Kamis, 26 Juli 2018

Pulau Padar, Pesona Labuan Bajo Yang Tak Pernah Pudar


Jauh dari kota Labuan Bajo, dan tak dihuni oleh manusia, tak serta merta namanya terlupakan, bahkan namanya lebih dari sekedar dikenal. Namanya menggaung hingga ke seantero dunia. Pulau Padar. Eksotik, seksi, cantik dan tentunya indah. Terletak di Kawasan Taman Nasional Komodo, Provinsi Nusa Tenggara Timur, memakan waktu pelayaran kurang lebih dua jam menggunakan kapal dari Pulau Komodo.
Padar by Drone
Pulau Padar, keindahan sempurna yang Tuhan turunkan di Bumi Indonesia. Di Padar Tuhan menunjukkan akan kecintaanNya akan keindahan dan membuktikan bahwa Dia dzat yang maha Indah. Keindahan Padar tidak tanggung-tanggung, baik pada saat berwarna hijau maupun pada saat berwarna coklat. Melihat potretnya saja bisa bikin jatuh cinta apalagi jika sudah melihatnya secara langsung dijamin semakin cinta. Komposisi lekukan-lekukan manja pantainya akan memukau mata siapapun yang menyaksikannya. Terdapat empat lekukan pantai yang masing-masing dua di sisi kiri dan dua juga di sisi kanan. Keempat lekukan ini masing-masing dipisahkan oleh bukit yang langsung menjorok ke laut. Perpaduan antara warna bukit yang kecoklatan dengan warna laut yang membiru semakin menyempurnakan keindahan Padar.
Pesona yang tak pernah pudar


Perjalanan menuju Padar dari Komodo tidaklah seindah dengan keindahan Padar yang kami lihat di sosial media. Sejam pertama pelayaran menuju Padar, perjalanan santai, bahkan kami sempat tertidur efek dari nikmatnya buaian angin samudera. Tetapi semakin berlayar perlahan kapal mulai miring kiri dan kanan, hingga puncaknya pada saat separuh perjalanan, pada saat yang ada dihadapan kami hanya lautan lepas. Ombak samudera seolah memberikan sambutan hangat kepada kami ketika kami memasuki wilayah teritorinya. Menurut sang Kapten kapal, ombaknya masih mendingan, padahal dia tidak tahu banwa jantung kami sudah dag dig dug ser. Yah wajar jika bagi mereka masih mendingan karena mereka sudah terbiasa. Butuh perjuangan super untuk menenangkan jantung yang berdetak kencang melihat kapal yang kami tumpangi melawan ombak yang tingginya hampir 2 meteran. Saya sempat bertanya kepada kapten kapal tentang kondisi ombak, kata beliau memang jika dari Komodo menuju Padar ombaknya besar dan terasa olengnya. Hal ini dikarenakan oleh dua factor, yaitu karena kita melawan arus dan yang kedua karena Posisi Padar menghadap langsung ke lautan lepas alias Samudera. Dan bonusnya kita berlayar sore hari, dimana angin berhembus lumayan kencang sehingga secara otomatis berpengaruh pada ketinggian ombak. Satu hal yang saya salut bagi beliau, beliau tenang-tenang saja, bahkan sambil menonton acara tv streaming melalui telepon genggamnya. Mungkin beliau membaca kekhawatiran dari gerak-gerik saya, beliau tertawa sambil ngomong, tidak apa-apa kok. Berbekal penjelasan beliau, saya mulai menjadi tenang dan rileks lalu bergegas meninggalkan beliau, menuju ke teman-teman yang asik diayun oleh ombak sambil teriak-teriak histeris. Kurang lebih sejam perjalanan menguji adrenalin akhirnya kami memasuki wilayah perairan Selat Lintah. Selat Lintah merupakan selat yang mengantarai Pulau Padar dan Pulau Rinca. Matahari sudah mulai berwarna keemasan saat kapal memasuki Selat Lintah. Perlahan Kapal menepi ke pinggir pulau yang tadi kami itari. Ternyata pulau yang kami itari tadi adalah Padar. Di pinggir pulau ABK menjatuhkan jangkar kapal, di samping beberapa kapal yang terlebih dahulu berlabuh.
Mentari pagi di Padar
Pukul 05 subuh kami dibangunkan oleh guide, persiapan tracking ke puncak Padar untuk menyaksikan matahari terbit. Setelah turun dari sekoci, kami langsung menjejaki satu persatu anak tangga yang terbuat dari kayu ulin. Lepas dari anak tangga kami menyusuri jalan setapak yang menanjak, di sisi jalan setapak, sudah dibangun jalan yang terbuat dari beton, namun belum rampung pada saat itu. Mungkin sekarang sudah rampung. Nafas pendek dan tersengal mulai kedengaran dari hidung kami masing. Cahaya keperakan bercampur keemasan sudah mulai kelihatan di ufuk timur pertanda matahari sedikit lagi muncul dari peraduannya. Menyaksikan matahari terbit dengan sudut terbaik menjadi semangat kami untuk terus melangkah menuju puncak Padar. Dan sedikit lagi sebelum kami sampai di puncak, Mentari muncul dari peraduannya dengan sinar hangatnya menyapa semesta. Perjuangan kami tidak sia-sia, semua rasa ngos-ngosan terbayar lunas dengan hangatnya sinar mentari pagi Pulau Padar yang menyapa kami. Puas menikmati pesona matahari terbit, kami bergegas melanjutkan tracking kami menuju puncak Padar yang sedikit lagi kami raih. Puncak masih kosong pada saat kami sampai, sinar mentari pun kian hangat. Kami istirahat sejenak memulihkan nafas yang kembali tersengal, melap bulir peluh yang membasahi wajah kami sembari terdiam menikmati mahakarya dari Sang Tuhan. SEMPURNA.
Tak lupa dengan Kain Flores

