Jumat, 16 Januari 2015

PANTAI TANJUNG BIRA DAN PANTAI BARA: KEMAHAKUASAAN TUHAN DI BULUKUMBA



            Saya sudah uring-uringan menunggu, Aso yang katanya tiba pukul 01 siang tetapi belum juga datang-datang, sekarang sudah pukul 02 lebih.Bukan hanya saya sebenarnya, Sahar, Andis dan Nila sudah gemes, karena Aso belum sampai-sampai dari tadi.Dari semalam kami berempat sudah berkumpul di rumah yang ditinggali Sahar, yang notabene pemilik aslinya adalah orang tua Aso.Semua barang bawaan yang akan kami bawa sudah kami persiapkan sambil menunggu kedatangan Aso yang sedari tadi belum tiba. 2 jam lebih kami menunggu, akhirnya yang kami tunggu datang menampakkan batang hidungnya dengan senyum yang khas. Aso menyapa dan meminta maaf kepada kami, perjalanan dari Sengkang agak macet, makanya dia telat.Melihat Aso yang kelelahan akhirnya kami semua luluh dan mengajaknya untuk makan dulu sebelum pergi mengambil mobil yang kami rental di sekitaran kompleks juga.Tanpa menunggu lama setelah makan, Aso mengajak Sahar untuk menemui pemilik mobil yang kami rental untuk mengambil mobil tersebut.

GRUFIE DI PANTAI TANJUNG BIRA
            Sebuah Avanza silver sudah parkir di depan rumah, sekitar 15 menit kami semua bergerak cepat alhasil semua barang yang akan kami bawa sudah tersusun rapi di bagasi. Tak lupa kami berpamitan kepada orang tua Aso sebelum berangkat, kamipun mendapat wejangan agar hati-hati, saling mengingatkan dan jangan balap-balap di jalan. Pukul 03.47 sore mobil avanza silver melaju meninggalkan kompleks Bumi Tamalanrea Permai atau BTP. Sebelum melanjutkan perjalanan menuju Antang menjemput Unyi, kami singgah dulu menjemput pacar Unyi di kompleks perumahan Wesabbe di depan pintu dua Unhas. Tak banyak waktu yang terbuang untuk menemukan alamat pacarnya Unyi, hanya butuh nyasar sekali agar bisa mengangkutnya.Mar, yah itulah namanya. Mar sudah bergabung bersama kami dan menempati jok bagian belakang, saatnya menjemput Unyi di Perumnas Antang. Saya dan Aso duduk di depan, Aso selaku driver, saya penunjuk jalan. Sahar, Nila dan Andis duduk di jok bagian tengah, sementara Unyi dan Pada (adeknya Andis) yang nantinya akan menemani Mar di jok belakang. Sesampainya kami di dekat rumah Unyi, Sahar mencoba menghubunginya, ternyata dia masih di kantor, mau tak mau kami harus menunggunya. Saya mulai marah-marah dan mengomel, karena jadwal semula pukul 09 pagi, diundur jadi pukul 03 sore, dan sekarang sudah pukul stengah 6 petang Unyi belum nongol. Saya sudah mulai emosi karena menunggu lama, mana kaki saya sakit juga.Unyi akhirnya nongol setelah 2jam lebih ditunggu, setelah minta maaf kepada kami semua dia bergegas membawa motornya kerumahnya. 5 menit kemudian Unyi sudah datang dan bergabung di mobil avanza silver yang kami tumpangi. Saatnya bergerak menuju arah batas kota, untuk menjemput Pada’ adeknya Andis.Hamper pukul 07 malam, semua personil sudah lengkap, Pada’ dan Unyi sudah menemani Mar di jok belakang, saatnya Aso menunjukkan keahliannya.

