Minggu, 04 September 2016

Pulau Panambungan : Karena Liburan Tanpa Foto-foto Ibarat Sayur Tak Bergaram

Samar-samar adzan subuh mulai terdengar, saya dan teman-teman yang lain satu persatu terjaga. Saya, Ucu, Dedy, Gusti, Ammink, Budi dan seorang teman yang saya lupa namanya. Setelah shalat subuh. kami langsung grasak-grusuk mempersiapkan perlengkapan yang akan dibawa ke Pulau Panambungan. Ucu langsung berangkat untuk menjemput Taufik, sementara Echa dan Rian lagi diperjalanan menuju ke tempat ngumpul kami sekarang. Pagi mulai menyingsing, teman-teman juga sudah lengkap, dan barang bawaan sudah dicek ulang, saatnya berangkat menuju ke pelabuhan Paotere. Sebelum sampai di Paotere, kami menjemput Vega, doi adalah yang paling cantik di Trip kali ini. Di perjalanan menuju Pelabuhan Paotere, pemilik kapal tak henti-hentinya menelpon, menanyakan posisi kami sudah dimana serta menginformasikan jika dia sudah standby di Pelabuhan Paotere. Pukul tujuh lebih sedikit, kami tiba di Pelabuhan Paotere. Pak Kasim sang pemilik kapal yang kami carter sudah menunggu di sekitaran mushallah yang ada di dalam kawasan pelabuhan Paotere. Saya dan Gusti langsung berkenalan dengan beliau, karena sebelumnya kami hanya berkomunikasi melalui telpon saja. Beliau menunjukkan posisi dimana kapalnya tertambat. Satu persatu perlengkapan dan barang bawaan sudah turun dari mobil, mobil juga sudah terparkir dengan rapi dan terkunci dengan aman. Kami langsung menuju ke kapal. 
Perjalanan dimulai, suasana di kapal saat perjalaan menuju Pulau Panambungan
Mesin kapal mulai berderu, satu persatu dari kami mulai naik ke kapal. Tak lama kemudian Pak Kasim mulai mengangkat jangkar kapalnya, perlahanpun kapal mulai berlayar. Semakin lama Pelabuhan Paotere semakin kecil, lautpun semakin membiru. Angin semilir berhembus menyapu wajah kami seolah sebagai sambutan selamat datang kepada kami di perairan laut Makassar. Kapal berlayar ke arah utara menuju ke Pulau Panambungan tanpa kendala karena kondisi laut masih sangat bersahabat. Angin berhembus belum terlalu kencang sehingga tidak memicu timbulnya ombak yang bisa menghambat perjalanan kapal. Sekitar sejam setengah berlayar, akhirnya kapal menepi di bagian timur Pulau Panambungan. Satu persatu kami turun sambil menurunkan barang yang kami bawa dari Makassar.
Pulau Panambungan
Pulau Panambungan terletak di Kacamatan Liukang Tupabbiring Utara, Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan (Pangkep). Dapat diakses baik dari pelabuhan Paotere Kota Makassar ataupun Dermaga Maccini Baji yang ada di Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Pulau ini milik mantan bupati Kabupaten Pangkep, tetapi sekarang dikelola oleh sebuah instansi swasta yang ada Di Kota Makassar. Pulau ini merupakan pulau tak berpenghuni dengan luasan sekitar 4 kali lapangan sepakbola. Vegetasi pulau ini didominasi oleh pohon cemara laut yang lumayan rimbun sehingga menjadikan pulau ini sangat sejuk. Di tengah-tengah pulau ini terdapat sebuah villa yang sudah tidak terawat lagi, entah pengelolanya kemana dan siapa. Ketika kami mendarat di pulau ini kondisinya sangat sepi, hanya seorang lelaki paruh baya yang sedang menyapu dedaunan kering dan beberapa ekor kucing yang saling berkejaran. Beliau langsung menghampiri kami diiringi oleh kucing-kucing tersebut. Setelah berbincang-bincang dengan beliau, ternyata dia ditugaskan sebagai penjaga pulau ini, namanya Pak Udin. Pak Udin hanya datang ke pulau ini jika pagi hari dan akan meninggalkan pulau ini pada saat,siang hari, Pak Udin tinggal di pulau tetangga Pulau Panambungan, yaitu Pulau Ballang Lompo. Untuk sekedar bersantai di pulau ini, masing-masing pengunjung dikenakan biaya masuk sebesar Rp.50.000. Ongkos tersebut hanya berupa uang masuk saja tanpa ada fasilitas penunjang seperti penginapan atau makanan ataupun fasilitas lainnya.
Makan siang yang sederhana tetapi super istimewa
Kami langsung mencari lokasi yang bagus untuk mendirikan tenda. Gusti dan kawan-kawan memilih di bagian barat pulau untuk lokasi pendirian tenda. Suasana pulau langsung berubah menjadi riuh rendah, oleh kehadiran kami. Kami langsung disibukkan oleh aktivitas pendirian tenda dan pengaturan barang-barang. Tenda sudah terpasang dan waktunya aktivitas untuk urusan pengisian lambung yang sedari tadi sudah keroncongan, maklum tidak ada yang sarapan pagi dan diperparah oleh terpaan angin laut kurang lebih sejam stengah. Semua bergerak cepat, ada yang mengurus ikan, ada yang memasak, ada yang mempersiapkan api untuk pembakaran ikan, ada yang meracik sambel dabu-dabu untuk cocolan ikan bakar nantinya. Sekitar pukul sebelasan siang semuanya sudah tersaji di sebuah gazebo yang ada di pinggir pulau ini. Ada ikan bakar, ada nasi, ada mie instan rebus yang dicampur dengan telur dan sambal dabu-dabu. Walaupun kondisi nasi yang tak sempurna alias hangus dalam keadaan masih mentah, tetapi kami tetap menyantapnya dengan lahap. Kami tetap kenyang dan menganggap jika ini adalah makan siang istimewa. Mengapa istimewa? karena kita menikmati apa yang ada tanpa mengeluh. Karena tempat dan view pada saat kita makan sangat keren, apalagi bersama dengan sahabat-sahabat tercinta. Perfect moment. Perut sudah terisi, maunya sih berenang, tetapi matahari lagi semangat-semangatnya bersinar dan air juga lagi surut, sehingga ada baiknya kita tidur siang dulu di pinggir pantai di bawah pohon cemara laut yang rimbun. Tidurnya pasti nyeyak.