Tuhan Maha Indah dan Mencintai Keindahan. Sempurna

Hangatnya sinar matahri pagi berpadu dengan keindahan sempurna dari Padar membius dan membungkam mulut kami. Kami hanya mampu terdiam menikmati sajian alam, sembari memuja kebesaran dari Sang Pencipta. Puas menikmati kemurnian alam, saatnya beraksi, menyalakan kamera, drone dari sang guide pun siap mengudara, mengabadikan kenangan kami di Padar. Langit semakin cerah, laut semakin membiru, petualanagn dan cerita kami pun di Padar semakin sempurna.
Padar, tentang cinta, perjuangan, kebanggaan dan sejarah
Padar sedang mempersembahkan kecantikannya yang eksotik pada saat kami datang. Menyuguhkan kami pemandangan padang rumput yang berwarna kecoklatan, rerumputan yang mengering karena musim kemarau menjadikan Padar semakin eksotis. Membuat kami yang datang semakin cinta,, menjadikan yang belum datang ke Padar semakin penasaran dan semakin ingin ke Padar, menjadikan yang nyinyir semakin iri pada kami yang sudah menjejakkan kaki di Padar.
Geng Kocak

Kumpulan bocah 30 Tahun tapi belum nikah

Padar, Bagi saya bukan hanya sekedar destinasi, tetapi Padar adalah perjuangan, Padar adalah kebanggaan, Padar adalah sejarah, dan Padar adalah Cinta.
Eksotis, seeksotis Padar.
Padar, kamu terlalu indah, kamu terlalu mempesona, sehingga pesonamu tak pernah pudar di memoriku. Hanya satu yang mengalahkan pesona dan keindahanmu, Penciptamu.
Terima Kasih Padar

Sudah Move On dari Padar?
   
Terima kasih Padar, Terima kasih porter andalan, terima kasih uncle Japh, Terima kasih Iyem, ah jadi kangen kalian, nulis ini. Terima kasih DINO TRIP KOMODO dan team, terima kasih JJS Labuan Bajo, terima kasih Fotografer Andalan, Muhammad Irfan Wowor.

Porter andalan yang sok Misterius, Dwipo Aris Topanno

Uncle Japh yang paling heboh, Jappi Pateddungi
Iyem sikuli Jekardah yang selalu merasa paling ketjeh, Novelly Mitha Kambuno

Alhamdulillah Ya Rabb, saya sudah menjejakkan kaki di Labuan Bajo, sudah melihat wujud nyata Padar, yang membuatku semakin cinta akan Indonesia, dan yang paling utama semakin mencintaiMu, semakin mensyukuri nikmatMu, semakin rajin curhat kepadaMu.