NARSIS DULU DENGAN LATAR PANTAI  PASIR PUTIH TANJUNG BIRA
Sebelum Aso memacu kecepatannya, tak lupa singgah di pertamina isi bahan bakar, supaya kami tidak terganggu dipeerjalanan kalau tiba-tiba bahan bakarnya habis.Gerimis mengiringi perjalanan kami di sekitaran kabupaten Gowa.Kondisi jalan mulai sepi ketika memasuki kabupaten Takalar “Butta Pa’rannuangku”, Aso memacu mobil dengan kecepatan rata-rata 100 KM per Jam. 6 orang di belakang sudah menikmati mimpi indahnya ditemani oleh lagu-lagu tidak jelas kesukaan Sahar. Sisa kami berdua yang masih sadar, saya mekasakan untuk tetap terjaga agar Aso tidak kesepian membawa mobil dan berusaha tetap menemaninya bercakap-cakap, supaya tidak mengantuk.Saya celingak celinguk memeriksa handphone saya, ternyata sudah hampir sepertiga malam, kami sudah ada di Butta Turatea kabupaten Jeneponto. Jalan yang baru diaspal serta kendaraan yang sepi semakin membuat Aso bersemangat untuk memacu kecepatan mobil diatas 100KM per Jam. Tidak cukup sejam, untuk melewati Kabupaten Jeneponto yang sangat panjang, kami sudah memasuki Kabupaten Bantaeng, Butta Toa. Suara berisik mulai kedengaran dari belakang, satu persatu mulai terjaga, Andis dan Nila langsung kaget ketika mengetahui kita sudah tiba di Kabupaten Bantaeng.Bantaeng malam ini lumayan ramai,  kontras dengan Takalar dan Jeneponto yang seolah tidak ada bedanya antara malam tahun baru dan malam-malam biasanya. Memasuki Kota Bantaeng, keramaian sudah semakin Nampak,muda-mudi lalu-lalang sambil menunggu pesta kembang api malam pergantian tahun. Puluhan polisi berjaga-jaga dan bertugas untuk mengatur lalu lintas di setiap perempatan dan pertigaan jalan.Keramaian bertitik di dua lokasi yaitu Pantai Seruni yang terletak di jantung Kota Bantaeng dan Pantai Marina yang terletak di dekat perbatasan antara Kabupaten Bantaeng dan Kabupaten Bulukumba.Aso terpaksa menurunkan kecepatan laju mobil karena selepas kota, puluhan ababil (abg labil) seang berkonvoi menggunakan motor. Sekitar 1 Kilometer kami harus bersabar berada di belakang rombongan mereka dan berjalan seperti kura-kura, karena ingin menyalib takutnya kami di keroyok, kayak geng motor di Makassar.Keramaian pun kembali kami temui saat melewati gerbang masuk pantai Marina, maklum puncak pergantian tahun sisa sejam lebih lagi.

NARSIS BERSAMA SAHABAT DI PANTAI TANJUNG BIRA
Andai pemilik penginapan yang kami booking tidak menelpon terus, saya rencananya ingin mengajak mereka singgah di Pantai Marina, menyaksikan keseruan dan keramaian pesta kembang api menjelang pergantian tahun 2014 ke 2015. Sepanjang perjalanan dari Makassar sampai kabupaten Bantaeng, pemilik penginapan tersebut menelpon terus, mungkin sudah sekitar 20 kali.Bapak tersebut tidak yakin karena kami tidak ada hitam diatas putih, dan sekarang katanya sudah 8 tamu yang dia tolak karena mempercayai kami. Sebelumnya saya ingin membayar panjar 30% sebagai bukti deal supaya saya ada pegangan dan Bapaknya juga ada pegangan, tetapi Bapaknya mengatakan tidak usah. Sehari sebelum berangkat saya juga sempat mengontak beliau untuk mengabarkan kepastian saya berangkat dan memastikan tempat itu tersedia untuk kami. Karena saya takutnya kalau Beliau menyewakannya kepada orang lain, lalu saat kami datang kami baru sibuk mencari penginapan lain. Sebaliknya beliau juga khawatir jangan sampai tempatnya disimpan untuk kami lalu kami tidak datang, dan beliau juga sudah menolak tamu yang lain.

