Rabu, 08 Juli 2015

Hanya Pemberani Yang Bisa Sampai Di Pulau Sanrobengi




Sekitar sejam lebih setelah melewati jalur Makassar – Barombong, akhirnya tiba juga di desa Boddia. Kami sempat bertanya-tanya dan merasa heran, ada apa yah kok banyak polisi dan tentara di pinggir jalan, orang-orang juga rata-rata berpakian rapi sambil mengenakan ID Card. Pikiran kami semakin bertanya-tanya ketika kami semakin dekat ke dermaga, begitu banyak bendera umbul-umbul berwarna warni, ada apa gerangan?. Di lahan parkir begitu banyak mobil terparkir, awalnya kami mengira ada acara di pulau seberang. Setelah mencari tempat parkir kosong, akhirnya Anto menemukan tempat untuk memarkir mobil yang kami tumpangi. Kami berenam turun, karena gaya kami yang berbeda, ada yang oakai celana pendek, hanya pakai kaos oblong, pakai topi lengkap dengan kacamata anti sinar matahari maka kami tak luput dari perhatian warga dan orang-orang yang lagi ramai di sekitar tempat parkir tersebut.  Kami tidak menghiraukan orang-orang yang menatap aneh kepada kami, kami tetap berlalu berjalan menuju dermaga dengan sambutan umbul-umbul warna-warni yang melambai-lambai tertiup angin seolah mengucapkan selamat datang kepada kami.
umbul-umbulnya untuk menyambut JK dan ibu Susi, tetapi kita lebih duluan yang melewati jalanannya