Karena liburan tanpa foto-foto ibarat sayur tak bergaram
Matahari sudah condong ke barat, suara adzan Ashar samar kedengaran dari Pulau tetangga, Pak Kasim pun juga sudah merapat di dermaga mengantarkan beberapa pesanan kami yang lupa kami bawa, kopi, bola lampu, wajan, panci dan sendok nasi. Karena kopi sudah tiba, ada baiknya kita ngopi-ngopi ganteng dulu sebelum main ke dermaga. Kopi sudah siap, dan bola lampu juga sudah selesai dirakit oleh Pak Kasim, mari kita duduk santai sambil ngopi ganteng.
Matahari sudah tidak terlalu terik, saatnya main ke dermaga. Di dermaga aktifitas kami yah apalagi jika bukan foto-foto. Difoto dan memoto. "fotoka'dule", "saya lagi", yah kata-kata itulah yang senantiasa terucap di dermaga ini. Apalah arti sebuah trip tanpa kamera. Dan trip tanpa foto ibarat sayur tanpa garam. Kurang lebih sejam kami puas menikmati berfoto-foto ria. Kami bebas berekspresi, berteriak dan tertawa tanpa merasa malu atau mengganggu orang lain karena disini hanya rombongan kami. Setelah puas berfoto di dermaga saatnya berenang dan bermain air sambil menanti sunset. Lagi asik-asiknya kami bersenda gurau di Pantai bagian Timur pulau, terlihat satu kapal merapat ke dermaga dan menurunkan beberapa orang pznumpangnya. Artinya malam nanti kita ada teman untuk nginap. Sebenarnya saya belum puas berenang, tetapi karena saya tidak ingin kehilangan melihat momen sunset, jadi saya memutuskan untuk naik dan kembali ke sekitaran tenda. Ternyata setelah saya naik, yang lain pun juga ikutan naik. Sehingga acara berenang sudah selesai beralih ke acara menikmati moment matahari terbenam. Moment matahari terbenam tak lepas dari sesi foto-fot lagi, kali ini yang mznjadi fotografer adalah Uci', yang lain satu-persatu bergantian menjadi model. Hingga akhirnya kami harus menyudahi acara foto-fotonya karena hari sudah berganti malam.
Apayah, bingung captionnya apaan
Genset sudah menderu, lampu rakitan Pak Kasim tadi sudah menyala memberikn sinar terang yang mengusir kegalapan pulau. Semuanya sudah mandi dan berganti pakaian serta wangi, saatnya kita kembali untuk urusan makan malam. Seperti biasa semua mengambil bagiannya masing-masing, ada yang mengurus beras, ada yang mengurus ikan, ada yang mengurus indomie dn telur, ada yang mzngurus lombok dan tomat dan ada pula yang hanya berdiri atau duduk menunggu instruksi untuk melakukan apa. Hanya butuh sejam, 11 piring nasi, 7 piring ikan bakar, 4 piring sambal dabu-dabu, 2 piring telur orak arik, 1 panci indomie rebus sudah terhidang di atas pasir. Kami semua sama-sama duduk melingkar lalu makan bersama. Dan yang terpenting nasinya sudah ala-ala nasi restoran, Pulen dan wangi. Menunya lagi-lagi didominasi oleh ikan, karena ikan yang dibelikan oleh Pak Kasim sangan banyak dan semuanya sangat enak. Hanya 250.000 rupiah, kita sudah dikasih ikan stengah basket, ikannya campur-campur, ada sunu, napaleon, kakatua. kerapu, baronang, dan lainnya, semuanya ikan karang yang ditangkap dengan cara di panah. Makan malam yang begitu mewah. Alhamdulillah terima kasih Tuhan.
Bonus jika nginap di pulau, ada sunrise dan sunset yang senantiasa mendamaikan jiwa raga
Sehabis makan malam kami duduk-duduk santai di sekitaran api unggun yang kami nyalakan sembari ngobrol-ngobrol ringan. Sebelum kami putuskan untul tidur, kali jalan-jalan dulu ke dermaga lagi untuk melihat sinar lampu-lampu yang dipancarkan dari Kota Makassar. Sangat Indah dan menawan. Tanpa kami sadari, hari sudah beeganti dari hari Sabtu menjadi hari Minggu alias sudah dini hari. Kami kembali ke tenda untuk istirahat. Api Unggun yang tadi kami tinggal mulai meredup, sehingga beberapa teman memutuskan mzncari kayu untuk menyalakan kembali api untuk menghalau dinginnya malam. Api kembali menyala, satu persatu mulai masuk kedalam tenda. Namun hanya sekitar 3 menit, beberapa orang kembali keluar, termasuk saya. Di dalam tenda sangat panas, sehingga kami melutuskan untuk tidur di luar tenda saja.Kantuk pun tiba-tiba hilang, jadinya kita kembali bercerita panjang lebar hingga satu persatu ketiduran. Kami semua terlelap dalam mimpi indah kami. Selamat tidur sahabat.
Suasana malam sebelum kami tertidur pulas
Suara alarm dari Handphone Vega menyadarkanku dari mimpi-mimpi indahku. Kugosok-gosok mataku sebelum akhirnya saya buka. Vega sudah duduk di depan tendanya, karena sebelumnya memang saya sudah janjian dengan dia untuk bangun subuh karena ingin melihat matahari terbit di dermaga. Dedi juga sudah bangun. Pukul stengah 6 pagi kami bertiga bergegas ke dermaga, hari sudah terang, tetapi mataharinya masih malu-malu muncul, agak tertutup awan. Hampir stengah jam lebih, matahari pagi Pulau Panambungan akhirnya menyapa kami. Saya tak henti-hentinya bersyukur dan memuji kebesaran Tuhan. sekali lagi terima kasih Tuhan. Pengalaman pertama dan entah kapan lagi bisa kembali main ke sini, semoga secepatnya.
Foto bersama dulu sebelum meninggalkan Pulau Panambungan