ASSALAMU ALAIKUM PANTAI BARA
Pukul 11.15 malam kami sudah tiba di Kota Bulukumba, Butta Panrita Lopi. Pusat kota Bulukumba tepatnya di bundaran Perahu Pinishi sudah sangat ramai, warga tumpah ruah untuk untuk menyambut pesta pergantian tahun. Jalur menuju pantai Bira terpaksa dialihkan ke lorong-lorong belakang, karena jalur utama di pinggir lapangan terbesar di Kota Bulukumba ini dijadikan areal parkir.Di tengah-tengah lapangan berdiri sebuah panggung hiburan yang dikelilingi oleh bejibun warga.Saya sempat pangling, mesti kearah mana, jadinya kami berputar-putar sebanyak dua kali di bundaran phinisi tersebut. Akhirnya saya mengarahkan Aso untuk mengikuti mobil yang ada di depan kami. Saya dan Aso sempat bingung karena kami tembus di pinggir pantai yang mirip-mirip dengan pantai Losari.Setelah beberapa kali bertemu dengan persimpangan, akhirnya berujung juga pada jalan poros yang menghubungkan Kota Bulukumba dengan Tanjung Bira.Sahar meminta Aso untuk mencari minimarket, kami lupa membeli air minum dan persediaan cemilan juga mulai menipis. Selang beberapa saat Aso memarkirkan mobil di depan sebuah minimarket. Saya menyarankan agar tidak terlalu lama, mengingat pergantian tahun sisa stengah jam lagi.Semua kebutuhan sudah dibeli, saatnya berpacu dengan waktu agar bisa tiba di Tanjung Bira dengan selamat sebelum pergantian tahun. Music romantic yang easy listening mengalun membuai telinga 6 makhluk Tuhan yang dibelakang, Jalanan sudah mulai sepi, kiri kanan jalan sudah tidak kami jumpai rumah, hanya suara-suara jengkrik yang memecah sunyinya malam. Aso memacu kecepatan mobil hingga mencapai angka 120.Andis dan Nila tiba-tiba terbangun dan menjerit, katanya terlalu cepat, Sahar hanya berceloteh bahwa tidak lari gunung dikejar.Biar pergantian tahun terlewatkan diperjalanan yang penting kita selamat sampai Tanjung Bira, kata-kata itu meluncur dari bibir tipis Unyi, sementara Mar dan Pada’ tak pernah kedengaran suaranya.Saya hanya tertawa menimpali celotehan mereka.
TIBA DI PANTAI BARA
10 menit sebelum pergantian tahun, akhirnya kami memasuki kawasan Pantai Bira, jangan lupa bayar karcis dulu di loket, Rp.10.000 / orang.Karena jalanan di sekitar pantai sangat macet, sehingga kami hanya bisa melewatkan pergantian tahun di atas mobil.Saya kembali menghubungi bapak pemilik Penginapan Bukit Sawerigading, beliau sudah menunggu kami sedari tadi.Mencari dan menemukan beliau itu susahnya minta ampun di tengah-tengah orang yang tumpah ruah menikmati puncak pergantian tahun, apalagi kami tidak mengenal beliau begitupun sebaliknya.Aso memarkir mobil lau saya menghubungi beliau dan memberi tahu posisi kami sekarang.Berselang beberapa menit akhirnya beliau datang menjemput dan menuntun kami menuju Penginapan Bukit Sawerigading. Awalnya yang lain mengomel, karena kami diarahkan berputar-putar hampir ke tengah hutan-hutan. Dan tibalah juga kami di sebuah penginapan yang sangat indah, depannya dihiasi dengan batu-batu gunung yang sudah diberikan sentuhan pahat sehngga jika diperhatikan secara seksama mirip dengan patung.Saya sempat berujar, serasa di Bali, yang kurang hanya payung dan kain kotak-kotak hitamnya saja.Beliau menunjukkan kamar yang telah dia simpankan untuk kami sambil menyerahkan kuncinya ke Sahar.Saatnya membongkar barang dan perlengkapan lainnya yang kami bawa dari Makassar. Semua barang sudah masuk di dalam kamar, waktunya mengisi perut yang keroncongan dengan Nasi kuning, Nasu Itik Palekko dan Ayam Goreng Kecap yang kami bawa dari Makassar.