Dermaga Boddia dengan latar Pulau Sanrobengi di kejauhan

Dermaga agak sepi, mungkin karena perhatian warga dan para nelayan tertuju pada acara di sekitaran dermaga, hanya beberapa perahu tak bertuan yang tertambat di sekitar dermaga. Kami sempat celingak celingukan mencari orang yang bisa kami tempati bertanya tentang ikhwal penyewaan perahu ke seberang. Tidak lama kemudian akhirnya muncul seorang lelaki prauh baya menghampiri kami dan menanyakan maksud kami di tempat itu. Kami pun mengutarakan jika kami hendak ke pulau seberang, tetapi tidak tahu tempat sewa perahu. Ternyata beliau adalah pemilik perahu, lalu kami meminta beliau untuk mengantarkan kami menuju pulau seberang dengan kesepakatan biaya Rp 20.000 per orang untuk pergi dan pulang. Beliau pun mengajak kami menuju ke perahunya, kami sempat kaget setelah melihat perahunya, sungguh di luar expektasi kami. Pikir kami perahunya seperti halnya dengan perahu yang di Makassar yang melayani penyeberangan yang bisa muat sekitar 10 orang. Perahu yang akan kami tumpangi hanya perahu nelayan, perahu yang bisa memuat paling banyak 3 orang penumpang dan satu tukang perahunya. Perahu itu lebarnya mungkin sekitar 40-50 cm, tetapi diakali dipasangi tempat duduk yang mirip balai-balai di samping kiri kanannya, maka jadilah penumpang duduk di balai-balai tersebut berhadapan. Karena perahu hanya bisa memuat 3 orang maka kami sepakat, Asty, Anto dan Fachry yang berangkat duluan, saya, Sabri dan Kina berangkat belakangan.
Perahunya membuat jantung dag dig dur ser
Jarak antara dermaga Boddia dengan Pulau Sanrobengi mungkin  kurang lebih 1 KM dengan waktu tempuh menggunakan perahu tadi atau masyarakat sekitar menyebutnya ojek laut kira-kira sekitar 10-15 menit jika ombak bersahabat. Namun jika ombak tidak bersahabat, bisa saja para pemilik perahu tidak berani menyeberangkan penumpang. Jika kita berdiri di dermaga Boddiah, sangat jelas kelihatan Pulau Sanrobengi di seberang. Pulau Sanrobengi merupakan salah satu pulau gugusan kepulauan Spermonde yang secara administratif terletak di Desa Boddia, Kecamatan Galesong, Kabupaten Takalar, Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia. Pulai berpasir putih ini sangat sejuk, karena di tengah-tengah pulau terdapat banyak pepohonan yang tumbuh rindang. Pulau ini juga dihuni oleh beberapa keluarga. Pulau ini di kelilingi oleh pantai berpasir putih yang landai, bagus untuk berenang melepas penat, menurut yang kami baca di artikel-artikel online, pulau ini juga surganya untuk melihat bintang laut, tetapi waktu kami daatang, kami tidak beruntung, kami tidak melihat bintang laut, mungkin karena kami tidak bersnorkling.
Pulau Sanrobengi dengan view di google maps
Saat kami tiba di pulau ini, pengunjung sudah bejibun, ramai dan riuh. Balai-balai yang disediakan semuanya sudah full, diisi oleh beberapa rombongan keluarga yang datang berlibur melepas penat di pulau ini. Kami memutuskan untuk mencari tempat di bagian belakang pulau, tetapi hasilnya nihil, semuanya sudah terisi. Akhirnya kami memilih duduk di pinggir pantai yang agak teduh sambil menikmati pemandangan laut dihadapan kami sembari menikmati cemilan dan langsat yang kami bawa dari daratan Takalar. Asty, Anto, Sabri, Sakina dan Fachry memilih bercengkrama di bawah naungan pohon besar tersebut, sementara saya sudah siap berenang di pinggir pantai berpasir putih ini. Teriknya matahari tak membuat saya urung untuk berenang ditambah dengan jernihnya air. Perpaduan antara pasir putih, jernihnya air, birunya laut dan langit merupakan pemandangan yang sangat indah yang sangat sayang jika tidak diabadikan dengan mengambil beberapa gambar. Setelah selesai beranang, saya kembali bergabung dengan mereka. Karena matahari sudah agak condong kebarat maka tempat kami berteduh sudah mulai panas. Kami memutuskan untuk pindah ke tengah-tengah pulau untuk bersantai. Mencari tempat yang bisa kami tempati untuk duduk lesehan. Setelah berkeliling menikmati riuh-rendahnya suasana pulau ini akhirnya kami menemukan satu balai-balai milik warga yang kosong, setelah meminta izin, kami langsung menempati balai-balai tersebut. Suasananya sangat sejuk, karena terletak di bawah pohon yang tumbuh rindang. Kami melanjutkan menikmati cemilan yang kami bawa, hitung-hitung mengurangi beban yang kami bawa pulang.
Tiba dengan selamat di Pulau Sanrobengi

Berlibur, Berwisata dan Berziarah paket komplit Pulau Sanrobengi

Selain berlibur kami juga mendapatkan satu rombongan keluarga yang mungkin sekitar 50 orang datang ke pulau ini untuk bersiarah di sebuah makam yang terletak di tengah-tengah pulau ini. setelah melakukan siarah dan beberapa ritual serta membawa sesajen persembahan, selanjutnya rombongan tersebut mencari tempat untuk bersantap bersama dengan keluarga mereka. Makam tersebut terletak tidak jauh dari balai-balai yang kami tempati, Anto sempat menghampiri seorang ibu yang menjadi penjaga makam tersebut. Selain itu di samping balai-balai terdapat sebuah musholah, namun musholah tersebut tidak bisa kami masuki untuk shalat dhuhur karena terkunci. Sembari bersantai saya melihat foto-foto yang ada di smartphone milik Sabri, karena iri dengan fotonya Asty, maka saya mengajak Sabri untuk kembali ke sebuah spot di dekat kami bersantai sebelumnya tadi dipinggir pantai. Spot itu sebenarnya pinggir pantai biasa, namun yang mebuatnya unik karena ditumbuhi rumput yang kami tidak tahu apa namanya. Bentuk rumputnya pun sangat unik, daunnya mirip rumput biasa, seperti alang-alang, namun bunganya mirip bulu babi, seperti jarum yang ditusukkan pada sebuah pusat dan mebentuk pola tiga dimensi seperti bola. Perpaduan antara warna kuning kehijauan dari rumput tersebut dan birunya langit sangat sayang jika tidak berfoto di spot itu.
air yang jernih, pasir yang putih, pantai yang landai, sayang kalau tidak bermain air

inilah alasannya kenapa suka pakai baju merah kalau main ke pantai, karena merah dan biru itu serasi

