Selasa, 11 Agustus 2015

Toraja Utara: Rante Kalimbuang dan Kete Kesu

Kabupaten Toraja Utara, merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Selatan yang memiliki banyak objek wisata. Kete Kesu dan Rante Kalimbuang merupakan dua dari sekian banyak obyek wisata yang dimiliki Kabupaten Toraja Utara. 
Rante Kalimbuang, terletak di Desa Bori, Kecamatan Sesean, Kabupaten Toraja Utara, Provinsi Sulawesi Selatan. berjarak sekitar 5 KM sebelah utara dari pusat Kota Rantepao, ibukota Kabupaten Toraja Utara. Dengan menggunakan kendaraan roda dua atau roda empat hanya membutuhkan waktu sekitar 10 menit dari Kota Rantepao untuk sampai ke Rante Kalimbuang. Rante Kalimbuang atau orang biasa menyebutnya denga Bori Kalimbuang merupakan salah satu obyek wisata dengan panorama deretan menhir meghalitikum yang jumlahnya puluhan, bahkan mungkin mencapai seratusan. Rante dalam bahasa Toraja yang berarti lapangan atau tanah datar, sedangkan Kalimbuang  sendiri saya tidak paham apa artinya, mungkin ada kaitannya dengan kata Simbuang yang berarti menhir. Mungkin saja memang ada kaitannya, karena menhir-menhir ini terletak di sebuah lapangan yang rata. Letak menhir ini tidak beraturan, begitupun ukurannya, ada yang besar, ada yang kecil, ada yang pendek dan adapula yang tinggi menjulang. Di sekitar lapangan tempat menhir ini terdapat beberapa rumah-rumah tongkonan, ada yang besar ada yang sedang dan adapula yang kecil, saya tidak mengerti apa makna di balik ukurannya.Saat saya berkunjung, tempat inio sangat sepi, hanya ada seorang ibu yang bertugas di loket karcis, yang setelah melayani saya dan teman-teman saya langsung tidur kembali. Karena tidak ada nara sumber yang bisa saya tanya-tanya, maka muncullah beberapa tanya di benak saya. Untuk apa menhir ini dibuat?, apa makna dari ukuran menhir ini yang beragam, bagaimana prosesi pembuatan menhir ini sampai makna dari ukuran Tongkonan yang ada di samping rante. Puas berfoto dan menikmati kenangan, eh salah maksudnya ketenangan, saatnya jalan-jalan menuju ke Kuburan Batu yang ada di bukit di belakang Rante Kalimbuang. Sekitar 30 meter dengan kondisi jalan menanjak saya dan teman-teman saya tiba di sebuah kuburan batu besar, mungkin berdiameter belasan meter, saya tidak tahu ukuran pastinya. Lumayan seram dan ngeri, sudah sepi di tengah hutan pula, untung tidak bertemu dengan mantan, maka bisalah berfoto sampai puas. Melihat dari tulang belulang dan tengkorak di satu sisi kuburan batu ini, kayaknya sudah digunakan dari puluhan tahun, masalah ketepatannya saya tidak tahu, saya bukan ahli geologi ataupun ahli forensik. Kuburan batu ini juga sudah tidak digunakan, mungkin karena sudah penuh, atau mungkin saja karena sudah move on atau berpindah kelain hati. Hari sudah sore, sedikit lagi memasuki waktu ababil menggalau, saatnya move on dari sini, kita menuju ke Kete Kesu. 







Kete Kesu, jika dibaca dengan versi bahasa toraja maka pengucapannya Ke'te' Ke'su. Kete Kesu merupakan salah satu obyek wisata yang namanya sudah tidak asing lagi bagi para pelancong, baik pelancong lokal, nasional maupun internasional, semuanya berakhiran huruf L, mungkin ada hubungannya dengan Al, El dan Dul. Berlokasikan 4 KM sebelah tenggara atau sekitar 10 menit dari Kota Rantepao. Kete Kesu terletak di kampung Bonoran, Kelurahan Tikunna Malenong, Kecamatan Sanggalangi, Kabupaten Toraja Utara, Sulawesi Selatan. Tidak begitu sulit untuk sampai di tempat ini, naik ojek pun bisa, Karena masih terletak di pinggiran jalan poros kecamatan yang menghubungkan desa ke desa lain. Kete Kesu dengan panorama rumah tongkonan dan lumbung padi yang berjejer tidak pernah sepi dari pengunjung, apalagi jika musim liburan atau akhir pekan, pasti ramai. Kawasan Wisata Kete Kesu, buka dari pukul 08.00 pagi dan tutup pukul 16.00 sore, tetapi jika musm libur atau akhir pekan biasa buka sampai jam 18.00. Hampir lupa, Tongkonan atau Rumah Tongkonan merupakan nama rumah adat atau rumah tradisional milik Suku Toraja. Tongkonan terpilih mewakili rumah adat untuk Sulawesi Selatan, ingatkan pelajaran IPS waktu SD, nama rumah adat dari Provinsi Sulawesi Selatan, adalah rumah Tongkonan. Mungkin karena keunikan bentuknya sehingga terpilih mewakili Sulawesi Selatan, mengalahkan rumah adat Bugis, Mandar dan Makassar. Mengenai deskripsi atau penggambaran rumah Tongkonan cari saja di Wikipedia, yang jelas atapnya mirip perahu, ujungnya depan belakang menjulang melengkung ke atas, biasanya terbuat dari bambu yang dipotong-potong kemudian disusun berlapis-lapis sehingga tidak tembus hujan. Di depannya dipasang sebuah tiang yang ujungnya menyentuh atap, tiang ini untuk menyimpan atau menempel tanduk kerbau, semakin banyak tanduk kerbaunya artinya penghuninya suka berpesta, pestanya bukan di bar atau club malam yah, tetapi pesta kematian, pestanya juga dilakukan pada siang hari. Selain panorama tongkonan, Kete Kesu juga memiliki kuburan batu, sekitar seratus meter di belakang kompleks tongkonan. Ini adalah kunjungan saya yang ketiga kalinya ke Kete Kesu, tetapi jika mengunjungi kuburan batu saya tidak pernah tuntas, pasti hanya sampai di depan goa yang diberi pagar besi, entah mengapa, mungkin karena saya masih ingin kembali kesana lagi. Nah bagi kalian yang biasa dimintai oleh-oleh atau cendra mata khas Toraja, maka Kete Kesu adalah tempat yang tepat untuk berburu oleh-oleh. Kenapa?, ih kepo deh, pakai tanya-tanya segala, hehehehheeh (intermezzo). Kenapa?, karena di Kete Kesu merupakan sentra penjualan oleh-oleh khas toraja, mulai dari tas, miniatur tongkonan, miniatur tedong bonga, ukiran toraja, baju toraja, sampai kain tenun khas toraja semuanya ada disini, lengkap. Bocoran buat kalian yang suka membanding-bandingkan harga antara di Kete Kesu dengan di Pasar Rantepao, di sini di Kete Kesu lebih murah. Mau tahu lagi kan alasannya kenapa lebih murah?. Hal ini dikarenakan oleh beberapa faktor, barang yang di jual di kios-kios di Kete Kesu, di produksi sendiri, belum berpindah tangan, ongkos produksinya masih sedikit sebatas bahan baku saja, nah kalau di pasar sudah berpindah tangan dan sudah ada kena biaya tambahan yaitu biaya akomodasi, biaya pajak dan biaya lainnya, mungkin jatah preman juga masuk. Bocoran tersebut saya dapat dari perbincangan dengan seorang bapak ketika saya istirahat di bawah lumbung padi sambil menunggu teman saya berburu oleh-oleh.Sebelum pulang saya sok-sok berterima kasih kepada Beliau menggunakan bahasa Toraja " Kurru' Sumange' yah Oom", beliau tersenyum lalu berkata " yang benar itu bukan Kurru' Sumange', tetapi yang benar adalah Kurre' Sumanga'". "Kurre' Sumanga' yah Oom, saya pulang dulu". Begitulah percakapan penutup saya dengan beliau.