BULUKUMBA IN LOVE
Perut sudah kenyang, yang lain sudah bersiap-siap untuk keluar menikmati malam pergantian tahun di Tanjung Bira. Saya lebih memilih untuk istirahat saja di kamar, berhubung kaki saya masih bengkak dan sangat sakit efek menggantung selama beberapa juam di perjalanan. Menurut saya kamarnya lumayan bagus,dengan ukuran 4 X 4 meter persegi, sangat cukup untuk memuat hingga 10 orang. Dilengkapi dengan fasilitas tempat tidur King Bed, Ac, Tv, Karpet dan kamar mandi dalam, maka sangat wajarlah kalau kamar ini di bandrol Rp.850.000 / malam, apalagi malam tahun baru dimana permintaan akan jasa sewa penginapan pasti meningkat. Posisinya lumayan strategis, hanya sekitar 20-30 Meter dari pinggir pantai Tanjung Bira.Meskipun tidak berada dipinggir jalur utama, namun justru itu menjadi nilai plus bagi saya, tidak terlalu ribut dan tidak terlalu ramai. Andis, Pada’, Aso, Sahar, Nila, Unyi dan Mar sudah meninggalkan saya sendirian di dalam kamar nomor 04 tersebut, saatnya saya meluruskan punggung dan mengisitirahatkan kaki yang sakitnya lumayan membuat saya hampir menangis. Mungkin karena lelah diperjalanan sehingga mereka mungkin hanya sekitar 30 menit lalu kembali satu persatu ke dalam kamar. Andis, Pada, Nila dan Mar sudah mengambil dan mengatur posisi di atas tempat tidur, sementara kami berempat yang cowok di bawah, di karpet. Aso dan Unyi keluar kamar lagi mencari warung untuk membeli kopi dan kartu, mau main joker katanya.Mereka kembali dengan membawa kedua jenis barang tersebut.Mereka bertiga, Sahar, Unyi dan Aso mengajak saya untuk bermain joker, tetapi saya menolak, saya lebih memilih untuk tidur.Saya lebih memilih tidur untuk mengusir rasa sakit kaki saya yang menjadi-jadi, dan sialnya saya lupa membawa asam mefenamat. Andai tidak malu mungkin say sudah menangis, semakin sakit, goyang sedikit sakitnya minta ampun. Karena mata dan pikiran saya masih terjaga, jadi alternatifnya supaya cepat tidur adalah mendengar Surat Ya – Sin.Saya tidak tahu persis kapan saya tertidur.



NASIR // LANAASIR // NAZH // ACHYIE // LABELENG
Mentari mulai menyinari Butta Panrita Lopi, hiruk pikuk aktivitas para penikmat pantai dan pengais rezeki di sekitar Pantai tanjung Bira mulai bergeliat. Andis dan Pada lebih duluan pergi meninggalkan kami, pergi mencari spot untuk berfoto, selanjutnya, saya, Aso, Nila dan Sahar yang meninggalkan penginapan, tak lama kemudian Unyi dan Mar menyusul. Pantai Bira pagi itu lumayan ramai, saking ramainya kami tidak bisa menemukan keberadaan Andis dan adeknya. Daripada bermain air disini, banyak orang dan otomatis kotor, saya mengajak yang lain untuk ke Pantai Bara saja. Panta Bara masih sekompleks dengan pantai Bira, jaraknya kira-kira kurang lebih 2KM dari pusat pantai Bira. Dengan bujukan dan iming-iming Pantai bara lebih bersih daripada Pantai Bira, akhirnya mereka semua setuju untuk berpindah ke Pantai Bara. Kami berenam kembali menuju penginapan, mengambil apa yang kira-kira kami butuhkan disana nantinya, seperti cemilan dan airminum, kacamata, tongsis dan lain sebagainya. Sahar mencoba menghubungi Andis untuk memanggilnya kembali ke penginapan, karena kami akan ke Pantai Bara. Seperti yang saya katakan tadi Bahwa jaraknya sekitar 2kilometer maka mengharuskan kami menggunakan mobil.Tidak lama kemudian Andis dan pada sudah datang, kami semua sudah menunggu di teras penginapan, Andis langsung masuk kamar mengambil jaketnya.Selanjutnya kami berdelapan menuju Pantai Bara, awalnya salah belok, harusnya belok kiri tetapi saya mengarahkan belok kanan.Setelah kembali kejalur yang benar, perjalanan kami lanjutkan.Saya tidak luput dari bulian mereka, pertama karena saya sudah tepar waktu pukul 1 malam, kedua karena semalam agak linglung ketika di bundaran Phinisi Kota Bulukumba dan terakhir waktu yang baru tadi salah menunjukkan arah, harusnya belok kanan tetapi saya arahkan belok kiri. Canda dan tawa kami menjadikan suasana di tengah hutan ini menjadi ramai serta jeleknya jalanan tidak terlalu kami rasakan karena tertawa melulu.

MENIKMATI JERNIHNYA AIR DI PANTAI BARA
Perjalan dari penginapan ke Pantai Bara, membutuhkan waktu kurang lebih 10 menit, mungkin jika tidak terlalu santai hanya 5 menit. Kondisi jalan, sepotong beraspal, dan sepotongnya lagi berbatu dengan lebar kurang lebih 3 meter, agak susah jika mobil berpapasan. Jadi setiap berpapasan mobil harus singgah dan menepi.Di tempat parkir, sudah ada beberapa mobil yang terparkir, antara 5-7 mobil, artinya di bawah di pantai lumayan ramailah, tetapi tidak seramai dengan Pantai Bira.Mobil sudah terparkir rapi, sesuai arahan seorang wanita cantik berkepang yang menjaga parkiran tersebut.Kami berjalan beriringan menuju pinggir pantai. Sudah kedua kalinya saya menjejakkan kaki di Pantai Bara, yang lain ini adalah pengalaman pertama mereka menginjakkan kaki di surge yang tersembunyi. Sejenak saya berdiri memuji kebesaran Tuhan, saya masih saja terpukau dengan keindahan pantai Bara
Perpaduan antara pasir putih dan birunya laut menghasilkan warna biru tosca yang sangat memanjakan mata. Dengan mengucap salam, (kebiasaan jika mengunjungi suatu tempat) saya menjejakkan kaki saya menuju pinggir pantai Bara. Sudah ada beberapa orang yang lebih dulu datang daripada kami, bahkan ada beberapa rombongan yang ngecamp di pinggir pantai. Yang lain langsung berlarian, menikmati halusnya pasir pantai Bara. Memandang kedepan, mata akan dimanjakan dengan warna biru tosca air laut, tidak jauh di depan sana ada pulau. Selanjutnya mari kita tengok ke sebelah kanan maka keindahan maha sempurna akan nyata terpampang di depan mata. Pantai dengan ombak yang bergulung-gulung menghantam tebing karang yang kokoh, semakin menasbihkan kebesaran Tuhan.Puas dengan pemandangan landscape tebing dan ombaknya, mari kita mengalihkan pandangan ke sebelah kiri, mata akan dimanjakan dengan landscape yang berbeda, yaitu dengan laut yang berwarna biru tosca yang menyatui dengan horizon. Garis pantai yang panjang terhubung langsung  dengan Pantai Bira dan ditumbuhi oleh pohon kelapa yang subur semakin menyempurnakan keindahan yang Tuhan ciptakan.

LUPAKAN SEMUA PENAT DAN MASALAH DI TAHUN 2014
Puas menikmati keindahan yang alam sajikan saatnya menikmati hangatnya air laut Pantai Bara.Jernihnya air dan halusnya pasir putih sudah sangat menggoda kami untuk langsung nyebur.Andis dan adeknya lebih memilih kea rah sebelah kanan, menikmati indahnya pemandangan pasir putih dan tebing-tebing kokoh sambil berfoto selfie.Dengan pakaian basah karena sudah nyebur kelaut, saya menyusul Andis kea rah kanan, disini ternyata lebih asyik, pemandangan leboh ok, air lebih jernih. Akhirnya satu persatu dari mereka mendekat. Semua gadget dan tas disimpan di pinggir tebing, saatnya menikmati air sepuasnya. Bermain air, saling melempar pasir, berenang kesana kemari membuat waktu dua jam berlalu tanpa kami rasa. Unyi dan mar lebih dulu menepi ke pinggir karang, di susul oleh Sahar, Aso dan Nila, sementara saya, Andis dan Pada masih asyik berenang. Perut yang mulai keroncongan memaksa kami harus menyudahi kegiatan di pantai Bara.Saatnya kembali ke penginapan untuk merencanakan destinasi selanjutnya yang kami tuju.

KENAPA MESTI KELUAR NEGERI, BUKANKAH INDONESIA SANGAT INDAH?
Sesampainya di penginapan, Nila dan Andis mengecek makanan sisa semalam, tetapi ternyata semuanya sudah basi.Jadinya kami sarapan pakai mie instan saja.Setelah kenyang maka selanjutnya akegiatan bilas-bilasan secara bergantian, saya yang paling terakhir.Semuanya sudah berganti pakaian dan harum, saatnya memilih destinasi yang akan kami tuju. Sebelumnya waktu masih di Makassar, destinasi selanjutnya adalah tebing Apparalang, tetapi karena kaki saya yang tidak bersahabat, maka Apparalang dicoret. Kandidat selanjutnya adalah kebun stroberi Kabupaten Bantaeng, meskipun jalur kesana tidak ada yang tahu, tetapi kami sepakat akan singgah bertanya jika sudah di Kota Bantaeng. Pembahasan mengenai destinasi selanjutnya sudah selesai, saatnya istirahat sejenak sebelum mengemasi barang untuk check out, karena batas check out hanya sampai pukul 2 siang. Pukull 11 siang, kami sudah bersiap-siap untuk membereskan barang, memngemasi yang bisa dikemas, memasukkan ke dalam tas yang semula memang di tas, memungut sampah dan membuangnya ke tempat sampah. Sejam kemudian semua barang yang kami bawa sudah kembali pada posisi semula di dalam mobil, kamar lumayan sudah bersih tidak terhambur seperti kapal pecah.Last check tentang barang bawaan, sudah tidak ada yang teringgal, saatnya menyerahkan kunci kamar kepada sang pemiliknya yang lupa saya tanya siapa namanya. Saya mewakili teman-teman yang lain minta pamit untuk kembali lagi ke Kota Makassar dan mengucapkan terima kasih.