Kami kembali ke tenda, beberapa orang sudah bangun, bahkan Budi sudah memasak kopi dan Indomie, tetapi sayang hanya untuk dirinya sendiri, Ah Budi nggak keren, Au Ah ZBL. Akhirnya saya mengambil alih masak mie dan telur untuk sarapan pagi kami. Setelah semua sudah bangun dan sarapan. saatnya beres-beres karena Pak Kasim akan menjemput kami pukul 8 pagi. Sebelum pulang, saya menghampiri rombongan yang kemarin sore tiba, ternyata mereka pulangnya pukul 12 siang, sehingga saya menawari ikan kepada mereka supaya kami tak repot lagi membawanya balik ke Makassar karena ikan masih banyak yang tersisa.
Terima Kasih Pulau Panambungan
Pukul 8 lewat Kapal milik Pak Kasim merapat ke pantai persis di depan tenda kami. Satu persatu barang diangkat ke kapal. Setelah semua barang sudah dikapal, selanjutnya kami ke dermaga. Kami pamit pada rombongan yang lain, ketika kami lewat di depan tendanya. Di dermaga sebelum naik ke kapal saatnya berfoto lagi, footo terakhir di Dermaga Pulau Panambungan untuk edisi trip kali ini. Kapal perlahan meninggalkan dermaga saat kami semua sudah duduk di lantai atas kapal. Kami melambaikan tangan sebagai salam perpisahan kepada Pulau Panambungan. Sekitar 90menit mengarungi Selat Makassar, akhirnya kami kembali tiba di Pelabuhan Paotere. Tiada kata yang pantas terucap selain ucapan syukur kepada Tuhan, Tuhan Maha Indah dan Mencintai Keindahan. Tuhan Maha Baik.
Mumpung sebagai penulis, ah banyakin pasang foto sendiri deh
Terima kasih Tuhan,
Terima kasih Pulau Panambungan,
Terima kasih Indonesaiaku,
Terima kasih Orang Tuaku,
PP - Pulang Pergi - Pulang Merah - Pergi Putih. Indonesia banget kan

Terima kasih Vega, Gusti, Uci, Budi, Dedi, Echa, Ammink, Ucu, Taufik dan Rian,
Terima kasih yang tak terhingga kupersembahkan untuk Pak Kasim, terima kasih banyak Oom.

 
@lanaasir (instagram dan twitter)


Achyie Sabang
September 2016 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar