati keindahan bawah laut perairan Pulau Kodingareng Keke. Dari sepuluh orang, hanya Ciwi tidak turun dengan alasan yang sama, tidak tahu berenang. Tetapi yang lain silih berganti naik di atas perahu, menemani Ciwi dan memotret kami. Tukang perahu bahkan ketiduran menunggu kami yang asyik bersnorkling. 
Kembali ke Makassar dengan pengalaman yang baru dan sejuta cerita indah.

Tanpa kami sadari jam sudah menunjukkan stengah 2 siang, artinya kami terombang ambing sudah lebih 2 jam. Saya memutuskan untuk naik ke perahu, baru pada saat ingin naik ke perahu saya merasakan cape yang terlalu, sampai-sampai tenaga di lengan saya habis. Sekitar 5 menit berusaha untuk naik keatas perahu akhirnya saya berhasil naik.  Saya langsung tepar di atas perahu, tenaga saya habis, bukan hanya saya, yang lain pun demikian, kecuali Echa, basicnya memang anak pencinta alam, tidak mudah lelah dan banyak tenaganya. Setelah semuanya naik diatas perahu dengan kondisi basah kuyup, Tukang perahu pun menarik naik jangkarnya. Mesin mulai menderu, perahu perlahan meninggalkan perairan pulau Kodingareng Keke. Saya hanya terdiam sembari memejamkan mata sambil menikmati angin laut yang sepoi-sepoi membelai muka saya. Semakin lama Pulau Kodingareng Keke semakin mengecil, sebaliknya pulau Samalona semakin terlihat jelas. Sesampainya di Pulau Samalona kami semua bergegas turun, saya langsung memintai ongkos kepada mereka untuk ongkos perahu, bayar uang sewa peralatan snorkling dan mengenbalikan uang Asty yang dipakai untuk membeli Nasi Kuning. Alat snorkling sudah terkumpul, total sewanya 580.000. Biaya perahu 600.000, biaya makan siang 140.000. dengan biaya 150.000 per orang masih ada uang 30.000 yang tersisa. 

Karena manisnya hidup kita yang tentukan, terima kasih sahabat.
Aktivitas di Pulau Samalona sudah selesai, mereka sudah berganti pakaian kecuali saya yang semua pakain saya basah karena kena air di perahu. Sekarang saatnya melanjutkan perjalanan pulang ke daratan pulau Sulawesi. Sekitar stengah jam terombang ambing di tengah lautan akhirnya perahu tertaambat di dermaga. Kami pun turun satu persatu dengan rasa bahagia yang tidak bisa kami ungkapkan dengan kata-kata. Tidak peduli kulit kami yang menghitam, pokoknya kami bahagia, kami senang dengan pengalaman yang baru.

Bidadari Cantik yang menjadikan perjalanan ini semakin manis
Aku mencintai Indonesia, Indonesia adalah Surga, tak perlu ke negara orang untuk menikmati Surga karena negara kami adalah Surganya DUNIA.. Saya Cinta Indonesia.
Pulau Kodingareng Keke, Journey To Heaven.
Terima kasih sahabat, Asty, Ria, Ciwi, Aswan, Wawan, Sabri, Echa, Fachry dan Didit.

Terima Kasih yang tak terhingga kepada Allah SWT. Tuhanku, Tuhan yang maha Indah dan sangat mencintai keindahan, 
Terima kasih kepada Muhammad SAW, junjunganku, nabiku yang membawa Rahmat bagi seluruh alam. 
Terima kasih orang Tuaku, Alm ayahanda, dan Ibundaku tercinta yang melahirkan dan mebawaku melihat indahnya Dunia ini, khususnya Indonesia.
Terima kasih untuk Alam Indonesia yang sangat Indah 
Terima kasih para pahlawanku, yang memerdekakan negara ini, yang menjadikan kami bisa menikmati indahnya Indonesia dengan damai dan aman.

Alhamdulillahirabbil Alaamin. #WonderfulIndonesia

|| Achyie Sabang - 06 November 2014 ||