 SETITIK SURGA ADA DISINI, DI PANTAI BARA BULUKUMBA
Semua personil sudah nyaman pada posisinya masing-masing, saatnya kita pulang. Namun kami sempat bingung karena ketika mau keluar, jalan sangat macet, katanya Bapak Kapolda Sulawesi Selatan datang berkunjung ke Pantai Bira dan membawa beberapa rombongan sehingga membuat kemacetan. Untung otak saya cepat berfikir akhirnya saya mengarahkan Aso untuk mengambil jalur menuju pantai Bara, nanti di pertigaan kedua kita belok kanan maka akan tembus dengan jalan keluar. Aso menurutu instruksi saya, dan kami terbebas dari kemacetan. Kami sempat takjub melihat antrian yang panjang ketika melewati gerbang  yang sekaligus menjadi loket pembayaran, antrian sekitar 2-3 kilometer. Umumnya adalah rombongan keluarga dengan mobil pribadi, tetapi ada juga yang mencarter angkutan umum, bahkan beberapa yang kami temui naik mobil piuck up dan mobil truk.Pesona Pantai tanjung Bira memang taka da matinya dan sudah terkenal seantero Sulawesi Selatan bahkan sudah menggema ke tingkat Nasional, tetapi Pantai Bara masih tetap hidden paradise, dimana tidak banyak orang yang mengetahui keberadaan dan jalur menuju kesana.Butuh kesabaran ekstra untuk melewati antrain ini, focus dalam mengemudi juga harus, mengingat antrian kendaraan sudah mengambil lebih dari seperdua jalan, jalannya juga agak sempit. Kemacetan tidak dapat dihindarkan ketika beberapa pengendara motor menutupi lajur keluar. Kemacetan baru bisa terurai ketika kami yang ingin keluar mengalah sejenak dan membiarkan rombongan pengendara tersebut lewat.Aso memacu mobil dengan kecepatan rata-rata 90KM/Jam. Di tengah perjalanan, Andis mengajak kami untuk singgah di rumah Vera di Kota Jeneponto.Vera ini merupakan teman sejurusan Sahar dan Andis, juga sebagai sahabat karib yang menjadi partner Tugas Akhir Andis waktu kuliah di Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik< Universitas Hasanuddin Makassar.  Saya pun mengenal Vera, karena kami sesame Anak Teknik, dan pernah terlibat beberapa kali dalam kepanitiaan yang sama.

MENIKMATI KEMAHAKUASAAN TUHAN
Aso harus memperlambat laju mobil ketika memasuki Kabupaten Bantaeng, hujan dan badai tengah menerjang Butta Toa ketika kami lewat.Rencana untuk singgah ke kebun strobery dibatalkan mengingat beberapa faktor yang tidak mendukung. Misalnya jalan yang licin, Kabut yang mempengaruhi jarak pandang, Hujan yang akan mengaggu aktivitas kami di sana. Letak kebun strobery yang tepat di atas Gunung sangat tidak memungkinkan untuk kami kunjungi. Alternatif lain adalah jalan-jalan ke Pantai Seruni Kabupaten bantaeng yang terletak di Jantung kota Bantaeng. Berhubung hujan, maka kami tidak jadi singgah, perjalanan berlanjut hingga meninggalkan Kabupaten bantaeng yang sudah tersohor dengan kebersihannya dan kemajuan pembangunan infrastrukturnya.4 Kilometer dari perbatasan Bantaeng dan Jeneponto kami memilih untuk singgah melepas dahaga di Pantai Ujung Timur, Desa Tino, Kecamatan Tarowang, Kabupaten Jeneponto.Disini kami dimajkan oleh udara yang lembab, serta belaian angina sepoi-sepoi sambil menikmati es kelapa muda segar. Saya sudah lumayan kenal dengan pemilik kedai kelapa muda ini, Pak  Sabda Nata dan istrinya. Namun ada perbedaan antara sekarang dengan waktu saya berkunjung pada awal Desember lalu, ada dua gazebo baru dan dua  tempat duduk baru. Sejam waktu yang kami habiskan disini.Nila menyelesaikan pembayaran kelapa yang kami makan, 6 rasa gula merah, 1 original dan 1 rasa syrup.