Kabupaten Toraja Utara bukan hanya tentang Rante Kalimbuang dan Kete Kesu, masih banyak obyek-obyek wisata lainnya. Tidak percaya? makanya datang ke Toraja Utara, masa kamu Orang Indonesia, kalah oleh orang luar negeri, hehehehhe. Kalau mau enak, rute terstruktur, sebelum mengeksplore Toraja Utara ada baiknya berkunjung ke Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Toraja Utara, beralamat di Jalan Ahmad Yani nomor 62 A Kota Rantepao. Staffnya baik dan ramah, dengan sabar mereka akan menjelaskan obyek-obyek wisata andalan Toraja Utara, selain itu mereka juga akan memberi tahu yang mana tempat searah. Hari Sabtu tetap buka, saya tidak tahu kalau hari Minggu, soalnya waktu itu saya datangnya hari Sabtu. Kalau mau tahu kebenarannya buka atau tidak jika hari Minggu, mungkin bisa berkunjung pas hari Minggu, tuntas kan. Terakhir, jika mengunjungi Obyek Wisata, sebaiknya jangan meninggalkan sesuatu selain jejak, bawa pulang sampahmu, apalagi PACAR atau PASANGAN. Jangan membunuh sesuatu selain waktu, tumbuh-tumbuhan dan hewan jangan di bunuh, apalagi MANTAN PACAR. Jangan mengambil sesuatu selain gambar, tengkorak dan tulang-tulangnya jangan diambil, apalagi yang namanya mengambil PACAR atau PASANGAN ORANG, itu sangat tidak boleh.

Kurre' Sumanga'

Toraja Utara, 30 Mei 2015

__Achyie Sabang__

Senin, 10 Agustus 2015

Biru Yang Menyenangkan Dan Menenangkan, Namanya Apparalang

Apparalang merupakan salah satu nama tempat berupa tebing yang menghadap langsung ke lautan lepas. Terletak di Desa Ara, Kecamatan Bontobahari, Kabupaten Bulukumba, Provinsi Sulawesi Selatan. dari Makassar dapat ditempuh kurang lebih 5 jam, sedangkan dari Kota Bulukumba dapat ditempuh dengan kurang lebih satu jam. Untuk menuju ke Apparalang, harus menggunakan kendaraan pribadi, karena tempat ini sangat jauh dari pemukiman penduduk, dan letaknya boleh dikatakan di tengah hutan.Kendaraan roda dua ataupun roda empat semuanya bisa, kecuali Helikopter belum bisa, belum ada landasannya.

Rute, ambil jalur menuju Pantai Tanjung Bira, setelah mendapat pertigaan belok kiri menuju Desa Ara. Pertigaan ini sangat mudah ditandai atau dikenali, karena di dekat pertigaan ini berdiri sebuah sekolah menengah dengan cat atapnya berwarna biru terang benderang. Jadi jika sudah mendapatkan pertigaan yang di dekatnya ada Sekolah dengan cat atap berwarna biru, maka silakan belok kiri. kurang lebih 5 kilo dari pertigaan tersebut, di sebelah kanan jalan ada Gerbang yang bertuliskan Pantai Apparalang, atau jika ragu-ragu jangan malu untuk bertanya pada warga, mereka baik dan ramah kok. Nah setelah berbelok kanan silakan ikuti jalur, kemudian nanti mendapat pertigaan lagi, silakan belok kanan lagi, ikuti jalur sampai mendapatkan parkiran. Parkir kendaraan anda, lalu nikmati sejuknya angin sepoi-sepoi khas pinggir laut. 






















Sudah lihat kan bagaimana pesona Apparalang, tertarik? makanya datang langsung kesana, jangan galau melulu mikirin anak orang, Kalau mau kesana, bawa bekal yah, soalnya di sana belum ada warung penyedia makanan berat, adanya cuma penjual snack, siapa tahu anda lapar, kan tidak lucu kalau teman makan teman. Kalau mau nginap, bawa tenda sendiri, disana tidak ada penginapan, rumah warga jauh, ingat cukup tenda saja, tidak usah kenangan masa lalu. Jangan buang mantan sembarang, apalagi ke laut, eh Sorry sampah maksudnya.

Apparalang, 21 Maret 2015


_Achyie Sabang__








Sabtu, 08 Agustus 2015

Pulau Kodingareng Keke (lagi), Surga Yang Di Rindukan


Pulau Kodingareng Keke, salah satu nama pulau yang sudah menjadi ikon pariwisata kota Makassar. Pulau ini merupakan 1 dari 100-an lebih pulau di gugusan kepulauan Spermonde yang membentang dari utara (Kab. Barru) sampai selatan (Kab. Takalar) di pesisir barat Sulawesi Selatan. Pulau Kodingareng Keke dapat ditempuh selama kurang lebih sejam dari dermaga Popsa. Tidak ada angkutan (perahu / kapal) umum yang melayani rute ini, maklum pulau ini merupakan pulau tidak berpenghuni. Sehingga jika ingin berkunjung ke Pulau Kodingareng Keke harus mencarter perahu untuk menuju kesana. Perahu yang biasa saya carter adalah perahu yang muat 10 pax. Kisaran harganya mulai dari Rp.600.000, tergantung bagaimana caranya kita menawar, atau jika sudah berlangganan pasti diberi harga murah. Harga sewa perahunya juga berbeda antara perjalanan PP dan perjalanan nginap, PP pasti lebih murah, karena perahunya menunggu, sedangkan kalau nginap, perahunya bolak balik, jadi harga lebih mahal. Pemandangan disana tidak perlu di sangsikan, alam bawah lautnya bikin berdecak kagum.
Pulau Kodingareng Keke