Puas berfoto dengan latar tersebut kami kembali ke balai-balai di tengah pulau. Tak lama sesampai kami di balai-balai tersebut, akhirnya pemilik perahu datang menghampiri kami. Setelah berbenah dan mengucapkan terima kasih kepada ibu yang punya balai-balai tersebut kami menuju ke bagian depan pulau, tempat bapak tersebut menambatkan perahunya. Seperti semula hanya 3 orang yang bisa dimuat oleh perahu, jadi Anto, Asty dan fachry yang berangkat duluan, saya, Sabri dan Sakina menunggu untuk pemberangkatan selanjutnya. Sekitar stengah jam berlalu, bapak tersebut kembali menjemput kami. Perahu kecil ini yang panjangnya tidak lebih dari 3 meter dengan lebar stengah meter namun sduah dimodifikasi membawa kami menuju daratan takalar kembali. Melalui wawancara singkat kami dengan bapak tersebut, kami akhirnya mendapat jawaban dari pertanyaan kami. Ternyata besok akan datang Wakil Presiden Ri, bapak HM Jusuf Kalla aka JK bersama ibu mentri kelautan Ibu Susi Puji Astuti.
Padang rumput bulu babi, spot paling keren di Pulau Sanrobengi

sayang pemandangannya kalau tidak difoto

Sesampainya kami di daratan, kami langsung membayar ongkos perahu kami, 120.000 untuk 6 orang sambil mengucapkan terima kasih. Asty, Anto dan Fachry tidak kelihatan di sekitaran dermaga, pikir kami mungkin langsung ke mobil, sehingga kami langsung menuju mobil. Namun sebelum tiba di mobil kami menemukan ketiga orang tersebut lagi asyik menikmati santap siang di sebuah ruangan. Mereka memanggil kami masuk ke ruang tersebut, tanpa basa-basi kami langsung masuk, karena melihat makanan, kami sudah lapar dari tadi. Kami sempat kaget setelah menyadari di dalam ruangan tersebut ada seorang tentara TNI AL, kami bertiga langsung menyalami dan berkenalan dengan bapak tersebut. Dari papan namanya kami tahu jika nama beliau adalah bapak Anton. Beliau mempersilakan kami mengambil nasi dos yang ada di sudut ruangan tersebut, beliau juga menginfokan bahwa sayurnya sudah mulai masam. Mungkin sayurnya masam karena sedari waktu makan siang dan dibungkus panas, sekarang sudah hampir pukul 2 siang.  Kami bertiga langsung menikmati nasi dos tersebut, semuanya terasa enak mengingat kondisi kami yang memang sudah lapar, gratis pula. Kami sempat berbincang-bincang dengan beliau tentang pulau Sanrobengi, beliau juga mengajak kami melihat foto-foto perjalanannya di Pulau Satanga, beliau merekomendasikan pulau tersebut untuk kami kunjungi. Sekitar setengah jam di ruangan Pak Anton, kami memutuskan pamit, namun sebelum pamit kami sempat mengajak beliau berfoto bersama. Setelah berterima kasih, kami meninggalkan ruangan Pak Anton lalu menuju mobil,  dan selanjutnya menuju kota Makassar.
bersama pak Anton, kepala post penjagaan TNI AL desa Boddia, Kec. Galesong, Kab. Takalar, Sulawesi Selatan

Alhamdulillah makanan gratis, jika lapar semuanya terasa enak

Terima kasih kalian sahabat, Asty, Anto, Sabri, Fachry dan Sakina. Terima kasih Pak Anton. Terima Kasih Warga Pulau Sanrobengi, Terima kasih Tuhan atas alam Indonesia yang sangat indah ini. Alhamdulillahi rabbil alamin, sampai jumpa di cerita selanjutnya.

Perjalanan ke Pulau Sanrobengi pada tanggal 10 Mei 2015

__Achyie Sabang__