MENIKMATI KELAPA MUDA SEGAR DI PANTAI UJUNG TIMUR JENEPONTO
POROS KAB.JENEPONTO – KAB. BANTAENG
Andis, Aso, Mar, Nila, Pada, Sahar, Unyi dan saya sudah kembali ke posisi semula. Mari kita melanjutkan perjalanan menuju ke rumah Vera di Pusat Kota Jeneponto.Tawa yang tercipta dari candaan kami mengiringi perjalanan menuju ke rumah Vera. Jam digital sudah menunjukkan pukul 15:47, kami semua penuh harap semoga di rumahnya Vera kami dijamu dengan makan berat. Andis yang kali ini menjadi penunjuk jalan, tetapi ternyata lupa-lupa ingat juga alamat rumah Vera. Berkat pertolongan sebuah benda logam yang bisa digeggam yang disebut Handphone alias HP, maka alamat rumah vera bisa kami temukan. Kami turun dan Vera langsung mempersilakan kami masuk ke ruang tamu rumahnya. Sudah terhidang 2 piring besar pisang goreng kipas dengan toping seres dan keju  tak lupa  disiram dengan susu putih yang kental, semakin menggugah selera. Tak ketinggalan sepiring besar ubi jalar goreng beserta Lombok tumisnya, membuat perut semakin keroncongan.Belum dipersilakan untuk mencicipi tetapi saya sudah mengambil ubi jalar goreng tersebut, Alhamdulillah akhirnya makan juga sesuatu yang bisa membuat kenyang.Vera meninggalkan kami di ruang tamunya yang lagi asyik menikmati hidangan tersebut, lalu kembali lagi dengan baki yang berisi delapan gelas coca cola dingin.Sempurna.Meskipun melenceng dari harapan kami yang berharap dijamu dengan coto kuda atau setidaknya makanan beratlah, tetapi kami sudah kenyang dan sangat puas.Dua piring pisang goreng dan dua piring ubi goreng tandas dalam waktu setengah jam. Andis melepas kangen dengan Vera sang sahabat karibnya dengan bergosip mulai A sampai Z. Saya, Aso dan Unyi saling mengedipkan mata, pertanda saatnya kita harus pamit. Namun sebelum pamit kami berfoto dulu sebagai kenang-kenangan dan ajang pamer di Path.Hahahahahha.Sebelum kami melangkah keluar dari ruang tamu Vera, ternyata Afzal putra pertama Vera yang lebih setahun bangun, Afzal pun tiba-tiba menjadi artis, semua ingin menggendongnya, dan Cuma saya yang berhasil menggondongnya. Afzal kembali menunjuk ibunya, artinya dia ingin ke Ibunya, akhirnya kamipun bersalaman dan mengucapkan terima kasih kepada Vera dan keluarganya.Dengan rasa kenyang dan tambahan energi, kami melanjutkan perjalanan menuju ke Makassar.

KELAPARAN DAN TIDAK TAHU MALU DI RUMAH VERA, DI JENEPONTO
Alhamdulillah kami tiba dengan selamat di BTP sekitar pukul 07 malam, setelah mengantar Pada ke Jalan Daeng Tata dan Unyi ke Kompleks Perumnas Antang.Semua badan terasa pegal dan cape, tetapi itu tidak sebanding dengan kepuasan kami.Hujan semakin deras mengguyur Kota Makassar menjadikan dingin yang semakin mempercepat rasa ngantuk datang. Saya, Aso, dan Sahar sudah tepar, kayaknya Andis dan Nila pun juga demikian di kamar sebelah.
Terima kasih kepada Tuhan sang maha Indah yang mencintai Keindahan, Terima Kasih Sahar, Aso, Nila, Andis, Pada, Mar dan Unyi atas cerita barunya. Terima kasih bapak pemilik Penginapan Pondok Sawerigading yang telah memberi kami kepercayaan.Terima kasih Bulukumba.Dan terima Kasih yang tiada batas kepada kedua orang tua kami. Alhamdulillah
Biaya yang kami keluarkan
v  Sewa Penginapan di Penginapan Bukit Sawerigading Rp 850.000 (malam tahun baru). Rp 400.000 – Rp 500.000 (tergantung kepiawaian menawar) jika hari biasa, fasilitas Ranjang dan Kasur ukuran King Bed, Ac, Televisi, Kamar mandi dalam, Karpet. Kontak Pribadi yang bisa dihubungi 081343242318, terletak sekitar 20-30 meter dari pinggir pantai Bira.
v  Sewa rental mobil avanza selama 2 hari, Rp.550.00
v  Bahan Bakar. Rp.300.000
v  Uang makan selama perjalanan ± Rp. 500.000 (tergantung selera)
v  Uang masuk Kompleks Tanjung Bira, Rp 80.000 ( Rp.10.000 / orang)


Achyie Sabang
Januari, 2015