Pukul 08.37 saya menelpon Dg Tayang(Dg :Daeng, sapaan untuk orang yang di tuakan atau dihormati untuk suku Makassar), mengabarkan ke beliau bahwa teman-teman saya sudah lengkap dan siap untuk berangkat menuju Pulau Kodingareng Keke. Sepuluh menit kemudian perahu Dg Tayang sudah merapat di dermaga samping popsa, kami langsung menuju ke ujung dermaga mendekat ke perahu milik Dg Tayang. Kurang dari pukul 09.00 pagi kami berangkat menuju ke Pulau Kodingareng Keke. Wiwin dan K’ Ridho duduk di bangku paling belakang di depan Dg Tayang. Arfan, Riana dan anaknya duduk di bangku tengah, sedangkan saya, Ical dan Wawan duduk paling depan.
Suasana Pulau Kodingareng Keke waktu kami baru saja tiba.
Perahu membelah perairan makassar, melewati kapal-kapal besar yang terapung di tengah lautan, yang maksud dan tujuannya mereka disitu saya tidak paham. Perjalanan kami aman terkendali, ombak bersahabat, angin bertiup tidak terlalu kencang, kami bertemu dengan beberapa rombongan lain yang ingin menuju ke pulau seberang. Melewati Pulau Lae-lae, Dg Tayang mengarahkan perahu yang kami tumpangi untuk mendekati perahu kecil milik nelayan tradisional untuk membeli ikan.  Tangkapan nelayan tersebut belum terlalu banyak, nelayan tersebut memilihkan ikannya yang besar-besar kurang lebih 10 ekor, harganya Cuma Rp.50.000. Sangat murah, ikannya masih segar, ditangkap dengan cara tradisional, dipancing. Karena jumlah kami 10 orang, maka ikan tersebut kami rasa belum cukup, maka Dg Tayang memutuskan untuk mencaroi nelayan yang lain lagi. Nelayan yang kedua yang kami sambangi ternyata tangkapannya masih sangat sedikit, perjalanan kami berlanjut hingga melihat nelayan ketiga dikejauhan. Perahu kami mendekat ke perahu nelayan tersebut, yah tangkapannya sudah lumayan, dengan selembar uang Rp.100.000 ikan yang diberikan ke kami sudah sangat banyak dan cukup untuk kami. Perjalanan di lanjutkan menuju ke Kodingareng Keke.
Wawan dan Ical
Saya seolah menjadi pemandu wisata kepada Arfan dan Riana, tunjuk sana tunjuk sini nama-pulau yang terlihat, meskipun hanya Pulau Samalona yang kami lalui. Arfan adalah teman SMP saya di SLTPN 1 Lilirilau Kabupaten Soppeng ( SMP CABBENG) sedangkan Riana adalah istrinya. Mereka berdua berdomisili di Samarinda, dan dari dialah sehingga perjalanan ini diadakan. Mereka berdua tertarik melihat Pulau Samalona yang saya upload di sosial media Facebook dan Path. Rencana awalnya memang ke Pulau Samalona, tetapi setelah ditimbang-timbang akhirnya kami memutuskan untuk mengambil perjalanan menuju Pulau Kodingareng Keke. Perahu semakin jauh meninggalkan dermaga Popsa, kota Makassar yang kelihatan hanyalah deretan-deretan gedung tingginya yang perlahan mulai menjamur. Pulau Kodingareng Keke sudah semakin dekat, kami bertujuh semakin antusias dan bersemangat. Bagi saya ini adalah ketiga kalinga berkunjung ke Pulau Kodingareng Keke, tetapi antusias saya masih tetap sama waktu pertama kali kesini. Masih terkagum-kagum, masih teriak-teriak ala anak labil, tetapi itulah ekspresi kecintaan saya akan Pulau Kodingareng Keke karena tempat ini adalah Surga yang Tuhan jatuhkan ke bumi.
Snorkling
Perahu milik Dg Tayang perlahan merapat ke tepi pantai Pulau Kodingareng Keke. Dengan mengucapkana salam kami satu persatu menginjakkan kaki di pantai pulau eksotis ini. Pantainya? Tak perlu dipertanyakan, pasirnya pasti putih, airnya beninglah. Sampah? Mana ada sampah di pulau ini. Ada yang berbeda dengan Kodingareng Keke kali ini dengan wakyu kunjungan saya bulan November tahun lalu. Beberapa balai-balai beratapkan terpal biru terlihat meramaikan pulau ini. Kedatangan kami disambut oleh seorang kakek tua, beliau membantu mengangkatkan barang bawaan kami. Suasana pulau masih sepi, sebelumnya hanya kakek tersebut beserta kucing-kucing penghuni pulau yang ada di pulau ini. Belakangan kami ketahui bahwa balai-balai yang dipasangi tenda tersebut didirikan oleh kakek tersebut dan disewakan kepada para pengunjung dengan tarif Rp.50.000 per balai-balai sampai puas. Balai-balainya ukuran 1meter kali 1.5 meter. Karena kami pengunjung pertama maka kami memilih balai-balai yang di tengah-tengah pulau di bawah pohon cemara laut. Kami memilih balai-balai tersebut karena suasananya sejuk, di bawah pohon cemara laut yang rindang.
Arfan dan Riana, Wiwin dan K' Ridho
Pulau Kodingareng Keke serasa menjadi milik pribadi, kami bebas melakukan apapun, hanya rombongan kami dan si kakek penyewa balai-balai tersebut beserta puluhan kucing lucu. Namun private island hanya berlangsung kurang lebih setengah jam. Sekitar pukul setengah sebelas, dua rombongan perahu merapat ke pulau eksotik ini. Satu rombongan memilih balai-balai di dekat balai-balai kami, satunya lagi memilih di sudut pulau yang lainnya. Keriuhan suasana mulai terasa, pulau mulai ramai.
Kucing dan Bintang Laut, 2 binatang yang bikin kangen ingin kembali ke Pulau Kodingareng Keke.
Sekitar setengah jam membereskan barang bawaan kami sambil bersiap-siap untuk snorkling sudah selesai dan kami siap untuk dibawa menuju spot snorkling. Saya memanggil Dg Tayang untuk membawa kami menujuh ke area snorkling, tetapi kata Dg Tayang, temannya yang akan mengantar kami. Sekitar 3 menit kapal menuju ke spot snorkling, si Dg Perahu yang tidak kami tahu siapa namanya menjatuhkan jangkarnya ke dasar laut yang dalamnya kurang lebih 3 meter. Wawan langsung nyebur ke laut, tanpa menggunakan pelampung, maklum dia pintar berenang. Saya baru nyebur setelah memasang pelampung, diikuti K’Ridho. Ical yang awalnya saya kira lihai berenang, ternyata tidak pandai berenang. Kasur angin yang sudah di pompa di pulu tadi langsung dia jatuhkan di samping perahu lalu kemudian dia naik ke kasur angin tersebut. Maka jadilah dia mengapung di atas kasur angin tersebut sambil berselfie ria. Arfan ternyata juga tidak pintar berenang, padahal di Soppeng rumahnya sangat dekat dengan Sungai Walennae, bahkan dia takut melompat karena kedalaman laut kurang lebih 3 meter.
Foto bersama sebelum meninggalkan Pulau Kodingareng Keke
Wawan dan saya sangat menikmati keindahan karang dan ikan warna-warni di bawah sana, sementara Arfan masih mikir-mikir untuk melompat ke laut. K’ Ridho yang saya pikir juga terbiasa, ternyata ini adalah pengalaman pertamanya bersnorkling, bahkan dia tidak tahu menggunakan kacamata snorkling. Katanya air masuk di hidungnya dan susah bernafas, tidak bisa lama-lama snorklingnya. Ternyata pemakaian kacamatanya salah, hidungnya tidak di masukkan ke kacamata snorklingnya, dan pipa udaranya yang terhubung ke mulut ikut tenggelam, jadi yah wajar saja susah bernafas dan air masuk di hidungnya. Arfan akhirnya menyeburkan diri ke laut setelah di ejek oleh Wiwin, dia sangat panik, melarang saya jauh-jauh darinya, dia takut tenggelam ( padahal sudah menggunakan pelampung). Selain K’ Ridho, Arfan juga tidak tahu menggunakan alat snorkling, bahkan dia baru tahu ternyata pelampung itu bisa membuat kita terapung. Ical naik ke atas perahu, menyimpan Handphonenya, lalu mengenakan pelampung, diapun juga ikut nyebur bersama kami. Maka jadilah kami genk snorkling tidak tahu berenang. Wiwin, Riana dan anaknya beserta Dg Perahu setia menunggu kami diatas perahu yang terombang ambing di tengah lautan. Ical, Arfan, dan K’ Rido mulai bisa dan nyaman bersnorkling menikmati keindahan pemandangan bawah laut perairan Pulau Kodingareng Keke. Sementara Wawan asik berenang kesana kemari tanpa menggunakan pelampung, sesekali dia menyelam ke dasar laut mengambil bintang laut yang berwarna biru. Ada dua bintang laut yang dia naikkan ke Perahu untuk mainan anak Arfan. Kami berlima sangat menikmati snorkling, meskipun ada yang kurang, yaitu kamera gopro.
kami yang memilih menjadi hitam dibanding hanya memandangi lukisan yang tergantung di dinding.
Wiwin memberanikan diri turun setelah dibujuk beberapa kali, namun tidak mau lepas dari punggung saya, alasannya takut dan tidak tahu berenang. Memangnya saya pintar berenang?. Saya tidak pintar berenang, hanya modal pelampung, tidak panik dan sudah terbiasa jadi saya sangat menikmati terapung di atas permukaan laut yang kedalamannya kurang lebih 3 meter ini. Tanpa kami sadari jam digital di Handphonenya Riana sudah menunjukkan pukul 12 lebih, kami memutuskan untuk menepi ke Pulau. Selain karena sudah lelah, sengatan mathari sudah semakin terik, kami juga sudah merasa lapar. Semuanya sudah naik ke perahu saatnya menepi ke pulau. Namun ternyata jangkar perahu tersangkut di karang, akhirnya Wawan kembali menyelam untuk melepaskan jangkar tersebut, selanjutnya kami ke Pulau.
aku bahagia
Pulau kian riuh, semakin ramai, nahkan beberapa rombongan tidak kebagian balai-balai. Ikan yang tadi kami beli sudah di eksekusi oleh Dg Tayang, dibakar maksudnya. Tepat sekali, ikan bakar sudah matang, perut kami yang keroncongan, sisa meracik sambal mentah untuk teman ikan bakar tersebut. Sambal sudah siap, saatnya makan. Kami menikmati makan siang sederhana ini secara bersama-sama. Meski hanya nasi putih dan ikan bakar, tetapi ini sangat istimewa bagi kami. Suasana seperti ini sangat mahal harganya bagi kami warga kota. Menikmati santap siang di balai-balai, di alam terbuka tanpa polusi, dengan hembusan angin sepoi-sepoi dan pemandangan laut yang membiru. Siapapun akan merasa tenang dan senang jika berada di pulau ini. Pulau Kodingareng Keke.
aku puas
Angin sepoi-sepoi khas kepulauan seolah membuai kami, setelah menikmati makan siang kami memutuskan untuk bersantai dulu sambil menikmati cemilan yang kami bawa. Kami asyik bercengkrama tanpa kami sadari kalau matahari semakin condong ke barat. Kami mulai berberes-beres, membereskan semua sampah yang kami hasilkan lalu membuangnya ke tempat sampah yang di sediakan di pulau ini, membereskan bawaan kami. Teman Dg Tayang yang tadi mengantarkan kami snorkling datang menghampiri kami, mengajak kami untu segera pulang, katanya Ombak sudah mulai besar. Pukul dua siang lebih kami meninggalkan Pulau Kodingareng Keke dengan sejuta rasa bahagia yang hanya kami yang tahu. Perahu perlahan membelah lautan menuju dermaga Popsa, kedua bintang laut yang tadi diambil oleh Wawan dari dasar laut kami buang kembali ke dalam laut.
aku senang
Yah betul saja, perahu kami di hantam ombak dengan ketinggian ombak antara 50cm hingga 1m. Pakaian kami kembali menjadi basah semua, karena percikan air. Wiwin menutup matanya, tangan kanannya menggenggam erat tangan kanak K’Ridho, pacarnya, sementara tangan kirinya menggenggam tangan saya dengan erat. Arfan memeluk istri dan anaknya supaya tidak panik. Wawan dan Ical tidak menampakkan ketakutannya, sayapun berusaha demikian. Perjalanan yang biasanya hanya sekitar 45 menit berubah menjadi sejam stengah lebih. Perjalanan pulang yang membuat jantung dag dig dug ser, tetapi menjadi pengalaman yang tak terlupakan bagi Arfan dan keluarganya, Wiwin, dan K’ Ridho. Perjalanan yang lumayan menegangkan tetapi tidak ada yang kapok, semuanya masih ingin kesana lagi jika ada rezeki dan umur panjang dari Tuhan.  Pukul stengah empat sore lebih kami tiba dengan selamat di dermaga Popsa meski dengan kondisi basah kuyup, tetapi kami bersyukur. Kami berpisah setelah Arfan mendapat hotel untuk menginap selama beberapa malam di sekitaran Benteng Rotterdam dan Pantai Losari.

Terima kasih Arfan dan Riana sekeluarga, Wiwin, K’ Ridho, Wawan dan Ichal. Sampai jumpa di jalan-jalan selanjutnya. Terima kasih kepada Allah SWT atas lindungannya, Terima kasih Om Dg Tayang yang sudah menjadi langganan setia saya jika ingin menyeberang ke pulau-pulau sekitaran Makassar, Terima kasih Indonesia. 


Trip Pulau Kodingareng Keke, 25 Juli 2015. 


__Achyie Sabang__